Mohon tunggu...
Ifa Noer Latifah
Ifa Noer Latifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Mendengarkan musik adalah healing terbaik dalam kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelestarian Dongeng Rakyat sebagai Upaya Memperkuat Identitas Lokal

26 November 2024   10:08 Diperbarui: 26 November 2024   11:07 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dongeng rakyat, sebagai warisan budaya lisan, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Bandung sejak dahulu kala. Cerita-cerita yang turun-temurun ini tidak hanya sekadar hiburan, melainkan juga mengandung nilai-nilai luhur, ajaran moral, dan kearifan lokal yang menjadi pondasi identitas masyarakat Bandung. 

Tokoh-tokoh legendaris seperti Sangkuriang, Lutung Kasarung, atau Nyi Roro Kidul telah mengakar dalam ingatan kolektif masyarakat dan menjadi bagian dari khazanah budaya yang sangat berharga. 

Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan pengaruh budaya global, keberadaan dongeng rakyat semakin terpinggirkan. Modernisasi, urbanisasi, dan dominasi media massa telah menggeser minat masyarakat, terutama generasi muda, terhadap cerita-cerita tradisional. Akibatnya, banyak dongeng rakyat yang terlupakan dan terancam punah. 

Pelestarian dongeng rakyat di Bandung bukan sekadar upaya pelestarian cerita, melainkan juga upaya menjaga kelangsungan hidup nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai seperti gotong royong, kesabaran, kejujuran, dan penghormatan terhadap alam dan leluhur merupakan fondasi penting dalam membangun masyarakat yang harmonis. Dengan melestarikan dongeng rakyat, kita tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga memperkuat karakter bangsa.

Untuk memahami lebih dalam makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam dongeng rakyat Bandung, kita dapat menggunakan pendekatan semiotik. Teori semiotik yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce, mengajarkan kita bahwa setiap tanda, simbol, atau cerita memiliki makna yang lebih dalam dari apa yang tampak secara literal. 

Dalam konteks dongeng rakyat, setiap elemen dalam cerita baik itu karakter, plot, maupun setting merupakan tanda yang memiliki makna tertentu bagi masyarakat. 

Dongeng rakyat mengandung simbol-simbol yang merepresentasikan nilai-nilai budaya, norma sosial, dan identitas komunitas. Pelestarian dongeng rakyat melalui pendekatan semiotik berarti menjaga makna dan simbol yang terkandung dalam cerita tersebut. 

Misalnya, karakter dalam dongeng sering kali mencerminkan sifat-sifat ideal atau perilaku yang dihargai dalam masyarakat, seperti keberanian atau kebijaksanaan. Dengan melestarikan dongeng rakyat, kita juga berusaha mempertahankan makna-makna ini agar tetap relevan bagi generasi mendatang.

Misalnya, dalam dongeng Sangkuriang, tokoh Sangkuriang dapat diinterpretasikan sebagai representasi dari sifat manusia yang ambisius dan terburu-buru. Gunung Tangkuban Perahu yang terbentuk dari kemarahan Sangkuriang dapat dimaknai sebagai simbol kegagalan dan kesia-siaan akibat tindakan yang didasari oleh emosi. Melalui analisis semiotik, kita dapat menggali lebih dalam makna-makna tersembunyi dalam dongeng rakyat dan memahami bagaimana cerita-cerita ini membentuk identitas budaya masyarakat Bandung.

Dalam konteks semiotik, setiap elemen dalam dongeng memiliki makna simbolis yang dapat dianalisis lebih lanjut. Misalnya, karakter Sangkuriang sering kali digambarkan sebagai sosok yang ambisius, impulsif, dan mewakili konflik batin manusia antara keinginan dan realitas. 

Ambisius karena Sangkuriang memiliki keinginan yang sangat kuat untuk menikahi ibunya sendiri, meskipun tahu itu adalah hal yang mustahil. Impulsif karena ia bertindak gegabah tanpa berpikir panjang akibat rasa cintanya yang mendalam. Konflik batin yang dialami Sangkuriang merepresentasikan perjuangan internal manusia antara nafsu dan akal, antara cinta dan kewajiban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun