Mohon tunggu...
Ifan Rikhza Auladi
Ifan Rikhza Auladi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mirisnya Game bagi Anak

23 Juli 2014   17:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:28 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Game, sebagai sarana hiburan di era modern, semakin jauh mencengkeram dunia anak. Fungsinya yang berperan sebagai hiburan dari kepenatan aktivitas sehari-hari semakin kabur. Berganti dengan efek candu dan kepentingan bisnis yang menggiurkan. Efek ini sangat merusak psikis dan mental anak, namun kebanyakan orang tua kurang memahaminya karena yang terjadi sekarang baru tampak gejala awal dari dampak buruk game baik offline maupun online.

Hampir semua game, offline maupun online, sekarang ada di hampir seluruh alat elektronik dan komunikasi yang ada, dari handphone, laptop, komputer, tablet, dll. Anak semakin dimanjakan untuk bermain game dimana saja dan kapan saja. Perkembangan game yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dengan anak, di satu sisi menimbulkan dampak buruk dan kekhawatiran yang luar biasa membuat hati kian miris.

Dengan semakin mudahnya akses internet dan didukung dengan membanjirnya gadget yang ada, game semakin mudah diakses oleh anak terutama game online. Dengan jumlah pengguna yang meningkat pesat mencapai 25 juta pemain, game online menjadi bisnis yang sangat menggiurkan. Pada tahun 2013, pendapatan game online mengalami kenaikan 35% dengan total nilai sebesar Rp.2,2 triliun. Oleh karenanya, industri ini berkembang pesat baik dari sisi programmer, developer, hingga warnet game online yang menjamur di seluruh pelosok negeri.

Kondisi demikian tentu meresahkan orang tua yang berusaha memberikan yang terbaik bagi anak. Masa anak-anak merupakan masa terbaik untuk perkembangan aktualisasi diri dengan pendidikan yang diterima baik formal maupun informal. Masa-masa tersebut merupakan masa dimana anak dapat dengan mudah menghafal, memahami, dan mencerna berbagai pelajaran yang diberikan padanya. Dapat dikatakan di masa ini akan menentukan keilmuan yang dimiliki sebagai bekal saat dewasa kelak.

Namun, masa yang indah untuk belajar bagi anak kini terancam dengan semakin tidak terkontrolnya penggunaan game oleh anak. Kondisi yang tanpa mereka disadari sangat mengancam masa depan anak baik dari sisi kesehatan, psikis, dan waktu serta tenaga yang terbuang percuma untuk bermain game.Kondisi yang demikian mendatangkan beberapa dampak buruk bagi anak sebagai berikut.

Kecanduan

Dunia anak adalah dunia ceria dan kesenangan. Dibenak mereka hanyalah kesenangan tanpa beban. Segala sesuatu yang baru dan menyenangkan akan selalu menjadi pusat perhatian mereka, entah dalam hal positif atau negatif. Game adalah salah satu hal mengasyikkan. Mungkin hanya sekedar memainkan permainan, tetapi kemudian anak terlena dan lupa dengan berbagai hal. Ketika mereka mengenal  dan memainkan game, mereka tak bisa terlepas darinya.

Adanya tingkatan dan level game yang harus dilewati menuntut mereka untuk tak beranjak dari depan layar. Dengan level yang belum terselesaikan, seakan mereka berkewajiban untuk menyelesaikannya hingga akhir agar menjadi yang pertama dan nomor satu. Ketika sudah tuntas dengan satu game, mereka akan mencari game yang baru. Begitulah seterusnya hingga menyebabkan canduyang seolah menjadi lingkaran yang tidak pernah putus.

Waktu dan tenaga yang percuma

Dengan adanya pengaruh game, pusat perhatian anak habis untuk memikirkan game yang dimainkannya. Ketika tertarik dengan suatu hal, anak-anak akan mengorbankan segala hal untuk mendapatkannya baik waktu, materi dan tenaga. Pulang dari sekolah adalah saat yang baik bagi anak untuk beristirahat selepas tenaga mereka terkuras. Namun kini,anak bergegas pulang untuk menyalakan gadget atau laptop yang ada untuk bermain game. Pada hari libur, anak lebih memilih di rumah bermain game daripada bermain dengan temannya di luar rumah.

