Mohon tunggu...
Iqbal Iftikar
Iqbal Iftikar Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Wannabe

Nothing was never anywhere

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Golput Itu Pilihan

8 April 2019   13:39 Diperbarui: 8 April 2019   13:52 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo gerakan Saya Golput. Credit: @SayaGolput2019 (Twitter)

Di tengah persaingan kedua pasang capres-cawapres, muncul pesaing ketiga yang ikut meramaikan politik elektoral Indonesia. Bukan, saya tidak membicarakan soal capres fiktif Nurhadi-Aldo dengan kampanye progresif berbalut bahasa yang vulgar. Pesaing ketiga yang saya maksud adalah golongan putih (golput).

Isu golput kembali menyeruak setelah kedua calon presiden yang bertarung di pemilihan presiden tahun 2014 kembali bertarung (rematch) di pilpres mendatang. Ketidakpuasan sebagian orang akan pilihan yang ada dan ketidakterwakilan suara mereka oleh calon yang maju menjadi alasan utama.

Setidaknya, ada tiga jenis golput seperti dijelaskan oleh Alvara Research Center di sini, yaitu golput ideologis, golput teknis, dan golput apatis. Istilah golput teknis dan golput apatis agaknya mereduksi arti sebenarnya dari golput.

Asal mula golput sebagai gerakan politik dimulai tahun 1971 sebagai bentuk protes terhadap penyelenggaraan pemilu pertama di orde baru. Pemilu pertama tersebut dianggap hanya sekedar kedok demokrasi untuk menutupi peranan besar ABRI dalam menjalankan negara.

Gerakan golput menyerukan kepada para pendukungnya untuk mencoblos di bagian putih dari surat suara di luar tanda gambar partai. Gerakan ini mendapat banyak perlawanan, mulai dari pembubaran diskusi oleh ABRI sampai kecaman dari Menteri Luar Negeri saat itu, Adam Malik.

Memasuki masa reformasi, arti kata golput menjadi lebih luas. Orang yang tidak menggunakan hak pilih dengan alasan apa pun dikategorikan sebagai golput. Padahal, melihat asal usul golput yang sangat ideologis, mereduksi akronim ini menjadi "tidak menggunakan hak pilih" ikut mereduksi usaha para "golputers" dalam memperjuangkan suaranya.

Melihat hal tersebut, jika saya menyebut golput, yang saya maksudkan adalah golput ideologis. Karena bagi saya, seseorang tidak akan golput jika tidak memiliki alasan ideologis. Orang yang tidak menyalurkan hak pilihnya karena alasan teknis merupakan bahan evaluasi penyelenggara pemilu. Adapun orang yang tidak ikut memilih karena tidak peduli maka boleh dicap apatis.

Menelisik Alasan Para 'Golputers'

Dilihat dari latar belakangnya, gerakan golput diinisiasi oleh para aktivis berbagai isu. Mulai dari aktivis hak asasi manusia (HAM), lingkungan, buruh, pertanian, dan lain-lain. Secara umum, mereka tidak melihat ada solusi yang ditawarkan dari para capres untuk masalah mereka. Lebih lanjut lagi, rekam jejak capres yang dianggap abai untuk isu yang mereka angkat menjadi alasan penguat mereka untuk menyatakan golput.

Sebutlah Haris Azhar, seorang aktivis HAM yang sudah terjun ke dalam dunia advokasi korban pelanggaran HAM selama bertahun-tahun. Bisa dibilang, dia adalah orang yang berdiri di garda terdepan dalam kampanye golput. Dalam sebuah acara sebelum penetapan capres seperti dilansir oleh CNN Indonesia, Haris bahkan sudah menggaungkan kampanye golput melihat kemungkinan rematch Pilpres 2014 akan terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun