Mohon tunggu...
Ifan Rikhza Auladi
Ifan Rikhza Auladi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wisata Tafakkur

5 Agustus 2014   22:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:20 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Suatu ketika seorang anak seusia MTs meminta ayahnya agar dapat menikmati liburan Idul Fitri. Selama ini mereka hanya menghabiskan liburan di rumah tanpa pernah sekalipun pernah pergi ke tempat wisata sebagaimana orang lain.

“Ayah, tidak bisakah kita menghabiskan waktu untuk ke tempat liburan? Adik kan juga ingin seperti teman-teman yang lain pergi ke tempat wisata.” rengek anak itu.

Ayah masih belum tahu apa yang harus dikatakannya agar tidak membuat kecewa anaknya. Sekalipun tidak memiliki cukup uang untuk bertamasya, ayah tetap berusaha untuk menyenangkan anaknya.

“Jangan untuk ke tempat wisata, untuk berbuka saja harus ke masjid. Itupun cuma sekali makan karena tidak bisa berjualan di siang hari karena bulan puasa.” pikir ayah dalam hati.

Sang ayah yang tiap harinya berjualan es keliling memilih tidak berjualan karena menghormati bulan Ramadan. Sebulan penuh keluarganya harus berpuasa lebih panjang karena mengandalkan makanan berbuka dari masjid. Untuk sahur, sekeluarga hanya makan jajanan dari tadarus masjid yang diikuti oleh ayah tiap malamnya. Sang ayah berusaha agar tidak menganggur, tapi sayang dia hanya bisa memperoleh sambilan melipat kitab dari percetakan. Lima ribu rupiah yang diperolehnya tiap hari dari melipat kitab harus cukup untuk keluarganya yang berjumlah lima orang. Syukur alhamdulillah, ketiga anaknya yang sekolah dan kuliah mendapat beasiswa penuh dari yayasan tahfidz qur’an. Ayah dan istrinya bersyukur meskipun tidak kaya akan materi, namun mereka dikarunia anak-anak yang cinta Al-Qur'an dengan menghafalnya. Setidaknya meringankan beban ayah yang harus mencari biaya hidup untuk keluarga tiap hari.

Dipandangnya anak lekat, berharap agar anaknya mengerti kondisinya ayahnya. Ditanyalah anak dengan sebuah pertanyaan.

“Adik, apa tujuan dari liburan? Ayah tidak mau mendengar alasan hanya untuk bersenang-senang. Kita harus bersyukur dengan kondisi sekarang jika dibandingkan dengan saudara kita umat Muslim di tempat lain yang hidup dalam pengungsian tanpa makanan. Rasa syukur itu kita wujudkan dengan berusaha agar kita tidak terlena dengan kesenangan duniawi sehingga lupa dengan penderitaan saudara kita.” tutur ayah mencoba meluluhkan hati anaknya.

“Untuk tafakkur ilallah. Mengagumi keagungan dan kekuasaan Allah atas hamba-Nya. Dengan demikian, rasa syukur kepada Allah akan kita wujudkan dalam berbagai hal.” jelas anak dengan harapan agar sekali ini saja diberi kesempatan untuk liburan. Dia paham dengan apa yang dikatakan oleh ayahnya, namun berharap sekali ini saja dalam hidupnya dia ingin berlibur seperti teman-temannya.

“Baiklah kalau begitu. Besok kita akan pergi ke suatu tempat yang banyak dikunjungi orang untuk ber-tafakkur ilallah.” kata ayah tenang dengan eskpresi kegundahan yang masih terasa.

Esok harinya mereka pergi menuju ke sebuah tempat terdekat. Tempat ramai yang dikunjungi oleh tiap harinya. Tempat yang akan menjadi tafakkur ilallah bagi dia dan anaknya.

Ayah dan anak itu sekarang ada di depan tempat umum yang banyak dikunjungi orang.  Diajaklah anak untuk masuk ke tempat tersebut. Sebelum langkah pertama, anak bertanya dengan gamang.

“Ayah, kita masuk ke dalam? Memang siapa yang mau kita jenguk?” tanya sang anak sambil membaca tulisan nama tempat tersebut. Dua kata yang memiliki satu makna. Rumah Sakit.

“Tidak ada yang sakit. Ikuti saja Ayah.” jawab Ayah dengan senyuman.

Keduanya kemudian masuk ke rumah sakit dan melewati beberapa ruang untuk penyakit tertentu.

“Coba lihat, orang yang disana. Tergeletak disitu tak bisa bergerak. Jarum infus menempel di lengannya. Tentulah orang itu sedang lagi kesusahan.”

“Iya, Ayah. Alhamdulillah kita diberi kesehatan.”

Beberapa langkah kemudian ayah berkata lagi saat ada pasien yang terlentang di dorong oleh perawat menuju ruang ICU.

“Lihat ibu itu, beliau masuk ICU. Tentulah tidak enak rasanya.”

“Ya. Semoga ibu itu segera diberi kesembuhan.”

Tak berapa lama kemudian, mereka sampai di kamar jenazah. Ayah berhenti sejenak.

“Mari kita bacakan Al-Fatihah agar orang yang meninggal dunia di rumah sakit ini mendapat chusnul khotimah dan kita pun semoga mendapatkannya pula.” kata ayah yang memilih rumah sakti Islam sebagai tempat kunjungan dia dan anaknya.

“Ya, Ayah. Sebaik-baik akhir adalah akhir chusnul khotimah.”

Setelah beberapa lama kemudian mereka telah sampai di pintu keluar rumah sakit. Sang anak mulai teringat kembali keinginannya untuk bertamasya. Hendak bertanyalah anak itu kepada ayahnya namun didahului oleh sang ayah.

“Baik, sekarang kita pulang.” kata ayah dengan senyum yang coba disunggingkan.

“Lho, kok pulang. Kita kan mau tamasya.” kata anak agak kecewa.

“Adik belum paham kah?”

“Maksud Ayah?”

“Adik kan berkata tujuan tamasya adalah tafakkur ilallah. Bukankah kita sudah melakukannya.”

“Benarkah?’

“Kita bertafakkur mensyukuti nikmat Allah berupa kesehatan yang diberikan pada kita. Cobalah kalau Adik sakit seperti orang-orang tadi tentulah tidak bisa sekolah dan lain-lain. Dan Adik juga tentu berpikir, jika sudah meninggal dunia tentu tidak bisa berbuat amal soleh lagi. Bukankah demikian?” jelas Ayah dengan sabar.

“Oh, begitu ya. Terima kasih Ayah atas wisata tafakkurnya. Sekarang kita pulang.” jawab anak memahami maksud anaknya.

(وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ, Asy-Syu'ara, [26]:80)

Semoga Allah memberi kesabaran dan keikhlasan bagi mereka yang sakit. Semoga sakit dapat melunturkan dosa dan menambah rahmat atas hamba-Nya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun