Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana semua warga negara memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah kehidupan warganya. Demokrasi memungkinkan warga negara berpartisipasi bahkan bebas untuk bersuara dalam bentuk apapun selagi tidak melanggar konstitusi, masyarakat cendrung menutup mulut ,karna takut di kriminalisasi, dicederai, bahkan dibungkam.
Politik dinasti bukanlah sistem yang tepat unrtuk diterapkan di negara yang demokratis. Politik dinasti lebih tepat di negara dengan sistem pemerintahan monarki yang memilih pemimpin berdasarkan garis keturunan.Â
Peluru satu bermata empat
Kenapa diartikan peluru satu bermata empat ? Artinya, di garis keturunan, praktik politik dinasti merampas hak orang lain karena berpotensi menggunakan cara-cara yang tidak benar yang melanggar prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Pada sisi lain, pelarangan terhadap seseorang yang mempunyai hak untuk dipilih akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah kebetulan merupakan bagian dari dinasti politik tertentu, juga melanggar hak politik seseorang sehingga bertentangan dengan asas demokrasi.
Maka, dengan pertimbangan tersebut, Mahkamah Konstitusi  yang disebut (MK) menilai pelarangan dimaksud bertentangan dengan konstitusi sehingga politik dinasti dihalalkan melalu putusan Mahkamah Konstitusi  Nomor 33  mengenai Peraturan undang undang/XIII/2015 tentang  Larangan keluarga tertentu untuk mencalonkan diri bertentangan dengan Pasal 28J seterusnya Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Sebetulnya politik dinasti sudah dikenal dan menggejala jauh sebelum Indonesia merdeka.
Kita lihat ditingkat daerah maupun desa, pada pemilihan kepemimpin kepala desa sangat lumrah, diwarnai dengan politik dinasti. Walau tetap dengan pemilihan secara langsung, calon yang ikut kompetisi berasal dari dinastinya, seperti istri, anak saudara, atau kerabatnya.
Mengebiri demokrasi?
Pada konteks pro dan kontra, garis besar politik dinasti, pemaknaan demokrasi menimbulkan dua pemahaman yang saling bertentangan, yaitu politik dinasti dinilai tidak bertentangan dengan demokrasi, tetapi di sisi lain hal itu kerap melanggar prinsip demokrasi dan hak asasi.
Pertanyaannya, apakah politik dinasti mengebiri demokrasi ? Menggerus demokrasi ? Seperti ungkapan di atas, politik dinasti sudah menggejala sejak lama. Hal ini akan semakin jelas pada era kerajaan yang memang kekuasaan diturunkan turun temurun sebagaimana tradisi lama kerajaan di Indonesia, pada saat ini desa sangat kerap melakukan sistem seperti itu.
Fenomena pemilihan kepala desa secara langsung, politik dinasti juga menjadi hal yang lumrah. Walau dipilih secara langsung, peranan ke-dinasti-an tetap berjalan, walaupun dengan proses demokrasi. Bahkan memasuki era reformasi yang merubah memperoleh kekuasaan dengan demokrasi, pemilihan langsung, praktik politik dinasti benar-benar menggejala.