Nusantara pernah mengalami penjajahan berabad-abad lamanya. Salah satu periode kelam dalam penjajahan itu adalah Tanam Paksa alias Cultuurestelsel. Alkisah, VOC alias Kompeni Belanda yang mengawali penjajahan di Nusantara bangkrut karena keserahakan dan korupsi pada 1799. Jamrud Khatulistiwa kemudian berganti menjadi dijajah oleh Pemerintah Hindia Belanda.Â
Untuk mengisi kekosongan kas pasca mengambil alih jajahan dari VOC, Belanda melakukan berbagai macam gebrakan, salah satunya adalah Tanam Paksa yang dimulai pada era Gubernur Jenderal Van den Bosch. Rakyat negeri ini dipaksa menanam komoditas perkebunan yang kemudian dimonipoli untuk diekspor ke pasar Eropa oleh belanda
Nah, di Kabupaten Purbalingga ada saksi bisu praktek tanam paksa yang masih bisa disaksikan hingga kini. Saksi bisu itu berupa bangunan gardu yang dibangun untuk mengawasi lalu lalang komoditas hasil tanam paksa di wilayah Purbalingga dan sekitarnya.
Ada dua Gardu, saya sebut saja Gardu Tanam Paksa, yang masih tersisa di Kabupaten Purbalingga. Satu berada di Desa Tlahab Lor dan satu lagi di Desa Siwarak, keduanya berada di Kecamatan Karangreja. Bangunan berbentuk seperti rumah  dengan ukuran lebih kecil itu berdimensi panjang x lebar sekitar 2,5 meter dengan ketinggian sekitar 3,5 meter.Â
Seluruh komponen bangunan terbuat dari beton dengan pintu berbentuk lengkung busur di bagian atasnya. Terdapat  lubang pintu dan jendela berbentuk lengkung busur pada bagian atasnya tanpa daun pintu dan jendela. Pada bagian tengah bangunan terdapat dua besi yang melintang, yang diduga berfungsi sebagai penggantung timbangan untuk pengecekan hasil perkebunan.
Catatan statistik Pemerintah Hindia Belanda, Purbalingga merupakan sentra kopi di Wilayah Eks Karesidenan Banyumas dengan lebih dari 10 juta pohon produktif. Jejaknya sampai sekarang masih ada Kopi Santri di Kecamatan Karangreja yang diduga sebutan lokal untuk Koffie Centraal atau pusat kopi yang dulu ada di wilayah tersebut.
Peninggalan bersejarah memang biasanya kurang diperhatikan. Begitupula keberadaan gardu jaga tersebut. Kondisi bangunan relatif kurang terawat bahkan sebagian berlumut terutama bagian atas. Kodisi dinding juga tampak sudah mengalami berulang kali ditambal semen. Pada salah satu bagian dinding yang terdapat tulisan timbul berupa angka tahun 1838, juga sudah pudar.
Padahal, nilai sejarahnya bangunan tersebut cukup penting. Situs tersebut juga bisa dioptimalkan menjadi salah satu obyek untuk wisata sejarah dan menambah khazanah budaya serta sejarah di Kabupaten Purbalingga.
--