Mohon tunggu...
Ifandi Khainur Rahim
Ifandi Khainur Rahim Mohon Tunggu... -

ex-Ketua BEM Fakultas Psikologi UI 2018. Hobinya menulis dan bikin video. Tulisannya random kalo di Kompasiana. Lebih lanjutnya, silahkan kunjungi https://www.ifandikhainurrahim.com/ atau cek channel Youtube saya http://youtube.com/c/SatuPersenOfficial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Meneruskan Perjuangan Pak Sarlito Wirawan Sarwono yang Membumi

15 November 2016   00:28 Diperbarui: 15 November 2016   11:42 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jurnal pemberian pak Ito

Saya masih ingat dengan jelas bagaimana groginya saya ketika masuk ke ruangan beliau untuk pertama kalinya. Bertemu beliau saat itu, saya bertingkah layaknya pria yang akan first-date dengan gebetan yang sudah lama dinanti-nanti.

Saya menyiapkan segalanya dengan detil, mulai dari baju sampai dengan parfum yang saya gunakan (lol). Bahkan sebelum bertemu, saya berkali-kali mengulang perkataan yang akan saya ucapkan untuk perkenalan diri. Ya, saya tidak ingin mengecewakan beliau dalam impresi pertamanya bertemu dengan saya.

Untuk apa saya ke ruangannya? Kebetulan, saya dipanggil oleh beliau karena tulisan saya tentang agama yang sempat viral, judulnya "Kenapa Agama Bikin Indonesia Gak Maju-maju". Itu adalah tulisan kritikan dan tuntutan pertama saya yang cukup 'berani' dan frontal untuk fanatik agama di Indonesia (yah, beginilah calon anak Kastrat, belum masuk Kastrat pun saya sudah banyak menuntut).

Akhirnya, saya pun sampai di ruangan beliau, kita sampai berbarengan. Beliau juga terlihat sedang berjalan dari toilet. Sambil berjalan dengan tongkat, beliau menuntun saya masuk ke ruangannya. Berantakan sekali, banyak buku berserakan. Saya baru sadar, ternyata, ruang guru besar juga bisa berantakan (tapi berantakannya berfaedah, dengan buku dan jurnal, hehe).

sumber: http://nasional.sindonews.com
sumber: http://nasional.sindonews.com
Lalu, saya pun dipersilahkan untuk duduk. Hal pertama yang beliau katakan adalah:

"Tulisan kamu kesebar sampai ke Belanda, Van, gak ngerti lagi saya".

Dan saya menjawab,

"Wah, saya juga gak ngerti, Pak. Wqwq."

Pernyataan basa-basi tersebut mencair menjadi obrolan. Kami akhirnya mengobrol tentang banyak hal. Mulai dari masalah agama, deradikalisasi, politik di kampus, sampai dengan membicarakan idealisme kami berdua tentang perdamaian dunia, yang ternyata hampir sama persis.

Tidak terasa satu jam sudah berlalu. Kalau pakai teori intimate relationships, sepertinya saya dan Pak Ito sudah sampai ke tahap cognitive intimacy. Rasanya, hilang garis demarkasi antara 'guru besar' dan 'mahasiswa' saat kita sudah duduk dan mengobrol. Ah, beliau memang sangat membumi ketika berbicara dengan siapa pun. Itu juga salah satu hal yang saya kagumi dari beliau. 

Setelah lama mengobrol, akhirnya kami kehabisan topik. Sampailah kami pada keheningan yang canggung, istilah gaulnya, awkward silence. Dari sana, suasana pun mulai agak serius. Sejenak, saya terdiam dan menyenderkan bahu saya yang cukup tegang saat itu. Keheningan itu berhenti sampai beliau akhirnya berbicara kembali.

"Sekarang, saya hanyalah seorang kakek yang ingin menghabiskan hidup saya melihat cucu saya bertambah tua. Saya lihat kamu sudah punya pola pikir dan mimpi yang pas untuk nantinya melanjutkan perjuangan 'kami' (peneliti deradikalisasi). Nanti, kamu ikut ya penelitian saya di Salemba. Kamu tahu, kan, Salemba di mana?" *mengambil buku*

"Sekarang, kamu ambil jurnal dan buku ini, pelajari... Ini nih yang namanya 'Psikologi Indonesia'"

Jurnal pemberian pak Ito
Jurnal pemberian pak Ito

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun