Tren calon mahasiswa dalam pemilihan perguruan tinggi bergantung pada banyak faktor. Mulai dari guru, teman, motivasi dari diri sendiri, sampai dengan tingkat pendidikan orang tua dan status sosial ekonomi (Rini, 2012). Faktor yang cukup banyak tersebut, jika ‘dijumlahkan’ akan menghasilkan minat dan preferensi tentang perguruan tinggi yang dipilih.
Dari penelitian yang penulis temukan, ternyata status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua berkorelasi positif secara signifikan terhadap minat siswa terhadap sikapnya terkait studi di perguruan tinggi (Rini, 2012).
Hal ini berarti calon mahasiswa yang kurang mampu dan tingkat pendidikan orang tuanya rendah (misal, orang tuanya lulusan SD/SMP/SMA), cenderung akan tidak berminat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, dan berlaku sebaliknya untuk mahasiswa yang mampu secara finansial.
Alhasil, calon mahasiswa yang tingkat sosial ekonominya kelas menengah ke bawah tidak termotivasi untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Boro-boro UI, lanjut kuliah saja sudah malas!
Fenomena ini diperparah dengan minimnya informasi dan mispersepsi dari teman, guru, dan sekolah. Sebagai contoh, masih banyak calon-calon mahasiswa yang menganggap bahwa UI itu kampus ‘orang kaya’. Ditambah lagi dengan pandangan negatif tentang ‘merantau’, terutama dalam budaya Sunda di mana orang tua menginginkan anaknya kuliah tidak jauh dari rumah.
Stigmanya dari tahun ke tahun ya itu-itu saja. Mulai dari anggapan bahwa UI itu ‘jauh dari rumah’, takut merantau, UI tidak aman, biaya hidup di Depok mahal, biaya kuliah di UI mahal, dan sebagainya.
Guru pun sering kali pesimis dalam memandang calon mahasiswa yang mendaftar ke UI. Bahkan penulis sempat ditertawakan oleh guru saat mengatakan bahwa penulis akan daftar ke UI. Seakan-akan UI merupakan tujuan yang tidak mungkin dapat dicapai.
Karena banyak mispersepsi tersebut, akhirnya calon mahasiswa yang mendaftar dan berhasil masuk ke UI hanyalah calon mahasiswa yang ‘itu-itu’ saja. ‘Itu-itu’ saja di sini maksudnya adalah orang yang punya privilege saja. Mereka eitherpinter banget, punya informasi banyak, atau kaya banget.
Bisa kita lihat sendiri dari meningkatnya mahasiswa pengguna mobil di kampus ‘kuning’ ini dari tahun ke tahun. Makin lama makin sulit mencari lahan parkir kosong di UI, karena yang masuk UI kebanyakan adalah mahasiswa yang bermobil, hapenya iPhone 5/6, dan tinggal di apartemen. Istilah lainnya, kelas menengah ke atas yang ngehe.
Fenomena tersebut tentunya merupakan sebuah masalah yang harus diselesaikan. Sebab pendidikan tinggi adalah hak semua orang. Bukan hanya hak orang-orang yang sudah punya privilege saja. Selain itu, kita juga tahu bahwa pendidikan merupakan fondasi sebuah negara. Ya, jika pendidikan di sebuah negara hancur, maka hancurlah negara tersebut.
Oleh karena itu, kita, sebagai mahasiswa harus melakukan sesuatu. Minimal kita harus membantu melakukan pencerdasan terhadap calon-calon mahasiswa yang masih minim informasi untuk mengubah persepsinya tentang UI, perguruan tinggi, dan merantau.