Mohon tunggu...
Muammar Khadafi Al Hanbali
Muammar Khadafi Al Hanbali Mohon Tunggu... Guru - Hamba Allah

Hamba Allah yang ditunjuk jadi Khalifatul Fil Ardh

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Refleksi Akhir Tahun 2021 (Bagian II)

30 Desember 2021   23:42 Diperbarui: 30 Desember 2021   23:45 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pada artikel sebelumnya kita telah membahas apa itu tentang refleksi dan siapa yang paling pertama yang paling berhak harus mendapatkan refleksi tersebut, yaitu diri sendiri. Penulis mencoba memantik kesadaran Pembaca perihal sejauh mana Pembaca mencoba memahami dan membahagiakan diri sendiri. Definisi tentang diri sendiri yang diberikan oleh Pembaca terhadap diri sendiri adalah suatu hal yang amat sangat krusial.

Manusia si Interpreter Ulung

Manusia berdasarkan fakta konkret adalah satu-satunya makhluk yang memiliki kemampuan menginterpretasikan segala sesuatu dengan sangat rumit. Pembaca pasti paham apa yang dimaksudkan penulis. Kalimat penulis tentang “pasti paham” adalah suatu bentuk konkret kalau manusia adalah interpreter ulung sebab penulis berkeyakinan bahwa Sang Pembaca pasti paham yang padahal itu hanyalah interpretasi / pemaknaan dari penulis secara sepihak. Atau contoh nyatanya lainnya adalah ketika seorang menginterpretasikan kata “anjay”. Terkadang kata anjay diinterpretasikan sebagai ungkapan kagum terhadap suatu hal atau juga terkadang kata tersebut ditafsirkan sebagai ungkapan kecewa terhadap suatu peristiwa. Pembaca dapat dengan mudah menemukan contoh-contoh sederhana terkait kemampuan kita dalam menafsirkan suatu hal dengan berbagai macam kerumitannya. Pertanyaan selanjutnya yang harus kita ajukan adalah, “Bagaimanakah cara kita menafsirkan kejadian-kejadian yang kita alami? Apakah penafsiran kita terhadap semua peristiwa yang kita alami itu benar? Apakah cara penafsiran kita itu memberikan kuasa terhadap diri sendiri?” Pembaca perlu benar-benar berkontemplasi dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Mungkin pembaca akan mulai sadar kenapa ada banyak orang yang mengalami kegagalan atau kepahitan hidup seperti pembaca atau bahkan lebih, akan tetapi mereka masih bisa terus menggerakan semestanya bahkan mereka berpindah level ke yang lebih tinggi. Einstein yang jenius itu pun sudah mengetahui hal ini, dia berkata, “Suatu hal yang penting adalah tidak berhenti bertanya, rasa penasaran hadir karena memiliki alasannya tersindiri.” Semakin baik pertanyaan yang Pembaca ajukan kepada diri sendiri semakin baik pula penafsiran yang Pembaca maka semakin baik juga kehidupan yang akan dirasakan oleh Pembaca. Jauh sebelum Einstein, Rasulullah sallallahu alaihi wassalam pun telah bersabda bahwa Allah subhana wataala itu bersama prasangka hambanya. Perkataan Rasulullah sallallahu alaihi wassalam ini pun dinilai otentik oleh para ilmuan hadits seperti Imam Al-Bukhari dan Muslim. Allah subhana wataala memenangkan umat ini salah satunya adalah melalui penafsiran atau prasangka baik mereka terhadap Tuhannya dan diri mereka sendiri. Lalu kita juga bisa melihat bagaimana Edison menafsirkan tidak mau menyalanya lampu bohlam yang dia ciptakan sebagai pertanda bahwa dia harus lebih menyempurnakan benda tersebut, bukan sebagai suatu kegagalan.

Bahagia itu Relatif

KBBI mendefiniskan bahagia sebagai suatu keadaan dimana seseorang merasa senang dan tentram. Tidak ada ukuran pasti untuk seseorang merasa bahagia. Ukuran bahagia anak umur 7 tahun dengan pria dewasa tentu saja berbeda. Pembaca mungkin sudah tahu akan hal ini, tapi merasa enggan untuk mengakuinya. Terkadang Pembaca menetapkan standar-standar tertentu yang malah merepotkan Pembaca sendiri ketika ingin bahagia. Kalau aku sudah bersama dengannya pasti aku bahagia....kalau aku memiliki mobil keluaran terbaru aku bahagia...dan kalau-kalau lainnya yang hanya bersifat ilusi. Terkadang Pembaca mungkin juga suka menggantungkan kebahagiannya pada hal-hal yang sifatnya di luar kendali dari diri sendiri semisal orang tua, rekan hidup, anak, teman, dan sebagainya padahal Pembaca tahu bahwa manusia itu adalah makhluk fluktuatif yang tidak selalu bisa sesuai dengan apa yang kita inginkan. Pertanyaan selanjutnya yang wajib Pembaca ajukan terhadap diri sendiri adalah, “Apakah yang sebenarnya dapat membuat diriku bahagia? Apakah aku sudah benar-benar mengendalikan rasa bahagiaku? Bagaimanakah bahagia versi diriku? Apakah semua yang aku kejar itu benar-benar akan membahagiakan diriku?” Selamat bertafakur!

Bersambung.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun