Minggu, 13 November 2016. Pukul 00.30
Percaya atau tidak, mood yang berantakan bisa menjadi sebuah penentu akan dikerjakannya sesuatu atau tidak. Ya, contohnya adalah tulisan saya malam hari ini. Entah kenapa keresahan ini tiba-tiba muncul. Keresahan tentang keadaan mahasiswa di Fakultas Psikologi UI, dan segala masalah yang ada di dalamnya.
Diskusi dengan cukup banyak orang pada hari Sabtu saat acara PDKM kemarin membuat saya berpikir lebih jauh tentang keharmonisan antar seluruh elemen yang ada di Fakultas Psikologi UI. Diskusi dengan Isol, Puspi, Shofi, dan banyak lagi TI-BPH di BEM, sekaligus juga evaluasi kritis dari peserta PDKM terhadap program-program kerja di BEM sungguh membukakan pikiran saya. Bahwa sebetulnya masih banyak masalah yang terdapat di fakultas kita tercinta ini.
Masalah-masalah tersebut entah mengapa terngiang terus menerus dalam kepala saya malam hari ini, sampai-sampai rasanya sulit sekali untuk terlelap tidur. Saya terus menerus memikirkan berbagai masalah mulai dari birokrasi sistem keuangan, anggaran untuk KP-KP, fasilitas, kaderisasi, tuntutan pada fakultas, sampai dengan sikap pesimisme saya terhadap kepengurusan BEM tahun depan.
Menelisik kembali visi BEM tahun ini: Harmonis Berkontribusi
Hal menarik yang saya dapatkan dari diskusi kemarin adalah bahwa: Seluruh elemen di Fakultas Psikologi SANGAT butuh untuk harmonis. Ya, setelah setahun lebih berkecimpung di dunia kemahasiswaan, baru sekarang saya akhirnya menyadari esensi dan tujuan filosofis dari grand design BEM F. Psi UI tahun 2016 ini.
Bahwa ternyata harmonis bukan melulu soal membuat acara dari berbagai lembaga di Psiko tidak bentrok. Bukan melulu juga soal tagline toleransi atau kompromi antar lembaga. Lebih dari itu, visi ini mencerminkan apa sebetulnya akar masalah di Fakultas Psikologi dan bagaimana seharusnya seluruh lembaga dan civitas (termasuk fakultas) bersikap & merespon pada masalah yang ada. Respon yang sayangnya sampai sekarang saya rasa masih belum ideal.
Oleh karena itu, menjadi sulit bagi kita untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi terus menerus selama bertahun-tahun. Contohnya seperti minimnya partisipasi mahasiswa dalam berbagai kegiatan, kurang memadainya fasilitas-fasilitas seperti lapangan atau SC , atau sulitnya sistem birokrasi dan transparansi baik di lembaga kemahasiswaan maupun fakultas.
Well,sebetulnya kita tidak perlu bermimpi untuk menyelesaikan masalah-masalah besar seperti yang saya sebutkan di atas. Kita lihat saja dulu dari masalah yang sepele. Contohnya seperti info renovasi ‘kantin lama’ yang seharusnya bisa diberitakan oleh pihak fakultas dari jauh-jauh hari. Dalam prakteknya, pihak fakultas malah mendadak memberitakannya pada mahasiswa, bahkan informasi tersebut tidak disebarkan lewat kanal informasi resmi fakultas (re: SIAK-NG). Begitu pun dengan informasi kebijakan lainnya, seperti peminjaman buku di ruang baca, renovasi gedung B, dan sebagainya.
Menariknya, hal sepele seperti ini yang seharusnya mudah untuk dicegah pada akhirnya berpengaruh cukup banyak pada berbagai kegiatan mahasiswa. Contoh lainnya juga adalah masalah salah satu lampu yang ‘hilang’ di lapangan. Kalau dipikir-pikir, sebetulnya satu hari pun mahasiswa atau mungkin fakultas seharusnya sudah langsung beres bukan untuk memasang lampu yang baru? Namun nyatanya, butuh waktu berminggu-minggu untuk menyelesaikannya.
Sehingga akhirnya muncul sebuah pertanyaan utama dari semua fenomena tersebut:
“Mau sampai kapan, sih, kita seperti ini?”
Ya, kita butuh revolusi. Psikologi butuh untuk bersatu, supaya dapat secara harmonis berkontribusi untuk menyelesaikan masalah yang ada. Akan sulit jika tiap lembaga, KP, dan seluruh elemen mahasiswa tidak menyatukan kekuatannya. Sebab, bisa kita lihat bahwa cara-cara konvensional, apalagi jika dilakukan oleh ‘aktor’ yang itu-itu saja sudah tidak lagi dapat diandalkan. Kesma sebagai departemen advokasi mahasiswa tentunya tidak akan bisa memberikan data yang cukup jika kuesioner tentang fasilitas umum dan keluhan-keluhan mahasiswa tidak diisi oleh semua elemen mahasiswa. Departemen Kastrat juga akan sulit untuk melakukan pergerakan tanpa ada banyak massa di belakangnya. Kita perlu gerakan masif yang melibatkan seluruh sivitas di dalamnya.