Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Revisi PP Guru Tidak Berdampak Signifikan Terhadap Peningkatan Peran Organisasi Profesi Guru

15 Juni 2017   15:40 Diperbarui: 15 Juni 2017   15:50 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2017 tentang Perubahan atas PP Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru. Perubahan tersebut dilatatarbelakangi oleh upaya untuk meningkatkan tata kelola, profesionalisme, dan perlindungan guru.  

Setelah saya telaah dan saya bandingkan kedua PP tersebut, menurut saya tidak ada perubahan yang signifikan dan revolusioner berkaitan dengan tata kelola guru. Masih berkutat seputar mekanisme pelaksanaan sertifikasi atau prosedur pemberian sertifikat pendidik, dan pengaturan beban kerja guru.

Sertifikasi tetap dipercayakan kepada Perguruan Tinggi. Begitupun sertifikat pendidik diberikan oleh pemimpin perguruan tinggi, bukan oleh organisasi profesi guru. Organisasi profesi guru hanya perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru. Jadi kata kuncinya pada pengembangan profesionalitas guru, bukan pada pemberian izin atau pemberian sertifikat pendidik.

Organisasi profesi guru yang diatur pada PP tersebut antara lain Kelompok Kerja Guru (KKG), Musayawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah dan (MKPS). Sedangkan organisasi profesi guru yang saat ini ada seperi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Ikatan Guru Indonesia (IGI), atau organisasi profesi guru lainnya tidak tercantum.

Oleh karena itu, menurut saya hal ini menjadi rancu karena organisasi-organisasi profesi guru tersebut banyak memperjuangkan kepentingan guru dan melakukan berbagai kegiatan peningkatan profesionalisme guru. Walau memang pada kenyataannya, organisasi profesi guru tidak sepenuhnya diurus oleh guru karena ada pengurusnya yang bukan guru. Dengan demikian, hal ini pun tentunya melanggar ketentuan yang berlaku dan terkesan dibiarkan.

Organisasi profesi guru tampaknya belum dipercaya menjadi lembaga yang memberikan lisensi praktek guru mengajar seperti halnya organisasi profesi kedokteran atau advokat. Mereka memiliki otonomi dalam memberikan izin praktek, menangani pelanggaran kode etik, peningkatan dan perlindungan profesi, hingga kepada pemberian sanksi kepada yang melanggar kode etik.

Belum dipercayanya organisasi profesi guru sebagai pemberi sertifikat pendidik disebabkan oleh berbagai hal, antara lain karena tidak memiliki SDM dan sarana dan prasarana yang memadai, apalagi pemberian sertifikat pendidik dilakukan melalui proses Pendidikan Profesi Guru (PPG) dimana pelaksananya harus memiliki program studi yang relevan, terakreditasi minimal B, memiliki pendidik dan tenaga kependidikan yang sesuai dengan standar nasional perguruan tinggi, dan memiliki sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar nasional perguruan tinggi. Dan memang pendidikan calon guru adanya di Perguruan Tinggi yang memiliki fakultas keguruan.

Menurut saya, sebenarnya kalau peran organisasi profesi guru mau benar-benar diberdayakan dalam pemberian sertifikat pendidik, berikan wewenang penyelenggaraan sertifikasi kepada organisasi profesi guru. Biarkan mereka yang membuat program kemitraan dengan berbagai pihak termasuk perguruan tinggi untuk proses sertifikasi.  Pertanyaannya, apakah ada political willpemerintah untuk melakukan hal tersebut?

Organisasi profesi guru jangan hanya cukup dibuai dengan blockgrant-blockgrantpeningkatan mutu yang diberikan secara temporer dan sewaktu-waktu akan hilang. Organisasi profesi guru harus terus menata dirinya agar layak dipercaya untuk menjadi lembaga pemberi sertifikat pendidik.

Selama ini organisasi profesi guru hanya diposisikan sebagai perkumpulan para guru, hanya bedanya harus berbadan hukum. Yang saya tahu, sebuah organisasi berbadan hukum harus didirikan berdasarkan akte notaris. Pertanyaannya adalah apakah KKG, MGMP, KKKS, KKPS adalah memiliki akte pendirian dari notaris? Apakah Surat Keputusan (SK) kepengurusan dari Kepala Dinas Pendidikan bisa dijadikan sebagai dasar sebuah badan hukum? Mengapa Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) tidak tercantum dalam PP tersebut? Padahal secara defactomereka ada.

Pemerintah saat ini nampaknya masih setengah hati dalam memosisikan organisasi profesi guru, dan justru semakin memperkuat hegemoni perguruan tinggi sebagai lembaga pemberi sertifikat pendidik. Semoga ke depan, peran organisasi profesi guru bukan hanya berkutat sebagai sarana kumpul-kumpul guru saja, tetapi perannya benar-benar utuh dan menyeluruh mulai dari pemberian sertifikat pendidik, peningkatan profesionalisme guru, perlindungan guru, dan penegakkan kode etik guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun