“Menjadi guru itu bukan profesi, tidak melulu persoalan gaji”, stigma ini harus sedikit diubah, karena pada kenyataannya guru itu sebuah profesi yang sangat layak sekali untuk mendapatkan tunjangan secara transparan dari pemerintah. Rasanya kurang adil jika seorang guru yang bekerja sepenuh hati dengan ikhlas tidak mendapatkan upah. Tidak sedikit guru-guru di pelosok yang jauh dari akses sarana pendidikan yang sangat memadai dan dengan kondisi ekonomi mereka yang terbilang sekadar cukup, harus belajar lebih ikhlas dan sabar mengajar murid tanpa imbalan.
Sungguh besar jasa seorang guru kepada seorang murid, namun mereka juga mempunyai kebutuhan untuk kelangsungan hidup mereka dan keluarganya. Melihat salah satu kasus Pak Alvi yang merupakan seorang guru honorer yang usianya sudah tidak muda lagi dan telah mengajar selama 36 tahun. Besaran gaji yang diterima oleh Pak Alvi tidak bisa mencukupi kebutuhannya, sehingga harus melakukan banyak pekerjaan sampingan, bahkan sampai memulung untuk mencukupi kebutuhannya.
Keresahan ini juga muncul dikalangan anak muda lulusan sarjana pendidikan, karena sebagian besar di antara mereka ketika memutuskan memilih jurusan tersebut sudah harus berlatih untuk ikhlas, karena mengingat upah guru di Indonesia sangat minim, terutama guru honorer. Jadi tidak heran jika banyak anak muda saat ini mereka lebih memilih bekerja di dunia entertainment, menjadi vlogger dan pekerjaan lainnya yang dianggap lebih menjamin hidupnya.
Lalu bagaimana pemerintah mengatasi problematik yang kian terjadi dan tak kunjung selesai, apakah hanya sekadar perubahan kurikulum dari tahun ke tahun, apakah hanya perubahan jadwal atau konsep seragam?, lalu bagaimana dengan kebijakan tentang realisasi upah gaji guru honorer?. Jika kita lihat masih banyak guru honorer muda saat ini yang meng-upload kegiatan mengajar mereka di dalam kelas, salah satunya untuk memberikan pengalaman tambahan bagi guru lainnya, namun tidak dapat dimungkiri hal itu juga salah satu cara untuk mendapatkan upah tambahan dari kegiatan tersebut.
Mengingat kasus yang terjadi pada Pak Alvi saya rasa masih banyak Pak Alvi lainnya yang mungkin belum ter-sorot di media sosial. Untuk itulah sangat penting memperhatikan kembali tentang upah guru yang juga mempunyai beban kelangsungan hidup dan juga mempunyai beban membantu murid untuk bisa membaca, menulis dan masih banyak pekerjaan administrasi lainnya yang harus dipenuhi. Semoga pemerintah benar-benar memperhatikan hal-hal demikian, tidak hanya memperhatikan infrastruktur yang kian merajalela, namun masih banyak rakyat yang kesusahan.
Coba kita perhatikan kembali nasib guru honorer yang hanya berbekal ikhlas dan pengabdian kepada lembaga pendidikan, terutama lembaga pendidikan swasta yang ada di desa pelosok yang tujuan utamanya membantu masyarakat sekitar agar melek pendidikan, mereka memang tidak mengeluh langsung di depan murid, namun mereka juga butuh penghargaan secara finansial, sehingga masih banyak di kampung-kampung guru memilih untuk bekerja sebagai petani, sebagai nelayan dan pekerjaan lainnya yang dianggap lebih memadai untuk kebutuhan sehari-hari.
Semoga ke depannya ada kebijakan-kebijakan nyata dalam mengupayakan kesejahteraan guru honorer secara merata. Menjadi seorang guru juga mempunyai banyak tuntutan, tuntunan dari orang tua murid, tuntutan dari pemerintah dan tuntutan dari murid. Menjadi guru harus bisa memahami kondisi psikologis murid, dan juga mampu menjaga diri dari hal-hal yang terlihat kurang baik jika dilihat oleh murid. Seharusnya dengan hal-hal seperti itu mereka sangat layak mendapatkan upah yang terbilang bisa memenuhi dan mencukupi kebutuhan kehidupan mereka sehari-hari. Dan untuk guru yang sudah menjabat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tentunya mendapatkan upah dan tunjangan lebih dari guru honorer, maka bekerjalah dengan lebih ikhlas lagi dan juga lebih banyak bersyukur, meskipun pada realitanya mereka juga dipenuhi lebih banyak pekerjaan administrasi dan lainnya.
Terima kasih untuk para guru Indonesia yang senantiasa membantu anak-anak bangsa ini untuk bisa menjadi orang-orang hebat dan sukses sesuai versinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H