Saya termasuk ibu yang sentimental. Anak lahir, nangis, anak sakit, ya apalagi. Anak baik, terharu, anak kurang sopan, ya enggak terharu, tapi baper. Demikian juga, anak mau sekolah, saya malah jadi sentimentil. Huhuhu, anak-anakku bakal sibuk sendiri nanti. Rumah bakal sepi. Ya begitulah, emak-emak baper memang susah.
Jadi, anak saya tiga, laki-laki semua. Yang besar, Akna tahun ini masuk SMA. Yang kedua, Ahya, 8 tahun, dan si bungsu Bebeb 5 tahun. Ahya dan Bebeb, untungnya, menjalani program Homeschooling. Tapi tetap saja selama Ramadhan dan Idul Fitri kan komunitas mereka libur. Ini harus mulai lagi.
Menjelang ketiganya kembali beraktivitas belajar, emaknya tentu sibuk. Beli segala macam alat tulis dan seragam, bayar-bayar ini dan itu. Tapi ada rasa deg-degan setiap kali melepas mereka di tahun ajaran baru. Apakah mereka akan bahagia di jenjang pendidikan barunya? Apakah mereka tidak mengalami stress seperti dulu saya alami setiap kali mau masuk sekolah di tahun ajaran baru?
Saya sejak kecil hingga remaja, selalu bermasalah dengan lingkungan baru. Setiap kali naik kelas atau tahun ajaran baru, selalu rusuh sendiri. Apakah saya bisa mengikuti pelajaran dengan baik? Apakah saya bisa ketemu teman dan sahabat yang enak? Apakah gurunya baik dan menyenangkan? Apakah saya cukup pantas untuk bergaul dengan teman-teman baru?
Maklumlah, saya dulu hanya gadis kecil biasa, enggak cantik, enggak pintar, enggak kaya, dan jalannya seperti bebek (yang ini sering mengundang cemoohan anak-anak lain).
Akibatnya, masalah minder itu terbawa di alam bawah sadar saya hingga sekarang, ketika anak-anak akan menghadapi lingkungan baru.
Itu sebabnya saya memastikan selalu mengantar anak-anak di hari pertama sekolah, jauh sebelum Pak Anies memberi himbauan. Bagi saya, penting sekali mengantar mereka di hari pertama sekolah, mengingat anak-anak sebenarnya membutuhkan rasa aman dan dukungan dari orang tuanya di hari pertama mereka menginjak lingkungan baru.
Dan Inilah Hari Pertama Anak-anakku…
Si sulung Akna diterima di SMAN 5 Sawangan Depok. Hari pertama sekolahnya jatuh pada Sabtu 16 Juli 2016. Sejak pagi saya sudah siap mengantarnya ke sekolah, bareng pak Robert, supir insidentil kami. Tak saua pedulikan rasa pusing akibat bergadang mengejar deadline menulis malamnya.
Alhamdulillah waktu tempuh perjalanan dari rumah ke sekolah kurang dari setengah jam. Masih ada waktu, nih, buat jalan-jalan mengenali lingkungan SMA 5, pikir saya. Turun dari mobil saya langsung menjajari si sulung yang tingginya hampir mengalahkan saya. Memasuki halaman, dia bertanya, “Ibu mau ngapain?”
Lah, mau ngantar kamu. “Mau lihat pengumuman hasil penjurusan”, itu yang keluar dari mulut saya.