Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Taman Baca Jujur, Inovasi Gerakan Literasi dari SMPN 50 Bandung

28 Agustus 2016   00:30 Diperbarui: 28 Agustus 2016   07:14 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para siswa SMPN 50 Bandung berfoto bersama di depan Taman Baca Jujur (Foto : Dok. SMPN 50 Bandung)

Oleh:

IDRIS APANDI

Ketika Saya berkunjung ke SMPN 50 Bandung beberapa waktu yang lalu, ada pemandangan yang mengundang perhatian Saya, yaitu sebuah bangunan bernama Taman Baca Jujur. Saya pun penasaran masuk ke ruang tersebut. Pada Ruang tersebut terdapat dua buah lemari buku, kursi, meja, dan pajangan hasil prakarya siswa.

Ketika Saya bertanya kepada Dra. Tatin Lesmanawati, M.M.Pd., Kepala SMPN 50 Bandung mengapa bangunan tersebut disebut Taman Baca Jujur? Beliau menjawab bahwa bangunan disebut Taman Baca Jujur karena memang tempat membaca itu tidak dijaga. Siswa yang mau membaca, silakan masuk ke ruangan, silakan baca buku yang diminati atau dibutuhkan, dan ketika selesai, siswa menyimpan kembali buku ke tempat semula.

img-20160813-wa0023-57c1cdd2e3afbdb6240da7c6.jpg
img-20160813-wa0023-57c1cdd2e3afbdb6240da7c6.jpg
Pada hari Senin sampai dengan Jumat, Taman Jujur banyak dikunjungi oleh siswa, sedangkan pada hari Sabtu, bangunan tersebut sepi karena mereka tidak sekolah. Sebenarnya SMPN 50 Bandung juga memiliki perpustakaan, tetapi keberadaan Taman Jujur ini menjadi sarana pelengkap dalam rangka ikut menyosialisasikan dan menyukseskan Gerakan Literasi di Provinsi Jawa Barat pada umumnya dan Kota Bandung pada khususnya.

Saat ini Gerakan Literasi Sekolah (GLS) memang sedang digaungkan oleh pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Tujuannya agar bangsa Indonesia khususnya para pelajar melek baca sebagai salah satu bentuk literasi dasar mengingat minat baca bangsa Indonesia masih rendah.

Peringkat literasi berada pada urutan nomor dua dari bawah. Menurut data World's Most Literate Nations, yang disusun oleh Central Connecticut State University tahun 2016, peringkat literasi kita berada di posisi 60 dari 61 negara yang diteliti. Indonesia hanya lebih baik dari Bostwana, negara di kawasan selatan Afrika. Data UNESCO tahun 2012 menunjukkan bahwa indeks tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius. Dengan rasio ini, berarti di antara 250 juta penduduk Indonesia, hanya 250.000 yang punya minat baca.

Hal ini tentunya sangat memprihatinkan. Indonesia yang telah 71 tahun merdeka ternyata minat bacanya masih sangat rendah. Oleh karena itu, perlu ada gerakan yang masif untuk meningkatkan minat baca. Membaca adalah modal utama untuk membuka wawasan baru. Pepatah bijak mengatakan bahwa “buku adalah gudangnya ilmu, tetapi membaca adalah kuncinya.” Oleh karena itu, membaca menjadi hal yang sangat penting.

img-20160813-wa0010-57c1cd9b93fdfd8a414bb36e.jpg
img-20160813-wa0010-57c1cd9b93fdfd8a414bb36e.jpg
Membaca bukan hanya diidentikkan dengan pekerjaan guru, dosen, peneliti, atau kalangan akademisi lainnya, tetapi harus menjadi kebutuhan bahkan gaya hidup setiap orang. Di era digital saat ini, dengan menggunakan gadgetatau tablet, kita dapat dengan mudah mengakses informasi yang diperlukan, atau membaca e-book­. Walau demikian, peran buku tetap sangat penting. Informasi yang dibaca di internet kadang hanya sepotong-sepotong, sedangkan pada buku terdapat pembahasan yang rinci. Selain itu membaca dari gadgetdapat berdampak kurang baik terhadap kesehatan mata.

Berbagai inovasi atau kreativitas dilakukan agar minat baca ini semakin meningkat. Salah satunya adalah dengan mendirikan Taman Baca di sekolah. Agar tempat ini diminati oleh siswa, tentunya harus dikelola dengan baik dan koleksi bukunya pun harus beragam agar para siswa tidak bosan. Oleh karena itu, sekolah pun perlu melakukan berbagai langkah dalam pengadaan buku. Misalnya, melalui membeli buku dengan menggunakan dana BOS, menggandeng Komite Sekolah untuk mengadakan program pengadaan buku, bermitra dengan perpustakaan daerah, mencari donasi kepada pihak yang dianggap bisa membantu, dan sebagainya.

Gerakan Literasi memang memerlukan kepedulian dan kerjasama semua pihak, bukan hanya menjadi tanggung jawab pihak-pihak tertentu saja. Dan hal ini yang masih menjadi tantangan, dimana belum semua pihak terkait memiliki kepedulian yang sama. Para guru yang menjadi ujung tombak GLS harus terus berjuang, jangan putus asa, walau tantangan yang dihadapi berat, baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar. Sebuah perjuangan tentunya memerlukan pengorbanan, dan Saya yakin hal tersebut sudah disadari bahkan mungkin sedang dialami dengan oleh mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun