Saat matahari mulai tergelincir ke ufuk barat, perjalanan petualangan aku dan putriku dimulai. Mengendarai sepeda motor, kami menuju pedagang buah dadakan di pinggir jalan. Ada satu buah yang telah membuat penasaran sejak kemarin karena bentuknya yang terlihat sangat asing dan tidak pernah ditemukan di wilayah kami di Aceh Tamiang.
"Tuan, ini buah apa?" tanyaku kepada penjual yang sibuk membelah buah lontar untuk pelanggan lain.
"Buah lontar, Bu," jawabnya.
Buah lontar? Nama itu sudah sering saya dengar, tapi baru kali ini saya melihatnya secara langsung.
"Berapa harganya, Tuan?"
"Dua puluh ribu rupiah untuk satu biji, Bu."
Harga yang cukup mahal untuk satu buah lontar yang hanya berisi tiga biji kecil yang berbentuk dan berukuran mirip dengan kolang-kaling.
"Pokoknya, buah ini sangat berkhasiat, Bu," ujar seorang pembeli disampingku. Ternyata, dia sudah sering mengonsumsi buah lontar ini. Ia menceritakan panjang lebar tentang buah lontar mulai dari rasanya hingga manfaat yang diperoleh dari buah ini. Selain rasanya yang segar, buah ini ternyata juga bermanfaat untuk orang yang terkena penyakit typus. Informasi ini semakin menambah rasa penasaranku terhadap buah ini.
Setelah berbincang dengan penjual, aku semakin paham mengapa buah lontar dijual dengan harga mahal. Ternyata, buah lontar tersebut didatangkan langsung dari Jawa Timur melalui jasa pengiriman ekspedisi.
Di tengah rasa penasaran dan keajaiban yang menyelubungi buah lontar ini, aku dan putriku memutuskan untuk membeli satu buah sebagai cemilan. Dengan penuh antusiasme, kami membuka biji buah lontar dan mencicipi rasanya. Rasanya memang unik, manis dengan sentuhan rasa kolang-kaling. Kami menikmati setiap gigitannya dengan senyum bahagia.
Tidak hanya rasanya yang menggoda, namun khasiatnya juga menjadikan buah lontar ini semakin menarik. Di balik rasa segar yang dihadirkan, ternyata buah lontar mengandung manfaat bagi kesehatan, terutama bagi orang yang menderita penyakit typus. Khasiat ini tentu menjadi alasan mengapa buah lontar sangat dicari dan dihargai.
