Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mudik ke Kompasiana

3 Juli 2016   15:34 Diperbarui: 3 Juli 2016   15:59 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mudik. (Ilustrasi ; http://i.mobavatar.com/)

Oleh:

IDRIS APANDI

Saya termasuk yang orang yang tidak dapat merasakan “sensasi” mudik, tidak merasakan macet sebagai seninya mudik, karena kebetulan bukan seorang perantau yang jauh dari kampung halaman. Dari rumah Saya ke orang tua Saya hanya berjarak sekitar 3 KM. Jadi, hanya butuh waktu lima menitan saja, untuk menuju ke rumah orang tua Saya. Karena jarak rumah Saya dan orang tua tidak jauh tersebut, maka Saya bisa kapan saja berkunjung kepada orang tua.

Karena Saya tidak mudik, maka Saya tidak bisa update status otw mudik atau cerita tentang kemacetan arus mudik. Saya hanya mengikuti berita-berita mudik yang berseliweran di media baik di media onlineatau di stasiun TV, dan mengikuti laporan atau curhat para pemudik di media sosial. Mau keluar rumah atau berjalan-jalan ke tengah kota, rasanya malas karenakebayang padat dan macetnya.

Ketika orang lain banyak yang mudik ke kampung halaman, maka Saya memilih “mudik” ke Kompasiana, blogyang telah tujuh tahun Saya masuk di dalamnya. Mengisi waktu ramadhan di Kompasiana, selain menulis artikel, Saya pun membaca beragam artikel yang berkaitan dengan puasa, ramadhan, atau tulisan-tulisan lainnya hasil karya para Kompasianer.

Sungguh banyak manfaat yang Saya rasakan dengan berselancar di Kompasiana. Dulu waktu sekolah, Saya mengikuti pesantren kilat, maka saat ini, dengan mengakses Kompasiana, Saya seperti mengikuti pesantren kilat, bahkan bukan kilat lagi, tapi bulan karena setiap hari selama ramadhan Saya “nyantri” di Kompasiana.

Mudik” ke Kompasiana tidak perlu berpanas-panas atau bermacet-macet ria. “Kendaraan” yang digunakan adalah laptop, gadget,dan akses internet. Melalui “kendaraan” tersebut, Saya dapat berselancar dimana pun dan kapan pun. Bahkan para pemudik beneranpun, sambil bermacet-macet, dapat juga mengakses Kompasiana. Di situ banyak tips-tips mudik lho...

Tahun ini dan tahun-tahun berikutnya Saya memilih “mudik” ke Kompasiana, sepanjang Saya tidak pindah tugas atau pindah rumah. Cukuplah Kompasiana menjadi “kampung halaman” pada dunia ide Saya. Saya, seperti halnya para Kompasianer yang memilih tidak mudik merasakan suasana yang nyaman pada ruang-ruang menulis di Kompasiana. Para admin adalah para tuan rumah yang ramah, yang dengan setia menerima dan memverefikasi setiap tulisan yang diposting di Kompasiana.

Bagi Saya, mudik ke Kompasiana lebih dimaknai sebagai mudik ide dan mudik psikologis. Alhamdulilah,selama ramadhan ini, Saya mengisinya selain dengan melaksanakan tugas rutin, juga dengan menulis di Kompasiana, suatu yang bagi Saya telah menjadi gaya hidup sekaligus sebagai kebutuhan Saya. Kalau sehari tanpa mengakses Kompasiana, rasanya mati gaya, terasa ada yang kurang dalam hidup. Oleh karena itu, rasanya tepat kalau tujuan “mudik” Saya adalah Kompasiana.

Bagi pemudik beneran, walau macet, mudik adalah perjuangan yang harus dilalui dan harus dibuat enjoy supaya tidak stres. Bayangkan saja kemacetan berjam-jam tersebut seperti sedang berlibur di pantai yang indah dan ditemani angin yang bersemilir yang membuat badan jadi adem.

Begitupun dengan Saya. Saya enjoy “mudik” ke Kompasiana. Ketika hasrat “mudik” semakin tinggi, maka Saya pun semakin ingin menggerakkan jari-jari Saya pada tombol-tombol huruf di laptop Saya untuk menuliskan ide-ide Saya. Kata demi kata demi kata yang tulis ibarat rute perjalanan yang saya lalui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun