Jika membaca kembali judul "Anak menjadi manja, salah siapa?", dengan mudah menjawab bukan salah siapa-siapa. Mengapa demikian? Karena bisa juga tidak ingin menjadi salah satu tersangka  menjadikan anak berperilaku manja.
Namun, ini menarik saya angkat dalam tulisan saya. Saya mengajak untuk bersikap jujur, siapa yang menjadikan anak manja dan siapa yang bertanggung jawab atas perilaku anak tersebut.
Fenomena anak manja, adalah fenomena masalah. Fenomena yang perlu disadari oleh para orang tua. Tentu bukan hanya sebatas sadar, melainkan mencari solusi bagaimana cara mendidik anak menjadi dewasa.
Jika dilihat dari arti  kata manja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perilaku yang kurang baik karena selalu diberi hati, tidak pernah ditegur (dimarahi), dan  dituruti semua keinginanya. Dari arti ini sudah jelas bahwa manja adalah perilaku yang kurang baik. Perilaku yang perlu dibina untuk dijadikan lebih baik.
Mari kita lihat gaya asuh yang seperti apa sehingga anak menjadi manja. Apakah ini disadari sungguh oleh orang tua bahwa gaya asuh ini berdampak serius terhadap perilaku anak.
Tak punya daya di hadapan anakÂ
Kata lainnya adalah orang tua kalah dengan kemauan anak. Sikap ini tercermin saat anak  enggan untuk sekolah (sekarang model PJJ), dengan alasan kurang enak badan dan kasihan orang tua dengan serta merta langsung mengizinkan. Hendaknya, benar-benar ditanya dan beri tantangan untuk ikuti pelajaran dahulu jika tidak kuat bisa izin istirahat. Kalimat terakhir, lebih nampak unsur perjuangannya.
Jika ini sampai terbawa dewasa. Bagaimana dengan masa kuliah dan kerjanya. Sikap mudah menyerah akan lebih dominan. Orang tua akan lebih tak berdaya lagi di hadapan anak. Apalagi jika anak sudah memberi ancaman. Jika tidak dituruti keinginannya akan melakukan tindakan yang membuat orang tua takut dan khawatir.
Bersikap tegas dan berani. Memiliki prinsip yang kuat sehingga anak menjadi bangga dengan wibawa orang tua.
Serba menuruti