Malam beranjak matang saat seluruh jiwa terlelap dalam kesunyian. Mendekap seluruh kelelahan setelah sepanjang hari bermandikan peluh. Tak terkecuali dia, seorang pemuda dengan hati yang tengah merindu surga. Lihatlah gerakan tubuh gelisah dengan tarikan nafas panjang nan berat. Entah apa yang sedang dimimpikannya.
Sang Pemuda terbangun dalam keadaan linglung. Tiba-tiba ia tengah duduk menjuntai pada salah satu cadas bukit dengan hamparan permadani hijau yang menyambut dibawah. Otaknya memprotes keras, ‘Hey... bukankah ia tadi tengah beristirahat di kamarnya yang nyaman setelah seharian berjibaku menembus kemacetan demi mengantarkan penumpang hingga ketujuan? Perjuangannya tiap hari agar dapat melanjutkan studi. Lalu mengapa tiba-tiba dia ada disini?’ Tapi semua pergolakan diakal sehatnya seolah terabaikan dengan pemandangan di depan mata yang terlalu membius.
“Assalamua’alaikum …” sapa seseorang tiba-tiba yang entah sejak kapan duduk tak jauh darinya.
Pemuda itu terpana akan sapaan lembut yang dilontarkan. Apalagi saat melihat ia melihat parasnya luar biasa menawan dengan keteduhan yang amat sulit digambarkan. Sang Pemuda mati-matian menjaga pandangan, tapi pesonanya terlalu kuat hingga lihatlah lebih dari sekali pemuda itu mencuri pandang ke arahnya kemudian menyunggingkan senyuman. Untuk beberapa menit dia bahkan lupa bernafas dan lebih buruk lagi, ia lupa menjawab sapaan. Sempat ia berfikir seperti inikah bidadari surga yang diceritakan dalam kalam suci? Namun jika benar gadis itu bidadari surga, berarti dia sudah ada di alam keabadian?
Tatapan bertanya dari gadis itu membuatnya tersadar, kemudian tergagap membalas salamnya. “Wa.. Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Maaf Anda siapa? Apakah anda bidadari yang sering disebut-sebut dalam beberapa hadits dan hikayat orang saleh?” tanya pemuda itu penasaran.
Sang Gadis menyunggingkan senyum yang lagi-lagi membuat pemuda itu lupa bernafas. Dengan anggun dan tenang ia menjawab, “Sepertinya sia-sia saja saya menyembunyikan jati diri, maka anggaplah saja seperti itu. Sepertinya Anda telah mengetahui banyak tentang kami. Apakah karena cerita yang menjelaskan bahwa kami adalah makhluk Allah berparas menawan laksana permata yang tersimpan dalam zakut hijau[1]? Kami yang digambarkan laksana mutiara yang tersimpan baik[2], yang belum pernah dilihat oleh mata manusia dan jin.”
Pemuda itu tercekat, bingung hendak mengatakan apa karena merasa telah mendapatkan anugerah. Ia berusaha tetap tenang kemudian berkata, “Jika benar demikian, sebuah keberuntungan besar saya bisa bertemu dengan Anda. Apakahsaya dapat selalu berjumpa dengan Anda? Atas izin Allah tentunya.”
“Allah menghendaki apa yang dikehendaki. Bukankah Anda telah mendengar cerita orang-orang salih dalam berbagai kitab?” jawab gadis itu tanpa menoleh. Pandangannya masih terkunci pada keindahan permadani hijau yang kini berpadu dengan warna jingga senja.
Lagi-lagi ia tersentak, “Ba..ba..bagaimana Anda bisa tahu?”
“Allah memperlihatkan manusia yang berbuat baik kepada malaikat, dan kami para bidadari ikut melihatnya.”
“Maha Suci Allah Dzat Yang Maha Mengetahui.” Kali ini ganti Sang Pemuda yang terpaku menatap gerombolan burung yang mulai menapaki jalan pulang.
“Anda telah mengetahui perihal hikayat seseorang yang ingin menikahi bidadari kemudian diajukan sebuah persyaratan sebagai maharnya. Apa syarat tersebut? Bukankah Anda masih mengingatnya dengan jelas?” tanya gadis bermata jeli itu yang membuat ritme jantung berdentum semakin keras.
“Disebutkan dalam kitab “Fadloilut Tahajjudi wa Qiyamillail[3]”, tersebutlah seorang pemuda yang bermaksud menikahi bidadari surga dengan mahar memperpanjang salat malam.” Jawabnya sembari menunduk teringat akan aktivitas salat malamnya yang masih jauh dari layak, padahal ia sangat berharapdapat bersanding dengan bidadari.
Sang Gadis rupawan menangkap perubahan raut wajah sosok di sampingnya. Wajah itu kian kelam saat ia menanyakan, “Anda lebih mengetahui daripada orang lain. Apakah Anda telah mengamalkan ilmu yang telah diketahui dengan segenap kesungguhan?”
Lihatlah betapa mengenaskannya wajah yang dihantam penyesalan. Genangan airmata yang mati-matian ditahan berkumpul dipelupuk mata. “Saya hanya menjalankannya beberapa kali dalam hidup saya.” Jawabnya dengan nada penuh penyesalan.
