IDRIS APANDI
Pasca terbunuhnya Pratu Galang, seorang anggota TNI oleh kawanan geng motor beberapa waktu yang lalu, aparat kepolisian dan TNI di kota Bandung sangat intensif melakukan pemberantasan geng motor. Kedua institusi tersebut terus mengejar pelaku pembunuhan Pratu Galang. Bahkan Pangdam III Sliwangi Mayjen Hadi Prasojo menginstruksikan tembak di tempat bagi anggota geng motor yang melawan. Pemberantasan terhadap geng motor bukan hanya di Bandung juga dilakukan di kota-kota lain karena masalah ini telah menjadi fenomena di kota-kota besar.
Keburatalan geng motor sudah sangat meresahkan masyarakat. Geng motor menjadi horor utamanya bagi masyarakat yang beraktivitas di malam hari. Jembatan Pasopati Bandung, misalnya adalah salah satu tempat dimana telah beberapa kali terjadi kasus kekerasan dan kebrutalan geng motor. Oleh karena itu, aparat kepolisian saat ini stand bypatroli di jembatan tersebut. Keberadaan geng motor bukan hanya menyerang masyarakat basa saja, tetapi antargeng motor pun sering terjadi bentrokan yang memakan korban.
Sebenarnya pemberantasan geng motor sudah sering dilakukan oleh aparat kepolisian. Walau sudah bubar, tetapi muncul dan muncul lagi, seolah tidak ada efek jera. Korbannya pun sudah banyak berjatuhan. Sebenarya ada geng motor yang ingin mengubah citranya dari negatif menjadi positif. Mereka ingin bertaubat. Mereka melakukan berbagai aksi sosial untuk dapat diterima oleh masyarakat. Hal tersebut sudah relatif membuat masyarakat lega, tetapi dengan adanya kasus kekerasan yang dilakukan oleh geng motor, masyarakat kembali resah.
Para anggota geng motor pada umumnya adalah remaja berusia belasan tahun. mereka juga banyak masih duduk di bangku sekolah. Dalam sebuah video yang beredar di youtube,ada ritual khusus dalam penerimaan sebuah geng motor tersebut. Mereka diuji loyalitasnya dan keberaniannya. Mereka diminta untuk saling berkelahi sesama anggota baru. Semakin beringas dan semakin kejam, maka seorang anggota geng akan semakin disegani dan ditakuti. Bahkan akan diangkat jadi ketua geng motor.
Anggota geng motor disamping berasal dari keluarga broken home, ada juga yang berasal dari keluarga baik-baik, hanya dia salah pergaulan. Para orang tua tidak tahu anaknya menjadi anggota geng motor. Mereka baru tahu anaknya menjadi anggota geng motor setelah ditangkap polisi.
Disamping faktor keluarga dan pergaulan, menurut Saya kepemilikan sepeda motor yang semakin mudah menjadi faktor pemicu semakin banyaknya remaja yang menjadi anggota geng motor. Pelajar SMP sudah membawa motor ke sekolah, walau mereka belum cukup umur, dan belum memiliki SIM. Dengan demikian, orang tua pun pada dasarnya ikut bersalah dengan memberikan anaknya sepeda motor. Oleh karena itu, aparat kepolisian dan beberapa pemerintah daerah melarang pelajar membawa sepeda motor ke sekolah.
Dalam jangka pendek, pemberantasan geng motor adalah sebuah solusi yang baik, tapi dalam jangka panjang tidak ada jaminan bahwa geng motor tersebut tidak akan muncul kembali. Menyikapi kondisi saat ini, mungkin saja mereka tiarap dulu agar tidak ditangkap aparat Polri/TNI, dan pada saat pemberantasan geng motor sudah kendur, mereka beraksi kembali. Intinya, mereka kucing-kucingan dengan aparat Polri/TNI.
Menurut Saya, disamping secara organisatoris geng motor diberantas atau dibubarkan, hal yang sangat penting dan mendasar adalah memberantas “ideologinya”. Ideologi dapat diartikan sebagai keyakinan, kepercayaan, prinsip, pandangan hidup, atau ajaran. Artinya, para remaja harus diberikan pembinaan dan sosialisasi tentang bahaya ikut geng motor. Jika memiliki minat menjadi pembalap motor, daripada ikut balapan liar, sebaiknya disalurkan menjadi pembalap di sirkuit saja. Disamping menyalurkan hobi juga dapat merah prestasi. Selama ini banyak remaja yang ikut geng motor karena ikut-ikutan dengan dengan teman-temannya, sarana eksistensi diri, dan pelampiasan dari masalah yang dihadapinya baik di rumah maupun di sekolah.
Orang tua, lembaga pendidikan, aparat Polri/TNI, dan masyarakat secara umum perlu bersinergi dalam memberikan pembinaan dan sosialisasi bahaya geng motor kepada pelajar. Remaja yang pernah terlibat geng motor disadarkan untuk keluar dari geng motor, dirangkul, dan diberikan lahan beraktivitas secara positif, sedangkan remaja yang belum terlibat diberikan sosialisasi agar tidak ikut geng motor. Intinya, sebelum dilakukan tindakan represif seperti yang saat ini dilakukan oleh aparat Polri/TNI, perlu juga dilakukan tindakan preventif dan preemptif, karena ibarat sebuah penyakit, mencegah lebih baik daripada mengobati.
Penulis, Praktisi Pendidikan, Pemerhati Masalah Sosial.