Toleransi bukan hanya sebatas ucapan atau pernyataan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata sehari-hari. Toleransi berarti menghormati hak-hak setiap individu, terlepas dari latar belakangnya. Ini berarti memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang, menghindari diskriminasi, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Toleransi juga berarti ikut aktif dalam menjaga kerukunan dan mencegah terjadinya konflik.
Pluralisme mendorong kita untuk tidak hanya bertoleransi, tetapi juga aktif terlibat dalam dialog antar kelompok. Dialog yang terbuka dan jujur memungkinkan kita untuk saling berbagi perspektif, mengklarifikasi kesalahpahaman, dan menemukan titik temu. Melalui dialog, kita dapat membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang latar belakang budaya, agama, dan sosial masing-masing kelompok. Hal ini akan membantu mengurangi prasangka dan stereotipe negatif yang sering menjadi pemicu konflik.
Ketika pluralisme diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka akan tercipta masyarakat yang inklusif dan demokratis. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik dan sosial. Pluralisme juga mendorong inovasi dan kreativitas karena adanya pertukaran ide dan perspektif yang beragam.
Salah satu pilar penting dalam mewujudkan masyarakat pluralis adalah melalui pendidikan. Pendidikan pluralisme mengajarkan siswa untuk menghargai perbedaan, baik itu perbedaan agama, suku, budaya, maupun pandangan. Kurikulum pendidikan yang inklusif dan berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan dapat menanamkan sikap toleransi, empati, dan saling menghormati sejak dini. Dengan demikian, sekolah menjadi ruang yang aman bagi siswa untuk belajar dan berinteraksi dengan teman-teman yang berbeda latar belakang. Pendidikan pluralisme juga mendorong siswa untuk berpikir kritis, menganalisis informasi secara objektif, dan menolak segala bentuk diskriminasi. Melalui pendidikan, kita dapat mencetak generasi muda yang mampu hidup berdampingan secara damai dalam keberagaman.
Dalam dunia pendidikan tidak bisa terhindar dari fenomena fenomena kekerasan yang menjadikan tujuan pendidikan gagal dicapai. Generasi muda khususnya pelajar menjadi target yang sangat rentan terpapar paham paham seperti radikalisme. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat kenaikan radikalisasi di tengah masyarakat dalam kurun waktu hampir 10 tahun terakhir. BNPT tak mengungkap angka kenaikannya. Namun, berdasarkan data BNPT, kelompok remaja, anak-anak, dan perempuan menjadi target tertinggi dalam proses radikalisasi. Dalam rapat Komisi III DPR di Senayan, Kamis (27/06), Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel mengungkapkan bahwa sejak 2016 telah dilakukan penelitian yang menunjukkan terjadinya peningkatan proses radikalisasi di kalangan remaja, anak-anak, dan perempuan.
 Peningkatan radikalisasi di kalangan remaja atau pelajar disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, Masa remaja merupakan fase yang sangat krusial dalam perkembangan individu. Pada tahap ini, remaja tengah aktif membangun identitas diri, mencari jati diri, dan merumuskan pandangan hidup. Keingintahuan yang tinggi, keinginan untuk diterima dalam kelompok, serta perasaan ingin berbeda membuat remaja rentan terhadap berbagai pengaruh, termasuk ideologi ekstrem. Ideologi-ideologi ini seringkali menawarkan kepastian, identitas yang kuat, dan solusi sederhana atas permasalahan kompleks yang dihadapi remaja.
Kedua, Pemahaman agama yang belum mendalam dan cenderung literal pada pelajar dapat menjadi celah bagi kelompok radikal untuk menyebarkan interpretasi agama yang menyimpang. Ketika seseorang memahami agama secara kontekstual dan hanya berfokus pada teks-teks suci secara literal, tanpa mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan perkembangan zaman, maka mereka menjadi rentan terhadap penafsiran yang sempit dan ekstrem.
Kelompok radikal seringkali memanfaatkan celah ini dengan menyeleksi ayat-ayat tertentu dan menafsirkannya secara sepihak untuk mendukung agenda mereka. Mereka mengabaikan nilai-nilai toleransi, moderasi, dan kemanusiaan yang diajarkan oleh agama, dan justru mengagung-agungkan kekerasan dan kebencian. Didalam agama islam, banyak contoh ayat dalam alQur'an yang secara tekstualis berpotensi mengarah pada gerakan radikal yang seringkali diartikan secara sempit oleh beberapa orang sehingga menjadi dalil dari paham radikal, antara lain sebagai berikut.
Contoh pertama, perintah secara tekstual untuk memancung orang kafir apabila bertemu. Hal ini terdapat dalam Q.S Muhammad ayat 4 yang artinya "Maka, apabila kamu bertemu (di medan perang) dengan orang-orang yang kufur, tebaslah batang leher mereka. Selanjutnya, apabila kamu telah mengalahkan mereka, tawanlah mereka. Setelah itu, kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan. (Hal itu berlaku) sampai perang selesai. Demikianlah (hukum Allah tentang mereka). Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia menolong (kamu) dari mereka (tanpa perang). Akan tetapi, Dia hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Orang-orang yang gugur di jalan Allah, Dia tidak menyia-nyiakan amal-amalnya.
Contoh kedua, perintah perang sampai tidak ada fitnah di muka bumi yang tertuang pada Q.S Al Baqarah ayat 193 yang berbunyi "Perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah dan agama (ketaatan) hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti (melakukan fitnah), tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim."
Contoh ketiga, perintah untuk memerangi orang-orang yang tidak beriman. "Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan rasul-Nya, dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah) yang telah diberikan kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk." (Q.S. atTaubah [9]: 29). Contoh ketiga ayat tersebut secara tekstualis berpotensi melahirkan polapikir radikal yang berujung pada gerakan terorisme. Sebab, seakan-akan agama membenarkan untuk membunuh orang kafir dan membolehkan memerangi orang orang yang dianggap tidak beriman atau tidak beragama dengan benar.