Strategi dan aksi guna memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa kini semakin mengerikan. Setelah sebelumnya beredar informasi mengenai kucuran dana puluhan triliun rupiah dengan sasaran pemilih di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur kini beredar informasi terbaru.
[caption id="attachment_332275" align="aligncenter" width="565" caption="operasi "][/caption]
Informasi terbaru itu adalah Kopassus dan Badan Intelijen Negara (BIN), secara bersama-sama, saat ini sedang menggelar sebuah operasi “senyap” yang akan mempengaruhi hasil Pemilihan Presiden pada 9 Juli 2014 yang hanya tinggal 3 hari lagi!
Operasi “senyap” ini tentu saja bertujuan untuk memastikan kemenangan Prabowo Subianto di Pemilihan Presiden. Sebetulnya operasi ini sempat terganggu dengan munculnya pemberitaan bahwa Prabowo menghina Gus Dur yang dibarengi dengan kemunculan spanduk-spanduk yang menggambarkan penghinaan Prabowo tersebut. Pemberitaan dan spanduk tersebut dipandang sangat merugikan Prabowo, sehingga dengan segera oknum anggota Kopassus secara “senyap” pula menyisir spanduk-spanduk tersebut, mencopot dan membawanya.
Nah, bagaimanakah operasi “senyap” tersebut di atas dijalankan? Informasi yang beredar, ada beberapa metode yang digunakan, yaitu: kecurangan di bilik suara, aksi kekerasan jalanan, ancaman terhadap pendukung Joko Widodo, dan yang terparah adalah penghilangan nyawa orang bila diperlukan. Metode-metode ini terdapat dalam panduan “taktik dan teknik teror” yang wajib dikuasai oleh anggota Kopassus dan Intelijen.
Kecurangan di bilik suara bukan menyasar tabulasi suara di tingkat pusat melainkan penghitungan suara pada tingkat TPS sampai dengan penghitungan tingkat Kota / Kabupaten. Cara mencuranginya adalah dengan membayar aparat-aparat pemerintah yang mengawal kotak suara atau dengan menempatkan agen yang juga menjadi anggota KPPS. Upaya ini akan difokuskan di Jawa Tengah, Barat, dan Timur, namun bukan berarti provinsi lain sama sekali tidak tersentuh operasi ini. Dana untuk membayar aparat-aparat pemerintah dan “pihak lain yang dianggap perlu” ini didistribusikan oleh Kopassus dan BIN.
Operasi “senyap” ini dijalankan oleh para komandan senior Kopassus walaupun mereka berusaha menutupi keterlibatan Danjen Kopassus saat ini, Jendral Agus Sutomo. Namun sumber memastikan bahwa Kepala BIN saat ini, Marciano Norman, teribat penuh dalam operasi “senyap” yang bersifat jahat ini serta meng-klaim bahwa operasi ini telah mendapat persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan dikoordinasi langsung oleh Prabowo Subianto.
Selain mencurangi penghitungan suara, operasi ini juga digelar dengan bentuk aksi kekerasan jalanan dan ancaman terhadap pendukung Joko Widodo. Agen-agen sipil binaan Kopassus ditugaskan untuk membuat keributan di akar rumput. Caranya dengan mengerahkan massa bayaran untuk menyerang pertemuan-pertemuan pro Joko Widodo. Massa bayaran ini bekerjasama dengan “milisi-milisi jalanan” binaan Prabowo Subianto yang telah mendapatkan pelatihan di Bogor. Taktik ini merupakan taktik umum yang sering digunakan oleh Kopassus/BIN. Taktik umum itu ditambah lagi dengan panduan baku lainnya berupa telepon atau sms anonim yang mengancam sasaran yang dituju atau orang-orang terdekatnya dengan ancaman kematian, atau hal-hal buruk lainnya (misalnya: disiksa dulu sebelum dibunuh, diperkosa, atau dimutilasi).
Metode terakhir adalah penghilangan nyawa seseorang bila diperlukan. Kemungkinan besar metode ini tidak akan menyasar orang-orang penting dari kubu Joko Widodo namun tidak menutup kemungkinan untuk orang-orang di tingkat bawah yang dikenal sebagai pendukung Joko Widodo atau yang mengkoordinasinya. Eksekusi dari metode ini tidak akan dijalankan oleh agen sipil melainkan oleh oknum Kopassus langsung.
Agen sipil yang masuk jejaring binaan Kopassus meliputi berbagai macam profesi mulai dari wartawan surat kabar lokal dan stasiun-stasiun televisi, staf hotel, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pekerja seni, sopir pada perusahaan rental, tukang ojek, penjaga kios pulsa handphone, mahasiswa, hingga anak sekolah tingkat menengah.
Dengan jejaring seperti ini, Kopassus dengan mudah melakukan pengintaian dan siapa pun dapat menjadi target intai. Bisa jadi, bila anda dinilai mengganggu operasi “senyap” ini serta dianggap “melawan”, maka siap-siaplah di eksekusi. Berdoalah Joko Widodo menang dalam Pemilihan Presiden agar moncong-moncong pistol dengan peredam itu dapat kembali ke sarungnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H