Mohon tunggu...
Ighfirli Saputra
Ighfirli Saputra Mohon Tunggu... Penjahit - Tukang Nulis dan Nangis, sesekali Ngemis.

Ighfirli Saputra. Pecandu hobi berkontemplasi dan berhalusinasi ini lahir di Paninggahan, Sumbar. Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Fak. Adab dan Ilmu Budaya, UIN Imambonjol Padang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saya Ingin Jadi Penulis

15 April 2018   17:31 Diperbarui: 15 April 2018   17:46 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
@ighfirlisaputrainstagram

Saya pengen nulis, tapi..............
Saya pengen jadi penulis, tapi...........
Saya pengen jadi artikelis, tapi.............

Itulah yang menjadi alasan cantik bagi setiap orang ketika ingin menjadi seorang penulis handal. Padahal, faktanya mereka sendiri sejatinya telah mengetahui jawaban dari alasan klasik mereka itu. Mas, pengen jadi penulis? "ia". Udah pernah nulis? "belon". Lah, tapi pengen jadi penulis, kok...? "ya itu mbak, inspirasi saya masih belon mampir". Weleh-weleh mas, emangnya inspirasi itu datang dan mampir langsung di kepala mas? Ya dipikirin juga dong mas. "ya, kalo problemnya itu mah saya juga tau mbak"

Ya, kasus diatas merupakan salah satu kendala yang pada kenyataanya bukanlah kendala. Menurut saya, inspirasi itu ya harus 3D : Dicari, Diakalin, dan juga Dipikirin. Memang ada benarnya juga ketika mereka beralasan jika si inspirasi itu masih belum singgah di pikiran mereka. Namun disamping itu, mari sejenak kita perhatikan wartawan. Bagaimanakah cara mereka mengumpulkan berita, data, dan uang jajan dalam bentuk tulisan. Apalagi ketika mereka mewawancarai para birokrat yang begitu terdesak suasana. Mereka harus tertatih-tatih dulu berpacu melawan waktu dan suasana, demi satu berita yang hanya akan mereka himpun menjadi sebuah redaksi. Dengan harapan agar dimuat esok hari. Itupun kalau dimuat. Kalau tidak, ya tulisan tadi hanya terasa hambar saja dan sudah kadaluwarsa.

So, apakah mereka menunggu inspirasi itu singgah terlebih dahulu baru mau menulis ?. Andapun tau sendiri jawabannya.

Disaat gairah menulis itu muncul dan memuncak, dan pena pun siap di genggaman , kendati kendala kedua pun muncul. Pada suasana ini kita seringkali terjebak dalam kurungan rencana. "Waduh, ntar gua nulis ni karangan bakal dimuat gak yah?". "Wacau mat kacau, tulisan gua nih kayak apaan yak, jelek amat, kalo kayak gini mah nggak bakalan dimuat, bodo amat, ogah, gua males nulis, titik". "tulisan gua kayaknya nggak bakalan terbit, mampus, gua emang nggak ada aliran nulis".

Jika anda juga menjadi aktor dari jebakan ini, berarti anda sedang memikirkan pekerjaan orang lain. Ya, dengan sendirinya anda ikut campur pekerjaan orang lain. Dan apa yang anda lakukan saat ini tidak kunjung membuahkan hasil. Ingat, anda hanya seorang penulis. Penulis !! bukan redaktur. Yang menentukan tulisan anda dimuat orangnya sudah ada, redaktur. Bukan anda...!!. Pekerjaan anda hanya seorang penulis, bukan redaktur.

Jadi, menurut saya tugas anda hanyalah menulis. Bukan menjadi pemikir orang lain. Apapun itu bentuk tulisannya, harus anda tulis. Namun saran dari saya, alangkah baiknya diselingi dengan banyak membaca juga. Memang ini salah satu kuncinya. Agar, dengan bacaan-bacaan dan tulisan itu, dapat mendukung pola penulisan anda nantinya. Baik itu dalam bentuk artikel, opini, cerpen, dll.

(ighfirli Saputra, 25/03/2018)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun