Mohon tunggu...
Idris Wiranata
Idris Wiranata Mohon Tunggu... Lainnya - (Orion Ezra)

Tinggal di Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Dengan ketertarikan di dunia psikologi, hukum dan teknologi, saya membawa perspektif yang unik ke dalam tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Quiet Quitting, Fenomena dan Implikasinya dalam Hukum Ketenagakerjaan di Era Digital

31 Agustus 2024   18:43 Diperbarui: 31 Agustus 2024   20:04 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketidakjelasan Jalur Karier: Ketidakpastian mengenai perkembangan karier atau kurangnya peluang untuk naik jabatan bisa membuat karyawan merasa tidak ada gunanya untuk bekerja keras.

Quiet Quitting dan Perspektif Hukum Ketenagakerjaan

Fenomena quiet quitting menimbulkan berbagai pertanyaan tentang bagaimana hukum ketenagakerjaan memandang dan menangani situasi ini. Dari sudut pandang hukum, quiet quitting dapat dianggap sebagai masalah performa, tetapi implikasinya bisa jauh lebih kompleks.

1. Hak dan Kewajiban Karyawan

Setiap karyawan memiliki hak untuk bekerja sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang disepakati dalam kontrak kerja mereka. Quiet quitting terjadi ketika karyawan memilih untuk mematuhi kontrak kerja secara ketat, tanpa berusaha untuk melebihi ekspektasi yang tidak tercantum dalam kontrak. Dalam hal ini, selama karyawan memenuhi kewajiban mereka yang tertulis, mereka tidak melanggar hukum.

Namun, perusahaan sering kali mengharapkan karyawan untuk menunjukkan inisiatif, fleksibilitas, dan kesediaan untuk mengambil peran lebih besar ketika diperlukan. Harapan ini sering kali tidak tertulis, sehingga sulit untuk menegakkannya secara hukum jika seorang karyawan memilih untuk hanya melakukan pekerjaan minimum.

2. Performa dan Evaluasi Kinerja

Quiet quitting dapat mempengaruhi penilaian kinerja karyawan. Dari perspektif hukum, jika karyawan secara konsisten menunjukkan performa di bawah standar yang diharapkan oleh perusahaan, hal ini dapat menyebabkan tindakan disipliner, termasuk kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, penting untuk diingat bahwa tindakan PHK harus didasarkan pada bukti bahwa karyawan gagal memenuhi standar kinerja yang telah dikomunikasikan secara jelas dan adil.

Jika tidak ada standar kinerja yang jelas atau karyawan tidak diberikan umpan balik yang memadai, maka tindakan PHK dapat diperdebatkan dari segi hukum. Karyawan memiliki hak untuk diperlakukan secara adil dan transparan, dan setiap tindakan disipliner harus sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku.

3. Isu Burnout dan Tanggung Jawab Perusahaan

Burnout adalah salah satu penyebab utama quiet quitting. Dari sudut pandang hukum, perusahaan memiliki kewajiban untuk memastikan kesehatan dan keselamatan karyawan mereka, termasuk kesehatan mental. Jika quiet quitting adalah hasil dari burnout yang disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan atau lingkungan kerja yang tidak sehat, perusahaan dapat dianggap lalai dalam memenuhi tanggung jawab mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun