Kereta Api, Adalah salah satu alat transportasi yang ingin sekali  aku naiki sejak kecil. Karena sejak aku lahir, kereta Api yang ada di wilayahku sudah tidak beroperasi lagi, jadi Aku hanya dengar cerita dari ayah, ibu dan kakakku saja. Ayah suka bercerita tentang Kereta Api tempo dulu.. Kata Ayah, pada masa lalu, warga kerap menunggu Kereta yang lewat membawa beras, mereka berharap bisa memungut beras-beras yang tumpah di jalanan yang dilalui oleh kereta. Terdengar agak menyedihkan memang. Tetapi begitulah kenyataanya cerita yang Aku dengar dari orang tua yang juga sempat ikut merasakan masa-masa sulit tersebut, karena saat itu kehidupan masyarakat mayoritas berada dibawah garis kemiskinan,.
Aku pernah berkhayal, alangkah indahnya jika Aku bisa merasakan pengalaman naik kereta api. Namun, semua itu kini hanya tinggal angan-angan. Kereta api, yang pernah menjadi bagian dari kehidupan di desaku, kini hanya menyisakan cerita yang kian memudar.
Aku tinggal di Desa Tanah Terban, Kecamatan Karang Baru, Aceh Tamiang. Di sana, jejak sejarah kereta api masih dapat ditemukan, meski hanya berupa sisa-sisa rel yang terabaikan. Kakak perempuanku sering mengajakku bermain di area perbukitan, tempat rel-rel itu membentang. Kami menyusuri jalur yang dulu dilalui kereta, membayangkan bunyi roda besi yang bergemuruh di atas rel. Namun, satu per satu besi-besi itu hilang, entah dibawa ke mana, meninggalkan jalur yang kini hanya berupa tanah kosong.
Stasiun yang berada di Desa Perdamaian, Kota Kuala Simpang, juga telah lenyap. Berganti bangunan-banguna baru, dan kini tak lebih dari sebuah kenangan. Begitu juga nasib jembatan tua di Kota Kuala Simpang, yang terdiri dari dua jalur satu untuk mobil dan satu untuk kereta api, kini sudah tak tampak lagi. kini hanya tinggal dalam cerita-cerita yang diceritakan orang tua. Dalam keheningan. Aku sering membayangkan suara peluit kereta yang menggema, gerbong-gerbongnya yang melaju membawa penumpang dan muatan, dan kehidupan yang berdenyut di sepanjang rel. Tetapi kini, semuanya hilang, menjadi bayang-bayang masa lalu yang semakin jauh dari jangkauan.
Ah, seandainya waktu bisa diputar kembali, aku ingin sekali melihat kereta itu melintas di atas rel, membawa kehidupan dan harapan. Tetapi, kenyataannya, kereta api di desaku kini hanya tinggal cerita yang nyaris terlupakan, tertinggal di antara serpihan kenangan dan sejarah.
Sebuah tayangan youtube milik akun @Ummiinayah0190 menuliskan, kereta Api di wilayah kuala Simpang dibuat tahun 1910 dan ditutup tahun 1974. Ternyata cukup lama juga kereta api tersebut beroperasi dari zaman Indonesia belum Merdeka hingga sudah merdeka. Meskipun sekarang tranportasi kereta api akan dihidupkan kembali tetapi prosesnya terlihat sangat lamban bahkan sampai saat ini pembangunannya belum juga nampak kejelasannya meskipun sebagian rel sudah tampak dibuat namun entah sudah berapa tahun berlalu tidak jua kunjung selesai..
Setelah berlalu bertahun-tahun, keinginanku untuk naik kereta tidak jua pudar hingga bahkan saat aku sudah menginjak usia kepala empat. Aku benar-benar ingin sekali merasakan naik kereta api, akhirnya pada tahun 2019 impianku tercapai. Saat itu ku menjalani Pendidikan Profesi Guru (PPG) secara luring di Universitas Negeri Medan (UNIMED) sebagai lanjutan dari proses daring yang telah kami lalui selama 3 bulan. Aku dan teman-teman merayakan hari kebebasan, bebas dari berbagai tugas PPG yang telah menguras tenaga dan pikiran selama ini demi sebuah pengakuan Sertifikasi profesi guru.
Sebelum pulang ke kampung halaman masing-masing aku dan teman-teman memutuskan untuk jalan-jalan dengan kereta Api. Tidak ada tujuan khusus, judulnya hanya ingin naik Kereta api. Mungkin bagi sebagian orang terdengar sedikit norak, tetapi Aku dan teman-teman tidak peduli, kami tetap ingin merasakan perjalanan bersenang-senang dengan kereta api. Dari  stasiun di kelurahan Kesawan Medan kami memutuskan untuk melakukan perjalanan menuju Binjai dengan kereta Api kelas ekonomi. Sepertinya memang tidak ada pilihan lain hanya ada kelas ekonomi.
Aku ikut dalam antrian pemesanan tiket, jujur aku terkejut  ketika tahu ternyata harga tiket Medan-Binjai hanya  lima ribu rupiah. Kalau dibandingkan dengan alat tranportasi lain seperti  bus atau bentor ( becak motor) harga tiket ini menurutku sangat murah.
Setelah tiket didapatkan jadwal keberangkatan pun tiba. Aku ikut berdesak-desakan disaat naik ke kereta. Tetapi diluar dugaan saat sampai di dalam sungguh situasinya terasa nyaman sekali. Kulihat tempat duduk yang lapang dan berjarak cukup lebar antara tempat duduk satu dan tempat duduk lainnya. Meskipun kelas ekonomi tempat duduk juga bisa dibilang empuk, memiliki sandaran yang nyaman, dan lebih serunya lagi posisi sandaran bangku bisa diubah arah sesuai keinginan apakah menginginkan duduk saling berhadapan atau satu arah saja.