Keluarga dalam Proses Penurunan Angka Stunting di Indonesia
KetertlibatanDemi Indonesia yang lebih maju kedepannya, sudah seharusnyalah kita terlebih dahulu mengurangi permasalahan-permasalahan yang menjadi penyebab turunnya kemajuan negara kita. Salah satu permasalahan yang sampai saat ini masih terdengar di negara kita adalah Permasalahan Stunting. Sebelum membahas lebih jauh mengenai Stunting sebaiknya kita terlebih dahulu harus mengetahui apa definisi dari Stunting itu sendiri.
Adapun definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2.00 SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari – 3.00 SD (severely stunted). Sedangkan Menurut UNICEF (2018), stunting (bertubuh pendek) adalah kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan seseorang disebabkan oleh malnutrisi kronis dan penyakit berulang selama masa kanak-kanak. Hal ini dapat membatasi kapasitas fisik dan kognitif anak secara permanen dan menyebabkan kerusakan yang lama.
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, Indonesia merupakan negara dengan angka pengidap stunting tertinggi ke-2 di Asia Tenggara dan tertinggi ke-5 di dunia. Pada tahun 2023 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengumumkan data stunting indonesia turun menjadi 21,6 persen dari tahun sebelumnya. Angka ini berada sedikit di atas standar WHO (World Health Organization) yaitu di bawah 20 persen. Namun, meski mengalami penurunan, masalah stunting masih harus diperhatikan oleh masyarakat karena masalah stunting pada anak dapat mempengaruhi kesehatan dan kualitas sumber daya manusia indonesia di masa depan.
Masalah Stunting merupakan ancaman bagi Indonesia, karena anak yang menderita stunting tidak hanya terganggu proses pertumbuhan dan fisiknya saja tapi juga berpengaruh dengan pertumbuhan otak, sehingga produksi SDM menjadi tidak produktif yang berdampak pada terganggunya kemajuan negara.
Sebenarnya permasalahan Stunting ini tidak hanya terjadi di negara Indonesia saja namun terjadi juga diseluruh dunia, hal itu dapat dibaca dalam laporan statistik PBB 2020 mencatat, lebih dari 149 juta (22%) balita di seluruh dunia mengalami stunting, dimana 6,3 juta merupakan anak usia dini atau balita stunting adalah balita Indonesia. Menurut UNICEF, stunting disebabkan anak kekurangan gizi dalam dua tahun usianya, ibu kekurangan nutrisi saat kehamilan, dan sanitasi yang buruk.
Penurunan Prevalensi angka Stunting di Indonesia yang di tahun 2021 ada di angka 24,4% dan di tahun 2022 turun ke angka 21,6% tidak menjadi acuan bahwa Indonesia sudah selesai dengan permasalahan Stunting, tetapi itu menjadi awal bagi masyarakat Indonesia untuk bisa bekerjas sama kembali dalam pencegahan Stunting di Indonesia. Dalam pertemuan forum Rapat Kerja Nasional BKKBN kemarin Presiden RI menyampaikan bahwa di tahun 2024 Indonesia harus sudah bisa mencapai target 14% untuk angka prevalensi Stunting karena Standar WHO terkait prevalensi stunting itu harus di angka kurang dari 20%.
Sebagai masyarakat Indonesia sudah menjadi tugas kita untuk membantu pemerintah mengurangi kasus Stunting di Indonesia. Hal itu bisa dimulai dari lingkungan kecil sekitar kita yaitu Keluarga. Keluarga merupakan sekolah pertama dalam menyiapkan generasi baru yang akan datang, jika sebuah keluarga berhasil menyiapkan sebuah generasi yang sehat dan berkarakter baik maka dapat dijamin bahwa masa depan anak tersebut bisa lebih baik.
Proses sosialisasi mengenai penurunan stunting bukan hanya menjadi tugas lembaga pemerintah saja, tapi perlu juga bantuan dari lembaga swadaya masyarakat atau akademisi yang ahli dibidangnya agar ilmu yang diberikan dapat tersalurkan dengan baik kepada kelompok sasaran sosialisasi tersebut dan sasaran yang paling utama adalah keluarga. Wapres sendiri mengarakan BKKBN agar melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait. Dikarenakan penurunan stunting ini tidak mungkin hanya dilakukan oleh satu lembaga saja, tetapi memerlukan bantuan dari kementerian lembaga lain bahkan dari lembaga non pemerintah pun bisa ikut andil dalam proses penurunan angka stunting ini.
Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin menyampaikan peran aktif keluarga dalam upaya pencegahan dan penanggulangan stunting sangat diharapkan terutama terkait pemenuhan gizi anak. Mengingat penyebab utama stunting di antaranya adalah kekurangan gizi yang cukup lama dan infeksi berulang. “Keluarga memiliki peran signifikan dalam pencegahan maupun penanggulangan stunting. Karena masalah gizi, sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup keluarga,” ujarnya dalam sambutan pada Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-28 Tahun 2021, serta Peluncuran Vaksinasi Bagi Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan Anak Usia 12-18 Tahun, Selasa (29/06/2021) secara virtual.
Banyak penyuluhan yang dilakukan untuk menurunkan angka kasus stunting di Indonesia. Pengetahuan dan edukasi mengenai upaya pencegahan stunting merupakan unsur penting dalam penurunan angka stunting di Indonesia. Keluarga merupakan gerbang utama dalam upaya pencegahan stunting. Keluarga juga merupakan bagian dari masyarakat dan menjadi faktor penentu keberhasilan usaha pemerintah dalam menangani Stunting di Indonesia karena keluargalah yang menjadi saksi dari tiap fase kehidupan sebuah anak. Jadi, usaha yang dikerahkan lembaga akademisi terkait sosialisasi pencegahan stunting ini memang harus tersalurkan dengan sebaik-baiknya.