Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyingkap Sisi Lain Tradisi Ngabuburit

28 Mei 2017   21:51 Diperbarui: 28 Mei 2017   22:45 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MENYINGKAP SISI LAIN TRADISI NGABUBURIT

Oleh:

IDRIS APANDI

Ngabuburit merupakan tradisi pada bulan Ramadan. Kata “ngabuburit” berasal dari bahasa sunda yang makin populer, dan kini sudah dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ngabuburit artinya adalah menunggu azan magrib menjelang berbuka puasa pada waktu bulan Ramadan. Dengan kata lain, ngabuburit bukan hanya terjadi di Jawa Barat, tetapi di provinsi-provinsi lain di Indonesia.

Banyak orang yang ngabuburit dengan tujuan agar tidak merasa bosan atau kesal menunggu datangnya waktu buka puasa. Mereka melakukan berbagai aktivitas atau hobi. Dulu, ketika saya masih kecil dan belum boominggawai seperti saat ini. Acara ngabuburit selain diisi dengan mengaji selepas salat asar, bermain bersama-sama dengan teman-teman seperti main sepak bola, rerebonan, galah, uucingan,main petasan, nyeungeut lodong,dan sebagainya. Tapi kini, setelah zaman gawai, ngabuburit banyak diisi dengan berselancar di dunia maya.

Walau demikian, ada juga yang tadarus Alquran, membaca buku, atau menulis. Ibu-ibu mengisi ngabuburit dengan memasak di dapur. Jalanan pun mulai ramai oleh para pengguna jalan, baik yang pulang kantor, orang-orang yang mencari takjil, para remaja yang mengendarai sepeda motor. Acara-acara TV dan radio pun sudah banyak yang berisi acara menyongsong buka puasa.

Jika ditelaah, ngabuburit bukan hanya dilihat sebagai sebuah peristiwa yang rutin terjadi setiap bulan Ramadan, tetapi sebuah hal yang bisa dikaji dari beberapa sudut pandang. Pertama, dari sisi religiusitas, ngabuburit dengan tadarus Alquran, berdoa, berzikir sangat bermanfaat. Disamping sebagai sebuah ibadah dengan pahala yang berlipat-lipat, juga membuat waktu sangat bermanfaat serta dapat menenangkan hati.

Kedua, dari sisi tradisi, banyak tradisi ataukaulinanyang masih dilakukan di kampung-kampung oleh anak-anak, remaja, dan orang tua untuk menunggu datangnya bulan puasa. Anak-anak asyik bermain, sedangkan ibu-ibu memasak di dapur atau mengasuh anak-anak.

Ketiga, dari sisi ekonomi, waktu ngabuburit banyak pedagang takjil atau menu untuk buka puasa. Di sisi lain, ada juga pembeli. Di situ terjadi transaksi jual beli. Milyaran atau mungkin triliunan uang berputar hanya pada saat jual beli takjil buka puasa. Dengan kata lain, disitu ada sisi kewirausahaan, ada sisi pemberdayaan ekonomi rakyat yang bergulir. Bahkan pada bulan Ramadan, ada pedagang dadakan takjil puasa. Hal itu sah-sah saja sebagai upaya untuk membantu masyarakat yang memerlukan takjil sekaligus mendapatkan keuntungan.

Dari sisi sosial, pada saat ngabuburit terjadi interaksi sosial, baik antar teman bermain, antara pedagang dan pembeli, antara anak dan orang tua, atau antar tetangga. Ngabuburit dilakukan baik secara perorangan, berkelompok, atau melibatkan massa banyak. Di tempat keramaian dan mall banyak warga yang menikmati waktu ngabuburit.

Ada media yang menyelenggarakan acara khusus ngabuburit dengan disponsori oleh produk tertentu. Ngabuburit bukan hanya urusan tradisi, tapi disitu ada kepentingan bisnis dan ekonomi. Apakah ini disebut dengan komersialisasi Ramadan? Mungkin ada benarnya, karena berbagai produk berlomba-lomba menyesponsori berbagai acara Ramadan yang diselenggarakan media utamanya yang banyak penontonnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun