Ir. Soekarno (Bung Karno), Drs. Mohamad Hatta (Bung Hatta), dan Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya HAMKA) adalah tiga sosok yang tidak akan lepas dari sejarah perjuangan bangsa merebut kemerdekaan RI dari tangan penjajah. Mereka adalah pejuang, pendiri negara (founding father),Bapak-bapak bangsa, dan sekaligus juga adalah pahlawan bangsa. Mereka adalah sosok yang penuh dedikasi berpikir dan berbuat tanpa pamrih untuk bangsa dan negara.
Generasi muda yang mewarisi kemerdekaan negara ini, harus banyak belajar dan meneladani mereka. Bung Karno dan Bung Hatta banyak terlibat dalam pergerakan kemerdekaan, melalui jalur politik dan diplomasi, sementara Buya HAMKA adalah seorang ulama pejuang, yang berjuang melalui jalan dakwah.
Soekarno dan Hatta adalah dua tokoh yang telah bersahabat sejak zaman penjajahan  dan sama-sama pernah menimba ilmu di negeri Belanda. Soekarno dan Hatta adalah Dwi Tunggal yang memproklamasikan kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945. Persahabatan antara Soekarno dan Buya HAMKA terjalin pada saat Buya HAMKA mengunjungi Soerkarno di tempat pengasingannya di Bengkulu tahun 1941. Hatta dan Buya HAMKA adalah dua tokoh sama-sama berasal dari tanah Minang.
Dalam memperjuangkan prinsip perjuangannya, mereka memiliki kesamaan, yaitu disamping menggunakan jalan damai dan jalan kompromi, juga pernah merasakan kokoh dan dinginnya tembok penjara. Soekarno dan Hatta pernah dipenjara dan dibuang oleh Belanda ke beberapa daerah atau pulau, sedangkan Buya HAMKA justru dipenjara oleh Soekarno selama 2 tahun 4 bulan (1964-1966) atas tudingan melanggar Undang-undang Antisubversif Pempres Nomor 11 yaitu merencanakan pembunuhan kepada presiden.
Disamping memiliki persamaan, mereka juga memiliki perbedaan pendapat. Soekarno adalah tokoh yang menginginkan Indonesia berbentuk kesatuan, sementara Hatta ingin Indonesia berbentuk negara federal. Soekarno pernah mengkritik hasil kesepakatan Konferensi Meja Bunda (KMB) tahun 1949 yang menyepakati Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Delegasi Indonesia saat itu dipimpin oleh Hatta. Bung Karno menilai bahwa kesepakatan inilah yang menyebabkan kondisi Indonesia makin buruk tahun 1950-1952.
Puncak perbedaan pendapat antara Soekarno dan Hatta adalah saat Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden pada tanggal 1 Desember 1956. Setelah itu, hubungan antara Soekarno dan Hatta menjadi renggang. Dwi tunggal pun pecah. Tinggal Soekarno yang memimpin pemerintahan, sedangkan Hatta mengisi aktivitasnya dengan menulis.
Hubungan antara Soekarno dan Buya HAMKA menjadi renggang ketika tahun 1964 Soekarno menjebloskan Buya HAMKA atas tuduhan subversif dan mengancam keamaman negara. Buya HAMKA mengisi waktu selama di penjara dengan menyelesaikan tafsir Al Qur’an. Tahun 1964, menjelang runtuhnya rezim Orde Lama, Buya HAMKA dibebaskan.

Walau Soekarno, Hatta, dan Buya HAMKA secara ideologi memiliki pendapat yang berbeda, tetapi secara pribadi, mereka adalah orang yang sangat dekat. Ketika Bung Karno sakit, Bung Hatta pun menjenguknya tanggal 19 Juni 1970. Bung Hatta sampai menangis ketika melihat kondisi Bung Karno yang tergolek lemah di RSPAD Gatot Soebroto, dan dua hari kemudian, Bung Karno Pun wafat.
Kabar wafatnya Bung Karno sampai juga kepada Buya HAMKA, setelah delapan tahun (1962-1970) hubungan mereka renggang. Utusan keluarga Soekarno mendatangi Buya HAMKA dan membawa surat yang isinya berisi wasiat Bung Karno, agar Bung Karno menginginkan Buya HAMKA yang mengimami shalat jenazahnya. Dengan kemuliaan akhlaknya, Buya HAMKA mengimami shalat jenazah Bung Karno, lawan politik yang pernah menjebloskannya ke penjara.
Tindakan Buya HAMKA tersebut ada yang menentang karena sebagai orang pernah didzalimi oleh Bung Karno, Kok mau-maunya menyalati jenazahnya? Tapi Buya HAMKA dengan bijak menanggapi berbagai keberatan tersebut dengan Ada dua alasan yang disampaikan Buya. Pertama, hanya Allah yang tahu seseorang itu munafik atau tidak. Yang jelas, saat ajal menjemput Soekarno tetap seorang muslim. Kedua, ada dua buah masjid monumental bagi umat Islam di Indonesia, Masjid Baitur Rahim di kompleks istana dan masjid Istiqlal, yang berdiri atas jasa Soekarno. Â Dengan demikian, Buya HAMKA mengenyampingkan kesalahan Bung Karno padanya, dan lebih melihat sisi baiknya.