ISTILAH AKTIVIS itu disematkan pada mahasiswa yang tidak hanya aktif belajar di bangku kuliah tetapi mereka yang juga berperan aktif dalam control kebijakan, sosial, politik, hukum dan sebagainya.Â
Pada umumnya, istilah Aktivis mahasiswa dikonotasikan pada mereka yang aktif di Omek (organisasi ekstra kampus) seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia), dan juga PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Mereka belajar di organisasinya tidak hanya seputar materi kuliah, tetapi menyentuh pada aspek vital seperti isu agama, pemerintahan dan birokrasi. Mereka bergerak didasarkan pada materi dan ideologi pada organisasinya masing-masing.
Untung rugi dalam organisasi mesti ada, cuma kerugian itu bisa ditutupi dengan profesionalisme, keterampilan, kemampuan dan managerial yang baik dari si-aktivis. Namun bagi aktivis yang peka terhadap keadaan dan kondisi sosial, mereka tidak akan mengatakan ada kerugian karena kerugian itu hanya berlaku bagi mereka yang lemah dalam mengahadapi tantangan.Â
Bicara keuntungan, misalnya jejaring yang luas, update dan kritis atas isu-isu birokrasi dan sosial, memiliki legitimasi organisasi, dan tidak acuh pada kondisi eksternal yang kompleks.
Ketertarikan saya pada organisasi meliputi banyak alasan salah satunya menempatkan organisasi pada sub ideologisasi keislaman dan keindonesiaan yang memiliki nilai yang utuh. Selebihnya soal pengalaman, belajar, dan mengabdi itu hanya bagian nilai dasar dan hukum alamiyah di organisasi.
Orang yang mementingkan organisasi itu adalah mereka yang tidak punya jangka pendek dalam berpikir. Bicara dampak itu tergantung pada apa yang pernah ia lakukan selama berorganisasi.Â
Jika ia terukur dalam berorganisasi tak ada istilah bahwa berorganisasi melahirkan dampak negatif. Karena hanya bagi mahasiswa yang setengah-setengahlah yang menciptakan definisi negatif terhadap mereka yang aktif di organisasi. Meskipun nyatanya masih banyak oknum mahasiswa yang mincla-mincale beroganisasi yang kian hanya menambah catatan buruk terhadap istilah aktivis. Namun itu tidak bakal mengurangi substansi dan esensi dari istilah aktivis mahasiswa.
Seorang aktivis yang lambat mengurusi akademiknya, bahkan lulus hingga semester 14. Itu perlu ditelusuri kembali, mereka masuk yang aktif apa yang hanya tergolong orang yang mencantumkan nama di organisasi, karena mereka yang sudah militan pasti akan mengukur kapan waktu yang tepat untuk keluar dari kampus.
Bicara waktu, saya lebih meluangkan banyak waktu untuk berproses di organisasi. Alasannya karena pengalaman kuliah tak sebanding dengan apa yang saya dapat di organisasi. Namun bukan berarti saya tidak mengurusi akademik, tetap saya jalankan keduanya.
***