Tanggal 10 Agustus lalu seorang rekan membagi unduhan di facebook yang memperingati hari penerbangan perdana N250 yang terjadi di tahun 1995. Mungkin sudah tidak lagi banyak dibicarakan saat ini namun kejadian di tahun 1995 yang direkan dengan lapoan khusus seharian di semua stasiun TV saat itu memang ditetapkan sebagai hari kebangkitan teknologi nasional. Saat itu N250 dinyatakan sebagai produk canggih hasil karya putra-puti Indoensia 100%. Peristiwa itu memang sudah direncanakan sekitar sepuluh tahun sebelumnya sebagai kado ulang tahun hari kemerdekaan Indonesia yang ke 50.
Dalam banyak hal N250 memang merupakan demonstrasi kepiawaian bangsa Indeonesia dalam bidang teknologi tinggi. Bahkan Flight International, sebuah majalah terkemuka di bidang industi penerbangan, saat itu menjuluki N250 sebagai pesawat terbang idaman para pilot. Hal ini tidak mengherankan mengingat karakteristik yang dipilih oleh tim perancang PT DI (saat itu IPTN):
- Konfigurasi sayap diatas badan pesawat terbang membuat N250 memiliki kestabilan yang sangat bagus untuk sebuah pesawat angkut. Hal ini berbeda dengan konfigurasi SAAB 2000 yang merupakan salah satu peasing N250 saat itu.
- Rentang posisi titik berat yang lebar (menurut Flight International) yang tidak saja memberi fleksibiltas tinggi dalam proses pemuatan peswat terbang -- penting untuk rute penerbangan di pedalaman Indonesia, namun memberi potensi untuk memperbesar N250 untuk membentuk sebuah keluarga.
- Daya mesin yang besar yang diimbangi dengan rancangan sayap untuk memungkinkan lepas landas dengan landas pacu pendek. Daya mesin ini juga membuat N250 memiliki kecepatan jelajah tertinggi di kelasnya saat itu.
- Ukuran ekor yang besar (tampak jelas di foto) untuk mempertahankan lateral kontrol saat pesawat mengalami kegagalan satu mesin ketika terbang dengan kecepatan rendah -- penting ketika mendarat di landas pacu yang pendek.
- Inovasi yang paling banyak disebut saat itu: teknologi kontrol fly-by-wire (FBW). Secara literal signal dari pilot dikirim secara elektronik dengan kabel (melewati komputer) ke sistem aktuasi hidraulik yang menggerakan piranti kontrol di sayap dan ekor. Teknologi ini tidak membuat pesawat lebih stabil, tetapi dapat memperkecil kecelakan fatal akibat kesalahan pilot karena komputer dapat saja mengabaikan instruksi pilot apabila data-data peswat terbang menunjukan situasi yang membahayakan. Sebagai contoh apabila pilot menerbangkan pesawat terlalu lambat sehingga stall (kehilangan daya angkat di sayap).Â
- Teknologi digital. Tidak saja menggunakan FBW, mesin N250 menggunakan teknologi FADEC (Full Authority Digital Engine Control) dan layar multiguna di kokpit. Saat itu semua teknolog hanya tersedia untuk pesawat yang berkelas lebih tinggi seperti Airbus A320.
Hingga saat ini karakteristik diatas masih menempatkan N250 kedalam pesawat canggih. Namun pantaskah N250 disebut sebagai 100% hasil karya putra-putri Indonesia? Sebenarnya empat sistem kunci N250 berasal dari supplier Eropa dan AS.Â
Mesin N250 yang berteknologi FADEC adalah AE2100 diperoleh dari Allison Engine Company, perusahaa AS yang saat itu dalam proses bergabung ke perusahan mesin pesawat terbang Rolls-Royce yang bermarkas di Inggris. Mesin ini adalah hasil evolusi T-56 yang diproduksi untuk pesawat angkut C-130 Hercules. Saat itu salah satu varian AE2100 sedang dikembangkan untuk model terbaru Hercules, C-130-J.
Teknologi Avionik Digital dengan 5 layar multi fungsi diperoleh dari Rockwell-Colins, AS.
Teknologi FBW diperoleh dari Liebherr, Jerman. Teknologi ini mengandalkan komputer chip AS setara 8088 (Ada yang ingat Intel Chip dibalik IBM PC yang merajai dunia komputer diakhir tahun 1980-an?). Kalau tidak salah N250 menggunakan 9 buah komputer untuk memastikan keberadaan sistem cadangan. Teknologi ini dirancang untuk dapat melakukan diagnose cepat dan sedapat mungkin semua permasalahan dapat cdpecahkan dengan mengganti komputer di peswat terbang sehingga mempersingkat waktu pemeliharaan.
Teknologi aktuasi hidraulik diperoleh dari Lucas Aerospace, Inggris.
Secara kasar, setidaknya 30% (mungkin lebih) dari nilai komersial N250 ada di keempat sistem diatas (ditambah denagn propeller, dan roda pendarat yang diperoleh dari Dowty Aerospace) Artinya walaupun sebagai wahana teknologi N250 memang bisa dianggap sebagai karya putra-puti Indonesia, klaim 100% tidaklah tepat. Apalagi harus diingat bahwa teknologi ini dilisensi dari supplier dan harus tunduk dengan kebijakan ekspor negara asal.Â
Sebagai misal AS dapat saja menutup lisensi ekspor untuk chip yang mengontrol sistem FBW yang notabene diproduksi oleh perusahaa Jerman. Artinya klaim 100% yang di kumandangkan saat itu jauh dari tepat. Pertanyaan lain yang layak untuk ditanyakan adalah apabila saat itu keunggulan komparatif Indonesia terletak di tenaga kerja yang murah, maka kandungan nilai yang tinggi dan konsep pemeliharaan FBW yang tidak padat karya membuat N250 tidak dapat memanfaatkan keunggulan tersebut.
***
Penerbangan perdana N250 memang menunjukan kemampuan IPTN merancang sebuah peswat terbang. Namu mengapa pesawat ini tidak pernah memasuki tahap produksi? Ada banyak teori konspirasi asing yang berkembang, namun semua teori ini rasnya jauh panggang daripada api. Sektor pasar pesawat terbang turboprop regional yang dimasuki N250 bukanlah sektor yang prestigious.