Mohon tunggu...
Ighfirli Saputra
Ighfirli Saputra Mohon Tunggu... Penjahit - Tukang Nulis dan Nangis, sesekali Ngemis.

Ighfirli Saputra. Pecandu hobi berkontemplasi dan berhalusinasi ini lahir di Paninggahan, Sumbar. Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Fak. Adab dan Ilmu Budaya, UIN Imambonjol Padang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seroepiah Pokok ke Mekah (Hal 1)

16 April 2018   16:58 Diperbarui: 16 April 2018   17:02 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  • PERGI MENGAJI

Semasa saya lagi kecil, dalam tahun 1885, saya diserahkan ke sekolah kelas dua di Buo oleh ipar saya Hamzah gelar Bagindo Malano yang pada masa itu menjadi guru di sekolah itu.

Atas kesucian dan kebaikan hati ipar saya itu kepada saya, maka dipandanglah saya sebagai adik kandungnya sendiri. Diasuhnya saya sebaik-baik asuhan; Belum pernah lagi orang melakukan asuhan demikian atas diri saya. Rupa-rupanya hendak mendidik saya benar, sehingga menjadi seseorang yang berpengetahuan di hidup saya kelak. Terutama lagi supaya dapat saya mencari rezeki sebagaimana layaknya nanti. Mengingat hal itu serta mengenang jerih rugi dan dan usahanya atas diri saya, terbitlah rindu yang tak habis-habisnya di hati saya hendak hidup bersama-sama hidup dengan dia selama-lamanya. 

Tetapi.......... sebagaimana yang telah berlaku juga, yaitu tidak selamanya kehendak manusia itu disampaikan tuhan. Pada tahun 1887 ipar saya itu berpulang ke rahmatullah. Pada masa itu hamba Allah yang malang ini masih belajar di pangkat yang kedua. Maklumlah, bagaimana suasana hati saya pada ketika itu. Maka sejak dari peristiwa itu, tak sedaplah perasaan saya lagi bersekolah. Orang tua saya dan mamak saya rupanya maklum akan hal saya itu. 

Oleh mamak saya dibawalah saya mendengar-dengarkan orang mengaji tentang keadaan negeri akhirat  dan hal ihwal disana. Setelah maklumlah saya sedikit-sedikit tentang keadaan di negeri akhirat itu, maka mendoalah saya supada ipar saya yang saya cintai  itu beroleh rahmat tuhan di negeri itu.

Maka kemauan hati saya hendak mengetahui jalan ke negeri akhirat itu, makin lama makin sungguh, dan kegemaran bersekolah kian lama kian kurang, sehingga akhirnya minta berhentilah saya bersekolah, meskipun saya baru duduk pada pangkat yang ketiga.

Semenjak iu mengaji sajalah saya. Yang saya gemari sekali ialah dari hal bekal yang akan dibawa ke akhirat. Dan lagi cara pergaulan hidup diatas dunia. Supaya sejahtera kita di akhirat kelak.....(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun