Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puasa, Pancasila dan Revolusi Mental

31 Mei 2017   15:03 Diperbarui: 31 Mei 2017   15:08 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada bulan ramadan umat Islam diwajibkan menjalankan ibadah puasa. Semua telah mafhum bahwa tujuan berpuasa adalah untuk membentuk pribadi yang bertakwa. Dimensi dari takwa luas, ada berdimensi vertikal (hablumminallah), ada yang berdimensi horizontal (hablumminannaas).Dimensi vertikal adalah adalah peningkatan dalam kualitas dan kuantitas ibadah ritual kepada Allah Swt., sedangkan dimensi horizontal adalah meningkatnya solidaritas kepada sesama manusia.

Pelaksanaan puasa pada tahun ini bertepatan dengan peringatan hari lahirnya Pancasila, tanggal 1 Juni yang mulai tahun 2017 dijadikan sebagai hari libur nasional. Tujuannya untuk menghormati, mengenang, merenungkan kembali, dan mengambil pelajaran dari nilai-nilai Pancasila sebagai kesepakatan para pendiri bangsa untuk dijadikan sebagai ideologi dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jika ditelaah, makna puasa sangat relevan dengan nilai-nilai Pancasila. Puasa merupakan bentuk ketaatan seorang muslim terhadap perintah Allah Swt., iman menjadi fondasinya, karena belum tentu semua muslim yang imannya rendah mau berpuasa, sebuah aktivitas fisik yang berat, tidak makan, tidak minum, tidak melakukan hubungan suami-istri di siang hari. Hal ini relevan dengan sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Seorang manusia yang beriman dan bertakwa, tentunya akan menaati setiap perintah-Nya, dan menjauhi hal yang dilarang-Nya.

Puasa mengajarkan untuk peduli terhadap orang lain. Orang yang berpuasa merasakan tidak enaknya perut lapar dan kerongkongan haus. Pada saat buka puasa, lapar dan haus itu akan hilang. Lapar dan haus ketika berpuasa bukan karena tidak ada makanan dan minuman, tetapi karena ajaran agama melarangnya. Bahkan acara buka puasa selain dilakukan di rumah, juga dilaksanakan di hotel dan restoran degan menu makanan yang mahal dan banyak jenisnya.

Pada saat tiba waktu berbuka puasa, maka semua orang yang berpuasa wajib berbuka puasa. Jangan membiarkan diri kelelahan berpuasa. Islam mengajarkan harus adil buka hanya kepada orang lain,tapi juga kepada diri sendiri. Makanya Islam melarang umatnya puasa semalam suntuk, karena akan merusak kondisi tubuh.

Berbeda dengan kaum fakir, miskin, dan dhuafa yang memang lapar dan haus karena tidak memiliki makanan dan minuman. Kalau istilah sunda, koreh-koreh cok,yang artinya mencari nafkah hari ini dan dimakan juga hari ini. Esok harus mencari lagi, dan kadang begitu sulit baginya untuk mencari rezeki. Makan seadanya. Daging yang bagi sebagian orang kaya adalah hal yang biasa, tetapi bagi orang miskin adalah barang yang mewah, sangat jarang menikmatinya. Makanan dihotel-hotel dan restoran kadang banyak yang tersisa, jadi sampah, dan diambil oleh kaum gelandangan.

Hal ini relevan dengan sila kedua Pancasila kemanusiaan yang adil beradab. Mengajarkan bahwa setiap manusia harus adil dan beradab baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Mampu bersikap peduli dan empati terhadap orang lain. Dan jangan menyakiti fisik dan perasaan orang lain. Intinya, harus menggunakan hati nurani sebagai kompas kehidupan setiap manusia.

Puasa mengajarkan persatuan umat. Walau kadang suka beda waktu penentuan awal ramadan dan jatuhnya idul fitri karena perbedaan metode, yang satu menggunakan metode hisab dan yang satu menggunakan metode rukyatul hilal atau melihat hilal, tetapi umat Islam diimbah agar tidak terpecah belah menyikapi perbedaan tersebut. Tetap saling menghormati antarkelompok umat Islam.

Menjelang datangnya bulan ramadan, warga bersatu, bergotong rotong membersihkan masjid, jalan, gorong-gorong, selokan, menyediakan takjil bagi yang berbuka puasa di masjid. Selain itu, warga juga bergotong royong membangunkan sahur, dan pada saat pembagian zakat fitrah, warga juga bergotong royong membentuk panitia mengumpulkan dan membagikannya, tapi ada juga yang langsung disalurkan ke lembaga zakat.

Hal ini relevan dengan sila ketiga Pancasila adalah persatuan Indonesia. Sila tersebut mengajarkan bahwa semua anak bangsa harus bersatu walau berbeda-beda suku bangsa, bahasa, dan agama. Kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia adalah disamping berkat rahmat Allah Swt., juga berkat persatuan para pejuang dari berbagai daerah di Indonesia. Perjuangan yang bersifat kedaerahan terbukti gagal mengusir penjajah Belanda.

Menjelang puasa, kementerian agama mengundang Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas Islam bersidang dan bermusyawarah menentukan jatuhnya awal ramadan berdasarkan data dan informasi dari petugas pelihat hilal dari berbagai daerah. Dan setelah dipastikan, maka pemerintah mengumumkan secara resmi jatuhnya bulan ramadan. Di masyarakat pun, warga bermusyawah menentukan daftar imam tarawih selama bulan ramadan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun