IF48 - Wacana kaum BSH untuk menggulirkan kembali liga tandingan rupanya berhasil terkuak. Di balik pembentukan kompetisi breakaway league yang bernama GALANESIA, ternyata ada peran orang-orang ex-Liga Primer Indonesia yang sudah kita kenal sebagai biang keladi dualisme dan kekisruhan sepakbola nasional. Salah satu orangnya adalah Ari Wibowo, pentolan Komite Perusak Federasi Sepakbola Indonesia(KPFSI) yang pernah bekerja dan mengabdi untuk Jenggala di bawah bendera LPIS saat sepakbola Indonesia sempat memasuki fase dualisme.
Namun Ari Wibowo selaku penggagas kompetisi GALANESIA berkelit bahwa kompetisi tersebut bertujuan (katanya) untuk membantu meningkatkan kualitas liga dan mematangkan industri sepakbola nasional.
Pernyataan tersebut tentunya banyak menuai kritik sekaligus kecaman dari sejumlah kalangan pecinta sepakbola nasional, khususnya dari kalangan pengamat. Mereka menilai, pembentukan kompetisi GALANESIA disinyalir sebagai upaya politik dari kubu koalisi pro-pemerintah yang ingin berkuasa kembali di PSSI, tentunya dengan bantuan dari Jenggala sebagai salah satu donatur tim sukses Jokowi-JK pada Pilpres 9 Juli lalu.
Pengamat sepakbola Tommy Welly berpendapat, bahwa munculnya GALANESIA berpotensi menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan dan perkembangan sepakbola nasional. Bahkan jika hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin fase dualisme sepakbola Indonesia akan terulang kembali.
"Sepakbola kita yang sudah on the track janganlah sampai dirusak kembali oleh orang-orang yang haus kekuasaan. Sebenarnya kita tidak pernah kehilangan satupun kesempatan di LCA, namun koefisien kita sempat turun karena PSSI sempat dirusak oleh kelompok yang hanya memikirkan kekuasaan namun tidak paham tentang aturan berorganisasi di PSSI. Setelah dualisme selesai, kompetisi kita semakin berkembang pesat, lagipula Persipura sukses berhasil maju sebagai klub wakil Indonesia pertama yang lolos ke semifinal Piala AFC. Kita juga sudah berhasil merebut kembali peluang untuk tampil di ajang LCA meski harus melalui tahap play-off. Jadi marilah kita sama-sama respect terhadap statuta FIFA, AFC, dan PSSI, kita benahi kekurangan yang ada dan tingkatkan yang sudah bagus. Itu jauh lebih baik daripada membuat kompetisi tandingan yang pada akhirnya justru akan melahirkan pemain dengan kualitas tarkam.", papar Bung Towel.
Hal senada juga diutarakan oleh Cindy Gulla, mantan member JKT48. Menurutnya, kompetisi GALANESIA yang tidak diakui oleh FIFA, AFC, dan PSSI akan menjadikan sepakbola kita menjadi kacau balau, karena dibentuk oleh kelompok yang nyata-nyata ingin berkuasa di tubuh PSSI.
"GALANESIA itu kompetisi apaan? Aku sama sekali gak pernah denger tuh beritanya di TV. Jangan-jangan ini liga tandingan ya? Ini mah bukannya membantu membangun sepakbola Indonesia, tapi malah bikin hancur karena cuma jadi alat propaganda kelompok tertentu yang ingin berkuasa lagi di PSSI, seperti waktu kasus LPI dulu. Lagian ini juga cuma bakalan jadi kompetisi ecek-ecek atau tarkam nasional, kayak LPI yang udah almarhum.", sontak gadis yang akrab disapa Cigull.
Dalam wacana kompetisi GALANESIA yang sedang diproyeksikan oleh KPFSI, ternyata peserta klub yang mendaftar didominasi oleh tim-tim siluman, bahkan ada beberapa klub yang mengkloning nama dari klub peserta Indonesia Super League. Beberapa klub tersebut adalah Persebaya "abal-abal" 1927, Matador FC Jakarta, Semarang United, Persita Muda Kendal, Bandung FC, Real Malang, Bali de Vata Royal, Freeport Papua, Dortmund Atjeh, Ken Arok FC Bojonegoro, Kapuas Wolves Kalimantan, Bremen Makassar, dan Trans Mitra Manado. Pola seperti ini tidak jauh berbeda dengan saat pagelaran Liga Primer Indonesia yang melibatkan banyak klub-klub yang dibentuk secara prematur, namun kompetisi tersebut akhirnya gagal total.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H