Pakaian Adat Tamiang
Pakaian Tradisional Tamiang yang kini sering di tampilkan pada acara adat perkawinan telah banyak mengalami modifikasi. Sehingga terkadang menutupi  ciri asliannya. Sangat di sayangkan jika identitas ciri leluhur Tamiang hilang begitu saja. Meskipun kita berada pada masa zaman yang serba modern, namun kehidupan masa lalu adalah jati diri yang tidak boleh di lupakan begitu saja. Agar generasi masa kini tidak mudah terbawa arus budaya luar yang terkadang jauh dari syariat agama.
Dalam penggunaan pakaian Tradisional kelompok etnis Tamiang sesungguhnya tidak ada perbedaan antara pakaian sehari-hari dengan pakain adat resmi. Perbedaan hanya terdapat pada perlengkapan dan cara memakainya.
Bagi anak laki-laki tampil dalam bentuk pakaian tradisional ia memakai celana baju dan daster. Mereka memakai celana (seluar) yang berukuran panjang, baju teluk belanga, kain samping(kain sarung) serta memakai daster atau (tengkulok) bentuk anak-anak berbeda dengan yang di pakai oleh orang dewasa. Bagi anak-anak dasternya tidak begitu runcing dan juga ada sedikit tekuk. Selain itu bagi pakaian anak-anak tidak memakai ikat pinggang.
Pakaian yang di kenakan oleh pemuda dan orang tua etnik Tamiang mempunyai bentuk yang sama dengan pakaian anak-anak. Mereka memakai celana (seluar) yang berukuran panjang agak longgar, dengan pinggang besar , begitu juga paha dan kaki lebih longgar.
Baju yang di kenakan berbentuk teluk belanga mempunyai ciri leher kerah bulat (kecak musang) berbadan longgar serta tangan panjang dan longgar. Setelah memakai celana dan baju selanjutnya dilapisi dengan kain sarung yang di gulung setinggi lutut.
Tata cara pemakaian kain di sesuaikan dengan status sosial. Untuk golongan para raja dan datuk-datuk  memakai kain samping tingginya sampai lutut. Sedangkan bagi rakyat biasa tinggi kain samping hingga batas betis.
Perlengkapan lainnya yang di gunakan adalah berupa aksesoris tali pinggang  diatas pulungan kain samping dan di lengkapi sebuah senjata tradisinal Tamiang yang bernama Tumbuk lada.
Tumbuk lada ini sejenis pisau dengan gagang bermotif kepala burung atau di sebut juga dengan lekuk segi enam. Daster dan tengkulok adalah bagian akhir dari pakaian yang di pakai di kepala. Dsater setelah di bentuk menjadi runcing keatas.
Apabila seseorang ingin menghadiri acara adat penggunaan kain sarung di lipit tapi dalam penggunaan sehari-hari kain sarung di gulung atau di lipat. Pada masa lampau biasanya kain di beri sulaman atau hiasan seroji dengan motif awan berarak atau pucuk rebung (tumpal) kain tersebut merupakan kain tekat(kain songket). Bagi bangsawan pada kaki celana bertekat(sulaman). Motif awan berararak kini dalam upaya pelestaraian yang dipelopori oleh Dr. Syntia. S.T, MM Selaku ketua Dekranasda Aceh Tamiang. Upaya pelestaraian dilaksanakan dengan cara melakukan pameran-pameran, peragaan/demontrasi, selebaran, poster, majalah, internet.Â