Tak hanya dari segi waktu, anak menyisihkan uang saku mereka untuk membeli atau bermain game yang disukainya. Mereka tak segan meminta uang orang tua dengan dalih ada tugas sekolah yang mengharuskan mereka mencari di internet. Disisi lain, tenaga anak juga dikorbankan untuk memenuhi keinginan mereka. Mereka mengorbankan waktu istirahat untuk berjam-jam hanya untuk bermain game di laptop atau warnet.

Kemampuan Sosialisasi Berkurang

Ketika kata “candu” sudah dimiliki seorang anak, mereka akan selalu berpikir tentang game. Fokus kepada dunia sekitar termasuk pelajaran sekolah akan sangat berkurang karena pikiran mereka akan tertuju pada game yang dimainkan. Anak selalu berpikir tentang bagaimana memenangkan game yang sedang marak untuk dapat dibanggakan pada teman atau komunitas game mereka. Setelah bosan dengan satu game, mereka akan memainkan game yang lebih menantang. Akhirnya, kondisi sekitarnya tidak lagi menjadi dunia nyata bagi anak. Game yang menjadi dunia maya kini menjadi dunia nyata bagi mereka.

Anak-anak masuk dalam fantasi dunia mereka sendiri. Tentu dampaknya kurangnya kontak social hingga menjadikan pembelajaran di kelas menurun. Terlebih, komunikasi dalam keluarga menjadi kurang karena disibukkan dengan gamenya.

Perilaku Kekerasan Anak

Dengan usia pemain berkisar antara 6-14 tahun, game mempengaruhi perilaku anak-anak yang masih sekolah. Kondisi tersebut diperparah karena game yang ada hampir semua merupakan game kekerasan yang membawa perilaku buruk pada anak. Kekerasan tersebut ditanamkan dalam game menembak, memukul, membunuh, dan tindakan brutal dan amoral lainnya terhadap karakter lain dalam game. Anak akan sedikit banyak meniru dari perilaku karakter dalam game tersebut. Sebagai contoh tindak kekerasan yang dilakukan oleh seorang anak SD di Makassar menganiaya adik kelasnya hingga tewas diduga kuat merupakan efek dari game online.

Dampak Buruk Bagi Kesehatan

Dengan berada lebih banyak di depan layar alat elektronik seperti handphone, laptop, computer, akan mengganggu kesehatan anak terutama kesehatan mata yang berpotensi besar mengganggu daya penglihatan. Disamping itu, anak teranacam terkena radiasi otak yang berpotensi mengurangi kecerdasan sebagai akibat dari medan elektromagnetik (electromagnetic field) yang dipancarkannya. Gejala tersebut dimulai dengan nyeri kepala, otot, dan tulang anggota gerak badan. Dalam kasus lebih parah, kecanduan game berakibat fatal pada kematian karena kondisi tubuh yang terus menerus dipaksakan.

Perlu tindakan bersama dari semua pihak yang terkait dengan persoalan ini, mulai orang tua, sekolah, programmer dan developer, dan pemerintah. Orang tua sedianya menjauhkan dari game dengan tidak memberi fasilitas penunjang game. Memang sulit untuk membebaskan anak dari game, namun setidaknya orang tua dapat berusaha menguranginya demi kebaikan anak. Selanjutnya, pihak sekolah mampu mengkondisikan anak dalam hal tugas berkaitan dengan penggunaan internet. Dengan demikian, anak masih tetap dapat bisa dikontrol oleh guru mereka. Game edukatif hendaknya banyak dikembangkan oleh programmer dan developer sehingga dapat bermanfaat bagi anak, tidak serta merta mengejar keuntungan tanpa mempedulikan dampak buruk dari game tersebut. Terakhir, pemerintah sudah seharusnya melindungi anak dari bahaya game dengan melakukan pembatasan situs game dan menindak tegas situs game yang mengusung kekerasan.

Indonesia memiliki talenta-talenta muda yang sangat bagus di segala bidang. Jangan kita biarkan talenta yang menjadi masa depan bangsa Indonesia, terenggut masa belajar mereka karena kecanduan game yang telah begitu masif masuk dalam kehidupan mereka. Selamat Hari Anak Nasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun