IF48 - Fenomena acak-mengacak siaran langsung olahraga (khususnya sepakbola) melalui jalur satelit non-bayar sudah bukan hal yang asing lagi bagi para pemirsa, khususnya di tanah air. Mulai dari Piala Dunia, Piala Eropa, Liga Inggris, Liga Champions, bahkan ISL pun diacak. Yang terbaru adalah pengacakan terhadap siaran langsung Piala Asia U-19, yang melibatkan skuad Garuda Jaya. Hal ini memang menimbulkan konsekuensi tersendiri, yakni televisi yang bersangkutan akan mendapatkan kecaman dari pemirsa yang menggunakan antena parabola. Meski demikian, pihak televisi sama sekali tidak pernah menginginkan untuk melakukan hal ini, melainkan ada kewajiban dalam klausul kontrak yang harus ditaati oleh pihak televisi dengan pihak penyelenggara atau distributor siaran. Salah satunya adalah spill over policy, yang mengharuskan televisi hanya menyiarkan siaran tersebut di negaranya sendiri. Sedangkan jangkauan siaran satelit bisa menembus batas negara, yang berpotensi memicu terjadinya pelanggaran klausul kontrak apabila tidak dilakukan pengacakan.
Jika kita berkaca pada pengalaman yang sudah terjadi, sebenarnya pengacakan siaran langsung Timnas Indonesia sudah terjadi sejak tahun 2002 lalu, saat hak siar Piala AFF (saat itu masih disponsori Tiger) dipegang oleh Trans TV. Sesuai perjanjian kontrak dengan WSG, Trans TV diharuskan untuk melakukan pengacakan siaran langsung seluruh pertandingan Piala Tiger 2002. Jika hal tersebut dilanggar dan diketahui oleh WSG, maka Trans TV diharuskan untuk membayar denda sesuai dengan perjanjian kontrak yang berlaku, atau hak siar yang dimiliki Trans TV akan dicabut.
Ketika hak siar Piala AFF berpindah ke Trans7 (dulu bernama TV7) pada tahun 2004 dan 2007, pengacakan pada siaran satelit juga kembali terjadi. Alasannya sama, Trans7 diharuskan untuk mentaati klausul kontrak dengan WSG demi mencegah terjadinya spill over ke negara tetangga. Walhasil banyak pemirsa yang kesulitan untuk menyaksikan Piala Tiger melalui layar kaca Trans7, karena keterbatasan jumlah stasiun pemancar. Saat hak siar Piala AFF berpindah ke MNC Group sejak 2008, kebijakan spill over ini sempat dicabut WSG sehingga hampir seluruh masyarakat Indonesia dapat menyaksikan siaran langsung Timnas Indonesia tanpa diacak. Namun untuk Piala AFF tahun ini, besar kemungkinan WSG akan kembali memberlakukan regulasi spill over policy seperti yang pernah terjadi saat Piala AFF 2002, 2004, dan 2007. Dan santer terdengar kabar bahwa RCTI dan MNCTV akan melakukan hal yang sama seperti yang pernah dilakukan oleh Trans TV dan Trans7 pada saat masih memegang hak siar Piala AFF sebelum tahun 2008.
Pengacakan siaran langsung Timnas Indonesia juga pernah dilakukan oleh SCTV pada awal September 2011, saat mereka bertandang ke Iran untuk menjalani Kualifikasi Piala Dunia 2014. Alasannya, hak siar laga kandang Iran saat itu dikendalikan oleh MP & Silva, sedangkan SCTV memperoleh jatah penayangan karena hak siar Liga Italia musim 2011/12 dipegang oleh Indosiar, yang juga merupakan adik kandung SCTV. Sehingga, SCTV juga harus menjalankan isi kontrak Indosiar dengan MP & Silva terkait pembelian hak siar Liga Italia.
Bagaimana dengan cabang olahraga badminton? Hampir setiap kali penyelenggaraan Thomas & Uber Cup, siaran langsung melalui parabola sering diacak. Transmedia adalah stasiun TV yang mempelopori adanya pengacakan terhadap event akbar bulutangkis sedunia ini. Sejak 2002, BWF mulai menerapkan kebijakan spill over seperti yang biasa dilakukan FIFA dan UEFA. Pengacakan ini dilakukan Transmedia ketika menyiarkan Thomas & Uber Cup pada edisi 2002, 2004, 2008, dan 2010. Hal ini juga diikuti oleh Lativi pada edisi 2006 dan MNCTV pada 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H