Situs jejaring sosial Facebook (FB) kembali menghadapkan siswa dengan guru dan sekolahnya. Kali ini, Hasonang Noverando Sinaga, 14, dikeluarkan dari sekolahnya di SMPN I Bandar. Remaja itu dituding mencemarkan nama baik wakil kepala sekolah (wakasek) SMPN I Bandar melalui FB. Meski sudah memohon agar diterima kembali di sekolah tersebut, kasek dan para guru tetap tetap menolak. Akhirnya, orang tua korban mengadu ke Polres Simalungun dan menggugat SMPN I Bandar sebesar 1 Miliar lebih melalui Pengadilan Negeri (PN) Simalungun. Menurut Aman Sinaga, 43, orang tua korban, peristiwa tersebut berawal saat Hasonang dan siswa lain praktik ilmu komputer di sekolah. "Saat itu 21 Maret 2011. Begitu les komputer, guru praktik bernama Nova memberi waktu kepada siswa untuk menggunakan situs jejaring sosial. Tiba-tiba, Nova menyatakan waktunya habis dan para siswa dipersilakan pulang. Mendengar itu, semua siswa keluar. Hasonang juga keluar sebelum sempat men-sign out akun Facebook-nya. Esoknya, Wakasek memanggilnya dan tanpa basa basi langsung menamparnya. "Anakku dituduh mengirimkan pesan singkat berisi omongan jorok melalui FB ke akun Wakasek. Tapi, dia bilang tidak melakukan itu," papar Aman. Mendengar itu, Jaina br Tobing, 36, ibu korban, datang ke sekolah. Dia berusaha tidak mempermasalahkan penamparan terhadap anaknya. Dia hanya berharap korban bisa sekolah lagi. Namun, para guru berkeras tidak menerima korban. "Waktu datang, kami pingin lihat apa bunyi pesan di FB itu. Ternyata, tidak ada pesan berisi omongan tidak senonoh pada 21 Maret. Kami malah ditunjuki pesan 24 Maret, yang isinya permohonan maaf Hasonagnan kepada Banjarnahor (wakasek -red) ,” katanya. Beberapa hari kemudian, kepala sekolah dan para guru mengadakan rapat komite untuk memecat Rasonagnan. Akhirnya, pada 18 April, Rasonagnan mendapat surat peringatan I, II, dan III sekaligus. “Kami diminta mengurus perpindahan Sonang ke sekolah lain dengan alasan melanggar tata tertib sekolah," terangnya. Hari itu juga orang tua korban menempuh jalur hukum. "Kami mau ini diusut tuntas. Ini menghilangkan hak anakku untuk mendapat pendidikan," katanya. Menurut kuasa hukum korban, Togap J Tumanggor SH, selain membuat pengaduan pidana terhadap kepala sekolah, mereka juga memasukkan gugatan perdata terhadap SMPN I Bandar Cq Dinas Pendidikan dan Pemkab Simalungun. Nilai gugatan mereka Rp 1,1 miliar atas kerugian materil dan imateriil. "Pembunuhan karakter seperti ini tidak bisa dibiarkan. Harus ada tindakan tegas agar tidak terulang pada siswa dan sekolah lain," kata Banjarnahor. Ditambahkan, pihaknya sudah melayangkan surat kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun, DPRD, Komisi Perlindungan Anak (KPI) Indonesia, dan Menteri Pendidikan. "Saat itu, dinas pendidikan sepertinya cuek. Tapi, begitu diproses hukum, mereka menganjurkan Sonang kembali belajar di SMPN I Bandar. Keluarga tentu tidak mau. Sebab, kami sudah dibuat terkatung-katung hingga dua bulan," katanya. Saat dikonfirmasi soal itu kemarin (15/6), Sonang mengaku tidak tahu kesalahannya apa. "Tak tau aku siapa yang kirim pesan ke FB Wakil Kepala Sekolah. Isinya kalau gak salah mengatakan Banjarnahor Buncit dan ada nama binatangnya," katanya. (artikel: radar jogja/ sumber foto dari tadi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H