Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Selamat Jalan Siti Rahmani Rauf, Sang “Ibu Budi” yang Sesungguhnya

12 Mei 2016   09:01 Diperbarui: 12 Mei 2016   11:18 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kumpulanmisteri.com

Kabar duka menyelimuti dunia pendidikan Indonesia. 10 Mei 2016, Siti Rahmani Rauf, Penulis buku 'Ini Budi' mengembuskan nafas yang terakhir pada usia 97 tahun. Beliau wafat setelah selama 30 tahun berjuang melawan penyakit gula yang dideritanya.

Buku 'Ini Budi' menjadi karya yang fenomenal, akan tetap dikenang, walau sudah ada ribuan buku bacaan yang mirip. Siti Rahmani Rauf, yang bertugas sebagai guru sejak tahun 1937 menulis buku 'Ini Budi' setelah mendapatkan tawaran dari Kemdikbud untuk menulis Buku Bacaan Bahasa Indonesia. Hebatnya, Beliau menulis buku tersebut tanpa menerima bayaran. Beliau melakukan hal tersebut dilandasi oleh rasa cintanya terhadap pendidikan. Buku terbitan PT Balai Pustaka tersebut digunakan sebagai buku bacaan di kelas rendah SD pada tahun 1980-1990-an.

Siti Rahmani Rauf, Penulis Buku. Sumber: nasional.republika.co.id
Siti Rahmani Rauf, Penulis Buku. Sumber: nasional.republika.co.id
Metode pembelajaran bahasa yang sekaligus menggunakan alat peraga, yang disebut Struktur Analitik Sintesis (SAS) Bahasa Indonesia tersebut dianggap menyenangkan bagi siswa SD pada masa itu sehingga membantu para murid menjadi lebih cepat bisa membaca. (Wikipedia).

Saya sendiri termasuk salah seorang yang pernah menggunakan buku bacaan tersebut pada saat saya masuk SD tahun 1986. Buku tersebut begitu mudah dipelajari oleh siswa karena materinya sangat sederhana, benar-benar runut, bertahap dari hal yang mudah kepada hal yang sulit, dilengkapi gambar ilustrasi, sehingga sesuai dengan karakter dan tingkat kebutuhan siswa saat itu.

“Ini Budi, ini ibu Budi, ini bapak Budi, Budi kakaknya Wati, dan Wati kakaknya Iwan.” Ini Budi, Budi, Budi, Budi... Saya ingat, suara tersebut bergemuruh di ruang kelas. Para murid asyik membaca dan guru dengan telaten membimbing siswa membaca. Sungguh kegiatan belajar yang bermakna dan penuh dengan kenangan. Buku 'Ini Budi' telah banyak membuat ribuan bahkan jutaan anak Indonesia bisa membaca.

Pelajaran Bagi Guru Masa Kini
Dari sosok Bu Siti Rahmani, ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil. Pertama, dedikasi dan rasa cinta terhadap tugas. Bu Rahmani menjadi guru selama 40 tahun, mulai tahun 1937 dan pensiun tahun 1976. Rentang waktu tersebut adalah sebuah perjalanan panjang dalam mengabdi sebagai seorang guru. Sudah ribuan orang dididiknya, dan mungkin saja saat ini anak didiknya sudah menjadi orang-orang sukses, pengusaha, pejabat di pemerintahan, atau pada bidang lainnya.

Kedua, keihklasan. Bu Siti Rahmani menulis buku 'Ini Budi' tanpa dibayar. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian dan rasa cintanya terhadap pendidikan. Saya sendiri tidak tahu apakah Beliau mendapatkan royalti atau tidak dari bukunya tersebut. Hal tersebut tentunya harus dicontoh oleh guru-guru di Indonesia, di mana saat ini kondisinya sudah berbeda. Walau sudah mendapatkan sertifikasi, tapi masih saja yang meributkan urusan kesejahteraan. Diskusi-diskusi yang muncul di ruang guru lebih banyak didominasi urusan tentang urusan sertifikasi dan Tunjangan Profesi Guru (TPG) daripada urusan peningkatan profesionalisme.

Ikhlas memang tidak selalu identik dengan tidak dibayar, karena walau dibayar pun belum tentu ikhlas disebabkan bayarannya terlalu sedikit atau tidak sesuai dengan harapan. Ikhlas adalah urusan hati, urusan antara manusia dengan Sang Pencipta. Tapi keikhlasan tersebut setidaknya dapat terlihat dari dedikasi dan loyalitasnya terhadap pekerjaan.

Ketiga, mengukir sejarah. Bu Siri Rahmani bukan guru biasa, tetapi guru luar biasa, guru istimewa, dan sosok guru inspiratif. Namanya akan ditulis dengan tinta emas dalam sejarah pendidikan di Indonesia. Buku 'Ini Budi' telah membuatnya berbeda dengan guru-guru yang lain. Buku 'Ini Budi' telah menjadi 'saksi bisu' akan keberadaan dan dedikasinya sebagai guru. Buku 'Ini budi' adalah warisan intelektual dari Bu Siti Rahmani untuk Bangsa Indonesia.

Guru-guru masa kini pun saya kira dapat mencontoh sosok Bu Rahmani mengukir sejarah. Misalnya dengan mengikuti jejaknya menjadi penulis buku, atau menjadi guru yang memiliki dedikasi, loyalitas, dan pengabdian yang sangat tinggi dalam mencerdaskan anak-anak bangsa. Ribuan anak-anak bangsa yang didik selama sekian puluh tahun adalah mutiara-mutiara yang sangat berharga. Itulah sejarah yang diukir oleh guru. Anak-anak didiknya akan terus mengenang jasa gurunya.

Selamat jalan 'Ibu Budi', selamat beristirahat dalam keabadian. Do’a kami menyertaimu. Kami mengucapkan terima kasih atas karya hebatmu yang telah membuat kami bisa membaca. Semoga kami bisa mengikuti jejakmu untuk berkarya, dan semoga Allah SWT menempatkanmu pada derajat yang tinggi. Aamiin Yra...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun