Mohon tunggu...
Idzma Mahayattika
Idzma Mahayattika Mohon Tunggu... -

Ayah 2 anak ini merupakan seorang family hypnoterapis, grafolog, coach, trainer dan praktisi pendidikan anak di Kidzsmile Foundation (yayasan Senyum Anak Indonesia). ia merupakan anggota National Guild of hypnotist, Inc, USA dan The Indonesian Board of hypnotherapy. Selain dengan metode hypnosis, dalam melakukan terapi dan coaching Kak Idzma juga menggunakan metode EFT (Emotional Freedom Technic), NLP (neuro linguistic programming), play-art, ego state dan metode-metode lainnya. Kak Idzma memang sangat cinta dengan anak-anak, beliau suka mendongeng untuk anak-anak. saat ini Kak Idzma juga sedang mendalami Pendidikan Anak Usia Dini di Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta. Ia juga seorang relawan kemanusiaan yang memiliki banyak pengalaman dalam bidang kebencanaan. Ia berpengalaman terjun langsung untuk mengatasi trauma anak-anak dan orang tua pada berbagai daerah bencana di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Monik dan PR Matematikanya

21 Agustus 2010   04:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:50 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_234129" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (www.shutterstock.com)"][/caption]

“aaah….masa gini aja ga bisa! Nih..kalo tambah, ditambah jarinya, kalo kurang diambil jarinya. ” suara keras yang terdengar siang itu. Saya yakin, ini pasti suara tetangga saya yang sedang mengajari anaknya membuat PR. Suaranya keras sekali, hingga terdengar sampai ke rumah senyum kami yang berjarak 2 rumah dari rumahnya. Sudah lama saya ingin “menangani” kasus ini, tapi kesulitan menemukan momen yang tepat untuk “masuk”.

Anak ini, sebut saja bernama Monik, masih berusia 6 tahun. Ia kelas 1 SD di sebuah SD negeri, dan baru sebulan masuk sekolah. Bapak ibunya, sekilas terlihat lembut. Tapi kepada anaknya, ganasnya bukan main. Seringkali bapak ibunya memarahi dan membentak anaknya dengan keras karena hal-hal sepele, padahal anaknya baru berusia 6 dan 3 tahun.

Seminggu bersekolah, Monik sempat demam tinggi karena stress berat. Ketika masih beradaptasi di sekolah barunya, ia Dipaksa belajar keras, diberikan PR bejibun dan mendapat tekanan berlebih dari orang tuanya. Ia dipaksa mengerjakan PR berbentuk LKS yang sangat tidak tepat untuk diberikan pada anak usia dini seusianya. Wajar, ketika itu ia menjadi stress berat. Padahal ia adalah anak yang pintar dan cerdas. Saya tahu, karena setiap hari Monik bermain dan membaca buku di Rumah Senyum kami. Yup betul, ketika itu ia sudah bisa membaca dan berhitung.

Kembali ke hari itu. Saya mencari akal bagaimana melakukan intervensi pada Monik dan ibunya. Akhirnya, saya berpura-pura mengajak Gaza anak saya jalan-jalan dan melewati rumahnya. Ketika lewat, saya langsung berkomentar “wah kakak monik lagi belajar tuh gaza! kak Monik belajar apa?”. Ibunya langsung menyahut dengan keras “lagi belajar tambah-tambahan dan pengurangan nih kak. Masa gini aja ga bisa!? Dari tadi diajarin ga bisa-bisa!”. Monik hanya terdiam dengan muka pucat dan takut. Apakah ada yang salah ketika ia belum menguasai penambahan dan pengurangan? Wajar bukan? Ia baru sebulan masuk sekolah dasar, wajar kalau belum menguasai penambahan-pengurangan. Seharusnya anak di awal masuk sekolah masih belajar beradaptasi dan matematikanya pun masih berhitung sederhana. Kalaupun belajar tambah-kurang, bentuknya harus real dan kongkret. Karena tahapan kognitifnya masih operasional kongkret. Ia akan kesulitan untuk memproses informasi yang abstrak. Misal, satu apel ditambah satu apel, atau dua jeruk dikurang satu jeruk. Bukan dengan “1+1=…, “2-1=…” bahkan sudah “7-7=……”. Tambah stress lah ia.

Saya pun bilang “coba kak Idzma lihat”. Sambil saya masuk ke dalam rumahnya. Si Ibu, perhatiannya langsung beralih ke Gaza. Dan mengajak main Gaza. Bagus, jadi saya bisa mengintervensi Monik dengan bebas.

Apa yang saya lakukan? Sederhana. Saya menjelaskan sedikit prinsip tambah kurang dengan menggunakan bantuan pulpen dan jarinya agar kongkrit. Kalo tambah, jarinya dibuka. Kalo kurang jarinya dilipat, Sederhana. Lalu kemudian mendampingi ia mengerjakan PR menggunakan teknik menghitung yang saya ajarkan. Setiap ia berhasil mengerjakan satu nomor, saya memotivasinya dengan mengatakan, “Monik pintar ya”, “hebat nih, jagoan matematikanya”, “siiiip, gampang kan”, “asyik kan belajar matematik?” dan kalimat-kalimat motivasi lainnya. Hasilnya? Perlahan muka Monik semakin cerah. Senyum manisnya kembali muncul. Percaya dirinya meningkat dan akhirnya ia dapat mengerjakan PRnya dengan cepat. Setelah PRnya selesai, saya kembalimemotivasi dengan kalimat-kalimat motivasi. Dan ia pun semakin cerah dan tersenyum manis.

Apakah saya berhasil mangajari Monik matematika? Jawabannya adalah TIDAK! Kenapa? Karena sebenarnya Monik sudah mengerti hal tersebut. Yang saya lakukan hanyalah mengubah pendekatannya saja. Saya hanya memotivasi dia dan menempatkannya dalam posisi yang nyaman dan menyenangkan. Saya munculkan potensinya, Sehingga potensinya bisa berkembang optimal. Caranya sederhana, bukan?

Bagaimana dengan ibunya? Sambil main dengan Gaza, ibunya tetap memperhatikan apa yang saya lakukan. Dan akhirnya berkata ”iya nih kak, pelajaran SD sekarang susah-susah”, dan kujawab dengan santai, “iya bu, ini kecepetan. Makanya Monik jangan dipaksa. Belajarnya Pelan-pelan aja. Supaya ga stress lagi kaya dulu. Monik ini pinter banget kok. Buktinya ngerjain PRnya cepat banget”. Semoga, setelah itu ada perubahan dalam pola asuhnya dan Monik serta anak-anak lain tumbuh dan dan berkembang secara optimal. Tersenyumlah anak Indonesia!:)

Idzma Mahayattika

Hypnotherapist-Hypnoparenting trainer

KIDZSMILE Foundation

www.kidzsmile.info

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun