"Human is unique". Itu kata seorang tokoh psikologi yang bernama Alfred Aldler. Dimana letak keunikannya ? Apa yang membuat 'seonggok daging' tersebut sebagai sesuatu yang berbeda dengan mahluk lainnya ? Bagaimana mereka bisa berbeda padahal sama - sama mahluk ciptaan Tuhan? Banyak pertanyaan yang membuat saya tergelitik untuk mencari tahu alasan dari fenomena ini.
Ditelaah dari bahasa, human adalah manusia atau orang - orang ( jadi jelas bukan hewan, tumbuhan ataupun mahluk ciptaan Tuhan lainnya). Sedangkan 'unique' dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti 'tersendiri dalam bentuk atau jenisnya, lain daripada yang lain dan tidak ada persamaan dengan yang lain (khusus). Dari pengertian unik sendiri saja, saya bisa melihat betapa manusia itu sangat di-istimewa-kan oleh Sang Pencipta. Dia berbeda sudah pasti tidak sama dengan yang lain meski anak kembar sekalipun tidak akan pernah memiliki kesamaan yang persis.
Saya jadi ingat pengalaman saya waktu lalu. Ada beberapa teman saya yang memergoki 'kekasih' mereka selingkuh. Dan mereka kemudian 'hampir' memiliki karakter yang mirip dalam men-judge kaum adam. Mereka mengatakan bahwa "semua laki - laki itu sama, semuanya brengsek". Dan menurut pengamatan saya, mereka mengatakan hal yang sama karena mereka lagi di pihak yang merasa dirugikan. Mereka memandang sifat 'lelaki' mereka hanya dari satu sisi, tidak melihat sisi - sisi yang lain. Dan dari sini pula,saya bisa menggaris bawahi bagian kata "semua" dari mereka. Seandainya semua orang di dunia berpikiran sama dengan beberapa teman saya, bisa kita bayangkan bagaimana jadinya ? Semua orang jadi digeneralkan karena hanya melihat hanya dari satu sisi. Semuanya sama, tidak ada yang berbeda. Padahal kembali ke pemahaman awal kita bahwa manusia itu unik. Mereka memiliki ciri khas yang membedakan mereka dengan yang lain.
Kalau fenomena ini kemudian saya analogikan dalam paradigma penelitian, ini sejalan. Teman - teman saya (pada waktu itu ) menjudge 'lelaki' mereka karena pada saat itu mereka menggunakan paradigama positivistik. Korelasinya ? Jadi, teman - teman saya ini menyempitkan pemikiran mereka dari hal yang sebenarnya bisa diselesaikan secara baik tapi mereka menutup secara sepihak (umum -khusus ). Mereka menyimpulkan berdasarkan apa yang dilihat oleh mata mereka. Dan lagi mereka sudah mendapat doktrinasi sebelumnya bahwa laki- laki yang berselingkuh itu pasti brengsek. Sehingga semakin menguatkan argumen mereka untuk men-generalkan bahwa semua laki - laki itu brengsek ( hukum kausal ).
Sebaliknya apabila teman - teman saya sebelumnya memiliki paradigma interpretif maka kemungkinan hal ini tidak akan terjadi. Mereka yang memiliki paradigma seperti ini tidak akan langsung percaya dengan apa yang dilihat orang indera mereka. Mereka akan menanyakan secara baik - baik atau mencari tahu kebenaran yang sebenarnya terjadi. Sehingga mereka bisa mengambil keputusan maupun kesimpulan secara bijak tanpa merugikan pihak manapun. Dan terlebih lagi, tidak akan mungkin langsung men-judge seseorang tanpa tahu kebenarannya terlebih dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H