“Astaghfirullah, Anda telah melewatkan banyak kesempatan beribadah di dunia ini. Jangan sampai urusan dunia melupakan Anda dari urusan akhirat. Dunia adalah jembatan menuju akhirat. Keseimbangan antara keduanya menjadi kunci sukses hidup Anda. Kiranya Anda telah membaca pula buku Terapi Salat Tahajud karya Dr. Moh. Sholeh. Salat tahajud dapat memperkuat sistem imun dalam tubuh manusia[4]. Sekarang dapat diketahui manfaat salat tahajud tidak hanya amalan ibadah semata. Ilmu pengetahuan modern saat ini baru menyingkap sebagian kecil manfaat dari salat tahajud. Tentu tak terhitung manfaat yang belum tersibak oleh pengetahuan manusia.” Kata sang bidadari tenang dan lembut tapi terdengar bagai petir ditelinga Si Pemuda.
Pemuda itu bangkit berdiri, nafasnya tersengal-sengal, emosinya tersulut oleh penyesalan. Tertikam rasa malu luar biasa. Sesaat kemudian ia berkata lantang dengan nada penuh penyesalan, “Saya khilaf dan sadar! Mulai detik ini saya tidak akan melewatkan satu malampun kecuali menghabiskannya untuk salat tahajud. Sebanyak apapun amal ibadah yang saya lakukan, tidak akan sanggup untuk menghapus dosa-dosa yang telah saya perbuat! Hanya dengan mengharap ampunan dari Allah saya dapat terbebas dari siksa neraka.”
Gadis itu tak terpancing sama sekali. Masih dengan ketenangan nan mendamaikan, ia berkata, “Allah menyertai orang-orang yang beriman seperti Anda. Semoga Anda dipertemukan dengan bidadari dunia akhirat.”
Kaki Pemuda itu lemas serasa tak mampu menopang berat badannya lagi. Ia jatuh terduduk, kemudian menjawab dengan lirih, “Barakallahulak[5].”
“Insya Allah, kita akan bertemu di dunia suatu saat kelak. Allah mengutusku untuk menemani seorang hamba-Nya yang saleh. Hamba tersebut mengharapkan pendamping hidup yang mengingatkan untuk senantiasa istiqamah beribadah kepada Allah SWT. Pendamping yang mengingatkan agar tidak melewatkan satu malampun untuk bertemu dengan Allah SWT kecuali dengan menjalankan salat malam.”
Wajahnya seketika terangkat mendengar perkataan menyejukkan tadi. “Benarkah …?”
Senyum itu kembali tersungging dengan manisnya seraya berkata, “Aku adalah seorang yang Anda pilih menjadi pendamping hidup. Seorang istri yang akan berjuang dalam segala kondisi, mengingatkan untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kepada Allah SWT. Aku adalah seorang istri yang mengingatkan Anda ketika salah dan selalu membangunkan Anda tiap malam untuk salat malam bersama.”
Bagai melambung ke angkasa, pemuda itu seakan terlahir kembali akan harapan yang terpercik. “Siapakah nama Anda di dunia?”tanyanya dengan nada perasaan yang amat ketara.
“Apakah Anda membutuhkan nama? Kita akan bertemu di jalan yang diridlai-Nya. Insya Allah. Siapapun orang yang Anda pilih menjadi istri, akulah dia.”
“Insya Allah, semoga kelak kita bertemu di dunia dengan kondisi yang sebaik-baiknya.”, ucap Sang Pemuda yang tak nampak lagi raut mendung di wajahnya.
“Aku akan memiliki wujud manusia, namun tetap berhati bidadari dari surga. Anda tak perlu menerka gadis cantik adalah perwujudan dari bidadari. Ketika di dunia nanti, aku memiliki kecantikan yang tidak dapat dilihat oleh semua orang. Itulah sebabnya, paras manusia bukan menjadi pertimbangan utama dalam memilih pasangan hidup.”
Fajar menjelang, Bidadari pun mohon diri kepada pemuda yang diliputi penyesalan dan pengharapan yang tercampur aduk.
“Maaf, waktuku habis dan harus segera kembali. Semoga Allah selalu menyertai Anda. Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”kata-kata Sang Bidadari sebelum ia pergi memudar bersama seburat jingga yang kian pekat membungkus bumi.
Kepergian yang sama misteriusnya dengan saat ia datang, membuat Sang Pemuda hanya bisa menjawab salam itu dalam lirih, “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”
Pemuda terbangun dengan peluh yang membasahi tubuh. Masih ada sisa tanya akan mimpi yang terasa begitu nyata. Entah bagaimana dia bisa memimpikannya, bertemu dengan bidadari yang cantik jelita.
Kelelahan yang teramat sangat kembali menyergap. Matapun seraya ingin terpejam lagi mengulang mimpi yang sama. Meski demikian, semua godaan tak sedikitpun menyurutkan niatnya untuk segera mengambil wudhu. Bersemangat menemui Sang Penggenggam Cinta di sepertiga malam.
Dalam sujudnya, dia memuji segala kebesaran Allah. Berdoa agar dilindungi dari godaan setan. Dia meneguhkan hati untuk bersegera melaksanakan salat tahajud tiap malam dan berikrar untuk terus menjalankannya sepanjang hidup. Satu harapan tersemat. Harapan akan berjumpa sang bidadari dengan kondisi yang bersinar penuh cahaya di dunia, dan di akhirat kelak.
“Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” QS. Al-Isra’ [17]:79.
[1]QS. ar Rahman (55):58.
[2]QS al Waqi’ah (56):23.
[3]Keutamaan Salat Tahajud dan Salat Malam, disusun oleh Yasin, Ahmad bin Asymuni. (tt.). Fadloilut Tahajjudi wa Qiyamillail. Kediri: PP Hidayatut Thullab. Hal. 36.
[4]Sholeh, M. (2012). Terapi Shalat Tahajud. Jakarta: Noura Books. Hal. 14-16.
[5]Semoga Allah memberkahi Anda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H