Mencermati Bisnis Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (MLM Syariah)
Oleh: Ahmad Ifham Sholihin, Pakar Ekonomi Syariah
Saat ini terdapat 650 perusahaan yang bergerak pada bisnis yang menggunakan sistem Penjualan Langsung Berjenjang (PLB) baik yang dilakukan secara offline maupun online yang bisa juga disebut Multi Level Marketing (Republika, 2010). Penjualan Langsung Berjenjang adalah cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut.
Kontroversi yang sering muncul pada bisnis dengan sistem PLB ini adalah dugaan money game sehingga berujung pada pertanyaan apakah bisnis dengan sistem PLB tersebut sudah sesuai syariah? Salah satu cara untuk menghilangkan kontroversi dan untuk mengetahui apakah sebuah bisnis PLB sudah sesuai syariah atau belum adalah dengan adanya sertifikasi dari Dewan Syariah Nasional – Mejalis Ulama Indonesia (DSN MUI).
Menurut DSN MUI, terhitung dari tahun 2007 ada 15 perusahaan jenis PLB ini yang sudah mengajukan permohonan sertifikasi syariah. Namun, sebagian besar ditolak oleh DSN MUI karena perusahaan yang bersangkutan belum memenuhi dua belas prinsip syariah yang tercantum dalam Fatwa DSN MUI No 75/7/2009 tentang Pemasaran Langsung Berjenjang Syariah (PLBS).
Saat ini baru ada 5 perusahaan yang telah mendapatkan sertifikasi syariah yaitu Ahad Net Internasional, UFO BKB Syariah, Exer Indonesia, Mitra Permata Mandiri, dan K-Link Indonesia. Tentu sertifikasi saja tidak cukup jika tidak dilanjutkan dengan konsistensi kepatuhan terhadap ketentuan yang telah digariskan pada Fatwa DSN MUI tentang PLBS tersebut. Oleh karena itu, mari kita cermati satu per satu 12 ketentuan PLBS dari DSN MUI agar kita bisa dengan mudah mengetahui kesyariahan bisnis dengan sistem PLB.
Ketentuan No. 1: adanya objek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa. Objek PLBS ini bisa apa saja asal halal, namun akan lebih bermanfaat dan tidak menimbulkan banyak polemik ketika objek PLBS ini berupa kebutuhan pokok atau produk yang sering kita pergunakan sehari-hari.
Ketentuan No. 2: barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan/atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram. Kita bisa dengan mudah mengetahui apakah barang objek bisnis PLB tersebut haram atau tidak, baik dari sisi zat maupuan kegunaannya. Namun perlu diingat bahwa meskipun objek PLB adalah halal, tidak menjamin bahwa sistem bisnis PLB-nya sesuai syariah.
Ketentuan No. 3: transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba, dharar, dzulm, dan maksiat. Gharar adalah ketidakjelasan. Potensi gharar bisa berawal ketika sebenarnya kita tidak membutuhkan objek PLB tersebut padahal posisi kita juga adalah pembeli sekaligus pengguna. Gharar bisa juga terjadi ketika dalam jaringan berjenjang tersebut kita tidak tahu apakah berada di tingkatan teratas sehingga kita beruntung, ataukah berada di tingkatan bawah sehingga kita merugi?
Maysir bisa terjadi ketika tujuan kita ikut PLB adalah untung-untungan yakni siapa tahu nanti berhasil memenuhi target sehingga memeroleh komisi atau bonus menggiurkan. Sedangkan indikasi riba bisa muncul pada keuntungan yang diperoleh di saat kita memberikan iuran keanggotaan dengan harapan uang tersebut mendatangkan tambahan uang ketika kita berhasil merekrut anggota baru, jadi tidak berdasarkan volume penjualan produk.
Sementara itu, dharar adalah dampak yang membahayakan, tidak manfaat, menyulitkan atau merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dharar bisa terjadi ketika dari awal memang kita tidak ada minat dan niat untuk mendistribusikan barang, dan selanjutnya kita akan sibuk melakukan berbagai upaya yang sebenarnya mungkin bertentangan dengan nurani dan minat kita.
Ketentuan No. 4: tidak ada kenaikan harga/biaya yang berlebihan (excessive mark-up), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang diperoleh. Excessive Mark-Up adalah batas marjin laba yang berlebihan yang dikaitkan dengan hal-hal lain di luar biaya. Dan secara logis, harga produk PLB harus lebih murah dari harga pasar ketika dibandingkan dengan jenis dan kualitas barang yang sama, karena produk PLB tidak lagi dibebani oleh biaya promosi dan penggajian karyawan bagian sales/distribusi.