Suatu hari, Saya dan istri Saya pulang dari suatu tempat. Kondisi hujan deras. Saya dan istri Saya berteduh di depan sebuah toko di daerah Batujajar. Sambil berteduh, pandangan Saya dan istri Saya tertuju kepada seorang anak, sebutlah namanya Andi yang dengan tangkas melayani pembeli di toko mainan yang berada disamping kami.
Saya dengan seksama memperhatikan sikap dan cara berbicaranya kepada pembeli. Kami yang pada awalnya tidak ada niat membeli mainan, mendadak tertarik ingin masuk ke toko tersebut.
Sekalian ada toko mainan, istri Saya ingin membelikan mainan untuk anak kami. Kondisi masih hujan. Ketika kami akan masuk ke toko, Andi mengingatkan kami dengan sopan agar kami melepaskan alas kaki agar lantai toko tidak kotor. Kami pun “menuruti” pemohonannya.
Disela-sela tawar menawar harga antara Andi dengan istri Saya, pandangan mata Saya terus tertuju padanya. Lalu Saya ikut “nimbrung” bertanya padanya. Andi yang masih kelas V SD dengan sigap, tanpa malu-malu dia menjawab setiap pertanyaan kami.
Andi sejak kelas I membantu orang tuanya berjualan di toko orang tuanya. Kalau sekolah masuk pagi, maka dia membantu setelah pulang sekolah sampai sore, dan jika masuk sekolah siang, dia membantu dari pagi sampai dengan sebelum waktu duhur.
Dia sudah tahu daftar harga-harga yang dijual ditokonya, tawar menawar harga dengan pembeli oleh sendiri, tidak lagi bertanya kepada orang tuanya. Dia terlihat sangat berbakat menjadi seorang pedagang yang ulung. Begitu lancar dan percaya diri berkomunikasi dengan pembeli.
Dia mampu merayu merayu dan meyakinkan pembeli untuk membeli dagangannya. Ketika istri Saya membayar, dia sendiri yang menghitung dan memberikan uang kembalian.
Kisah Andi mengingatkan Saya kepada program yang dijalankan oleh Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi. Kang Dedi menyelenggarakan program pendidikan vokasional, dimana siswa dalam satu bulan, diminta satu hari untuk ikut ke tempat kerja orang tuanya. Tujuannya untuk mengenal, belajar, sekaligus membantu pekerjaan orang tuanya. Lalu siswa menyusun laporan kegiatan dan diserahkan kepada gurunya.
Dalam konteks kecakapan hidup (life skill), hal tersebut merupakan bagian dari pendidikan kecakapan hidup. Siswa bukan hanya diberikan sekumpulan teori yang kadang membuat jenuh, tetapi juga diberi kesempatan dari lapangan. Hal tersebut kadang jauh lebih bermakna dan terasa dibandungkan dengan hanya belajar di dalam ruang kelas yang kadang membosankan.
Jiwa wirausaha perlu ditanamkan sejak dini. Pengertian wirausaha di sini, bukan hanya mengarahkan anak untuk jadi pedagang atau pengusaha, tetapi menanamkan nilai-nilai wirausaha ke dalam diri anak, seperti kemandirian, kerja keras, sungguh-sungguh, kreativitas, inovasi, berani mengambil resiko, dan sebagainya.
Era globalisasi dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dihadapkan pada tantangan dan persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu, anak-anak sebagai generasi masa depan harus benar-benar disiapkan kemampuan dan mentalnya dalam menghadpi kehidupan yang akan semakin dinamis dan kompetitif.