Guru, seorang penjaga api yang menyulut semangat pengetahuan dalam setiap siswa. Mereka tidak hanya mengajar, tetapi membentuk masa depan anak bangsa. Peran guru tidak dapat diremehkan; mereka adalah arsitek utama dalam pembangunan masyarakat dan pembentukan karakter generasi mendatang. Namun, Apa jadinya kalau peran itu tidak lagi menjadi prioritas guru, sebab banyak guru yang disibukkan dengan tuntutan dan beban administrasi.
Guru memang profesi yang unik meskipun dikatakan tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, melatih dan mengevaluasi, tetapi guru masa kini justru disibukkan dengan tugas administrasi, pelatihan mandiri, mengurus pangkat sendiri dan lain-lain. Belum lagi dipaksa melakukan berbagai aktivitas melalui aplikasi seperti Sikepo, ekinerja My SAPK, Platform Merdeka Mengajar, Info GTK, SIM PKB dan lain-lain.
Sepertinya guru dituntut untuk menjadi super hero, untuk bisa melakukan semuanya sendiri. Berdalih perkembangan teknologi, guru diminta melakukan tugas mengajar dan beraneka ragam administrasi.
Pertanyaannya, sanggupkah guru melakukannya?
Apakah tugas administrasi tidak mengganggu  tugas utama guru sebagai pendidik?.
Dalam suatu pelatihan yang pernah saya ikuti yang digagas oleh kelompok komunitas guru, salah satu nara sumber mengatakan bahwa seorang guru harus mampu mengikuti perkembangan zaman mengikuti perubahan dan menguasai teknologi, karena kita memang harus berubah, dan beliau juga mengatakan ada banyak waktu yang bisa digunakan guru untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan saat jam istirahat dan saat jam-jam bidang studi.
Tentu saja kita sepakat dengan pernyataan tersebut, guru harus berubah mengikuti perkembangan zaman, guru juga harus menguasai  tenologi, itu pasti karena anak didik kita adalah anak yang dilahirkan pada zaman teknologi. namun apakah itu  berarti semua administrasi harus dikerjakan oleh guru sendiri. Harusnya kemampuan teknologi seorang guru dijadikan sebagai penunjang efektifitas pembelajaran bukan untuk menghabiskan energi  menyelesaikan tuntutan administrasi.
Teori memang mudah diucapkan. Pada praktiknya guru kewalahan juga. Guru bukan robot, pastinya punya keterbatasan fisik dan mental. Salah satu contoh dalam melaksanakan pelatihan mandiri Platform Merdeka Mengajar (PMM) apakah guru sudah melaksanakannya dengan baik atau sekadar mabuk sertifikat demi memenuhi target ekinerja?
Lihatlah media sosial yang dengan gamblangnya menawarkan pembuatan aksinyata hanya dengan mengedit beberapa poin agar bisa di  validasi dan memperoleh sertifikat. Adapula yang cukup membayar joki untuk mengikuti pelatihan mandiri dari awal hingga akhir demi mendapatkan sebuah sertifikat.
Perubahan inikah yang diharapkan?Â