Mohon tunggu...
IECC ITS MENGAJAR
IECC ITS MENGAJAR Mohon Tunggu... -

IECC ( ITS Education Care Center) merupakan badan semi otonom yang ada di BEM ITS. IECC ini memiliki tujuan untuk mencerdaskan generasi Indonesia. #GerakanITSMENGAJAR

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengamatan Bidang Pendidikan Menggunakan Pendekatan Maintenance Relability

4 Februari 2014   01:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:11 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh : MUHAMMAD REDY YAHYA

TEKNIK INDUSTRI ITS 2011

BSO IECC BEM ITS

Maintenance reliability dapat diartikan sebagai suatu pemeliharaan terhadap komponen yang dilakukan secara berkala dalam periode tertentu sehingga dapat meningkatkan keandalan serta mencegah terjadinya breakdown dari komponen tersebut. Dengan adanya ini maka dapat diketahui berapa lama perkiraan umur komponen tersebut. Tentunya maintenance reliability memiliki hubungan dengan sistem pendidikan. Secara umum dalam pendidikan juga memiliki kriteria keandalan. Keandalan disini sering kali identik dengan kualitas pendidikan itu sendiri.
Kualitas atau keandalan dari suatu pendidikan dipengaruhi oleh komponen-komponen (stakeholder) yang terlibat di dalamnya. Untuk mencapai keandalan yang optimal diperlukan metode maintenance yang optimal pula. Dalam sebuah sistem pabrik seringkali maintenance yang mendapat perhatian lebih adalah major component atau komponen utama yang paling berpengaruh terhadap jalannya sistem. Dalam ABC cost (pareto chart), hal ini diibaratkan sebagai A komponen. A komponen diartikan sebagai 20% dari jumlah komponen yang memberikan dampak hingga 80% terhadap output. Sama seperti komponen mesin, dalam pendidikan banyak faktor yang berpengaruh dalam kualitas pendidikan itu sendiri, misalnya anak didik, orang tua, guru, kesediaan tempat belajar, fasilitas yang memadai, biaya, kurikulum pendidikan, ujian, dan lain sebagainya. Dari berbagai faktor itu, melalui metode pengamatan, referensi, serta wawancara langsung, disimpulkan bahwa anak didik, guru, dan orang tua (sumber daya manusia) menempati peringkat 1, 2, dan 3 dalam faktor berpengaruh dalam kualitas pendidikan itu sendiri (A komponen). Oleh karena itu perbaikan paling optimal adalah dengan memperbaiki ketiga faktor tersebut.
Anak didik diibaratkan sebagai input pendidikan yang akan diproses untuk menghasilkan output yang sesuai dengan keinginan. Sedangkan orang tua dan guru merupakan black box production, yang akan memproses anak didik sebagai input pendidikan. Dalam kasus ini, harus ditimbulkan kesinergian antara anak didik dan orang tua maupun  guru dalam menjalankan masing-masing perannya. Bahan baku bagus tidak akan menghasilkan output yang bagus apabila tidak diproses secara baik dan sebaliknya. Namun yang perlu ditekankan disini adalah bahan baku yang dipakai industri biasanya merupakan bahan baku yang pasti dan bukan varian baru yang termasuk dalam jenis fase kelahiran. Hal ini yang membedakan dengan pendidikan. Anak didik diibaratkan sebagai produk yang baru mengalami fase kelahiran dimana grafiknya akan cenderung turun untuk mencapai titik tertentu (meminimalkan biaya, memperbaiki kualitas, dan lain-lain). Hal ini berlaku bagi anak didik terutama anak didik dalam masa jenjang sekolah dasar. Mereka diibaratkan mencari titik tertentu (jati diri atau kemampuan mereka) sehingga dalam hal ini tidak pernah ada sebutan input yang kurang bagus. Black box process akan membentuk mereka sampai mencapai titik tertentu yang kemudian perkembangan komponen tersebut stabil dalam jangka waktu yang lama hingga akhirnya mengalami fase penurunan (kematian). Oleh karena itu black box process merupakan salah satu elemen yang penting.
Dalam kasus ini dicoba memfokuskan pada input proses itu sendiri (anak didik) yang merupakan penentu utama keberhasilan. Sebagai produk baru yang mengalami fase kelahiran, produk tersebut masih belum mengetahui jati dirinya, peta persaingan pasar, dan lain-lain. Oleh karena itu, hal terpenting adalah menumbuhkan dimana passion anak didik tersebut sesuai dengan keinginannya. Memilih sesuai minat bakatnya sangat cocok diterapkan pada input yang sadar akan kemampuan dirinya, namun bagaimana kasusnya jika input tersebut tidak sadar? Black box process memiliki kewajiban untuk membimbing  hal tersebut. Black box process (guru) seharusnya merupakam orang-orang kompeten, dengan balasan (gaji) yang memuaskan pula. Ibaratnya pabrik untuk meningkatkan produksinya maka cost yang dikeluarkan juga lebih banyak. Dalam dunia industri hal yang paling efektif ketika kualitas dan cost bertemu dalam satu titik keseimbangan. Seharusnya hal ini bisa diterapkan dalam dunia pendidikan. Kualitas pendidikan utamanya bisa diukur melalui proyeksi peningkatan perekonomian. Peningkatan ini yang bisa dijadikan patokan untuk meningkatkan cost bidang pendidikan.
