Sosiologi adalah salah satu disiplin ilmu yang membahas tentang berbagai problematika sosial dengan berbagai perspektif yang digunakan. Perspektif yang digunakan dalam mengkaji problematika sosial dalam sosiologi adalah hasil dari kajian para tokoh akademisi yang kemudian dikenal dengan tokoh sosiologi. Emile Durkheim adalah salah satunya.
Terlahir disebuah kota bernama  Epinal, Prancis tepatnya di Lorraine pada tanggal 15 April 1858 dengan nama lengkap David Emile Durkheim. Durkheim berasal dari keluarga yahudi Prancis yang saleh, hal ini karena ayah dan kakeknya adalah seorang Rabi. Berasal dari latar belakang yahudinya inilah yang membetuk pemikiran sosiologisnya.Â
Dalam jurnal Filsafat Vol 26, No 2 Â Tahun 2016 karya Setia Paulina Sinulingga yang berjudul " Teori pendidikan Moral Menurut Emile Durkheim Relevansinya Bagi Pendidikan Moral Anak Indonesia " menjelaskan latar belakang pemikiran mengenai moralitas Durkhiem yaitu bertepatan diusianya yang masih menginjak 12 tahun, Prancis kalah perang dengan rusia.Â
Berada disituasi ini memberikan pengalaman mengesankan baginya dan hal inilah yang menumbuhkan patriotisme dalam dirinya. Patriotismenya bukan dalam arti militer, melainkan dalam kepekaan dan rasa prihatin terhadap dekadensi yang melanda negara dan bangsa prancis , terutama dalam bidang moral. Adapun tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikirannya dalam teori fakta sosial ini antara lain, Charles Montesquieu dan August Comte. ( Mahmud, 2018 : 106 ).
Dalam Jurnal Tasamuh, Vol 16 No 2 tahun 2018 karya Rijal Mahmud yang berjudul " Social As Sacred Dalam Perspektif Emile Durkheim ", Fakta Sosial atau Social fact adalah aspek kehidupan sosial yang tidak dapat dijelaskan dalam pengertian biologis dan psikologis individu. Fakta sosial bersifat eksternal. Karena sifat eksternalnya, fakta sosial merupakan realitas independen dan membentuk lingkungan objeknya sendiri.Â
Sebuah masyarakat bukan hanya sekedar sekelumit pemikiran yang ada dalam pemikiran seseorang, tetapi merupakan kumpulan bahasa, ide, hukum, norma, tradisi, nilai sampai produk yang dihasilkan oleh masyarakat. Dalam filsuf Durkheim, Moral memiliki peranan terpenting. Moralitas dalam segala bentuknya tidak dapat hidup kecuali dalam masyarakat. Moralitas tidak bersumber pada individu melainkan bersumber pada masyarakat dan merupakan gejala masyarakat.Â
Moralitas dimulai pada kehidupan dalam kelompok ( keluarga, perusahaan,bangsa ), karena hanya disitu ketidakpedulian dan pengabdian mempunyai makna. Kehidupan moral bermula dari keanggotaan dalam suatu kelompok , betapapun kecilnya kelompok tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok tersebut adalah diri kita sendiri atau bagian terbaik diri kita. ( Sinulingga, 2016: 227-228 ).
Moralitas bagi Durkheim tidak hanya menyangkut suatu ajaran normatif tentang baik dan buruk, melainkan suatu sistem fakta yang diwujudkan. Moralitas bukan saja menyangkut sistem perilaku yang sewajarnya melainkan juga suatu sistem yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan dan ketentuan-ketentuan ini adalah yang berada diluar diri pelaku. Moralitas meliputi konsistensi dan keteraturan tingkah laku. Moralitas selalu meliputi pengertian wewenang. Kita dipaksa untuk bertindak dengan cara-cara tertentu. Kedua ciri ini merupakan dua aspek dari satu hal yaitu Disiplin. ( Eriyanti, Â 2006:142 ).Â
Menurut Durkheim disiplin moral mengajarkan untuk tidak bertindak sesuai dengan keinginan-keinginan yang hanya bersifat sesaat, yang mengakibatkan tingkah laku hanya setaraf dengan kecenderungan-kecenderungan alamiah belaka. Disiplin moral juga mengajarkan bahwa tingkah laku menyangkut adanya usaha yang keras, bahwa suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan moral bila dapat mengendalikan kecenderungan-kecenderungan tertentu, menekan keinginan-keinginan tertentu, melunakkan hasrat-hasrat tertentu.Â
Disiplin moral tidak hanya menunjang hidup moral dalam arti sebenarnya, melainkan pengaruhnya berlangsung terus. Bahkan disiplin moral itu berperan besar dalam pembentukan watak dan kepribadian pada umumnya. ( Sinulingga, 2016 : 232 ).
Moral merupakan pantulan dari masyarakat. Masyarakat bukan saja merupakan suasana yang melahirkan moralitas, melainkan tujuan dari tindakan moral itu. Sebab itulah dalam proses perubahan sosial makin diperlukan adanya pendidikan moral. Pendidikan bukan saja berarti mengajarkan nilai-nilai kepada anak-anak melainkan juga adalah alat untuk menjinakkan hasrat dan dorongan pribadi atau dengan kata lain, alat untuk mendapatkan tumpuan penguasaan diri. (Sinulingga, 2016 : 237 ).Â