Sayangnya, influencer di Indonesia masih sering berpaku pada dua konten pertama: lucu dan drama. Mereka lebih sering melakukan kolaborasi antar influencer untuk membuat konten lucu atau drama settingan namun jarang melakukan kolaborasi kebaikan. Jika pun ada, kebanyakan masih mengksploitasi kesulitan orang demi konten tanpa menyentuh akar masalahnya.
Akhirnya, influencer di Indonesia lebih bersifat eksploitatif dan kontra-produktif. Hal itu menyebabkan masih banyak influencer yang gagal memahami akar masalah saat ingin membuat gerakan sosial.
Untuk itu, jika ke depannya influencer ingin mengadakan gerakan sosial, ada baiknya menggandeng lembaga yang sudah berpengalaman dalam bidangnya. Sekali-kali, harusnya influencer yang mendatangi lembaga untuk kebutuhan aktivisme, bukan lembaga yang mendatangi influencer untuk kebutuhan promosi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H