Kembali dalam bidang maintenance reliability. Maintenance pada anak didik diibaratkan sebagai pemberian treatment khusus yang mana mampu mencegah rasa bosan dan lelah dalam proses belajar mengajar. Dalam dunia industri maintenance antara komponen dilakukan secara beda baik waktu maupun perlakuan. Harusnya sebagai manusia, anak didik juga mendapat maintenance yang berbeda-beda sesuai dengan spesifikasi atau kebutuhannya. Maintenance anak didik dapat dicontohkan misalnya seperti pemberian games, outbond, motivasi dan hal-hal lain yang tidak berhubungan langsung dengan kerja komponen (belajar mata pelajaran). Mungkin ini salah satu alasan kurikulum 2013, yang mana tidak menyertakan jenis mata pelajaran ke dalam proses belajar mengajar.                 Harapannya bisa menekan rasa jenuh dan bosan dari anak didik. Namun seperti mesin tanpa adanya perbedaan yang jelas antara proses produksi dan proses maintenance akan membuat mesin kesulitan mengenali perintah. Dalam perlakuan maintenance biasanya dilakukan berdasarkan standard time dari time failure dimana satu jenis komponen seringkali memiliki standard time yang sejenis. Hal yang sama kemungkinan bisa diterapkan dalam bidang pendidikan. Anak-anak dalam usia, tingkatan, atau kondisi yang sama memiliki standard time sendiri-sendiri dan tidak bisa disamakan. Anak-anak berkebutuhan khusus biasanya memiliki stadard time yang lebih rendah dalam bidang akademik, namun bisa lebih tinggi dalam bidang lainnya. Pengklasifikasian golongan anak berdasarkan tingkatan atau keadaaan penting untuk mengetahui tata cara pemberian treatment yang sesuai. Dalam bidang reliability setiap komponen pasti memiliki kelebihan dibanding komponen lainnya dimana masing-masing komponen saling melengkapi. Hal ini berlaku bagi anak didik, anak-anak yang dianggap berkekurangan pasti memiliki suatu kelebihan (kemungkinan non-bidang mata pelajaran) tersendiri dibanding anak-anak yang dianggap mempunyai kelebihan (dalam bidang pelajaran). Dalam hal ini mutlak dilakukan perbaikan dalam elemen black box process.
Dalam mengetahui reliability suatu komponen biasanya dilakukan reliablity testing. Reliablity testing adalah melakukan uji keandalan dengan melakukan parameter uji coba ke dalam komponen tersebut. Masing-masing komponen memiliki perlakuan uji keandalan yang berbeda-beda. Seharusnya hal ini juga berlaku bagi anak didik. Setiap anak didik seharusnya memiliki paramter uji sendiri-sendiri sesuai kemampuan mereka. Tidak mungkin orang yang pintar agama (misal guru agama) uji coba yang dilakukan berupa mata pelajaran IPA, Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan sebagainya. Tidak seharusnya anak-anak yang sekolah 2 jam sehari parameter uji cobanya sama dengan anak-anak yang bersekolah 8 jam sehari. Dan juga seharusnya tidak bisa disamakan anak-anak Papua parameter uji cobanya disamakan dengan anak-anak Jawa karena potensi alam, pola pikir, cara pandang, dan budaya yang sangat berbeda. Uji keandalan perlu dilakukan namun seharusnya uji keandalan sesuai dengan potensi dan fungsi komponen (anak didik)nya.
Dalam hal ini uji keandalan seharusnya dikembalikan kepada sekolah atau dinas pendidikan setempat mengingat mereka yang lebih tahu kondisi anak didiknya dan berhak mengarahkan anak didiknya sesuai potensi daerah atau sekolahnya. Sedang parameter pengukuran untuk masuk ke sekolah lanjutan, seharusnya dikembalikan ke sekolah lanjutannya dimana sekolah lanjutan memiliki parameter uji keandalan sesuai sekolahnya dan berhak melakukan uji keandalan sendiri. Misalkan ingin masuk ke sekolah seni harusnya uji keandalan yang digunakan lebih kepada komponen-komponen seni bukan nilai-nilai ujian mata pelajaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun