Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membedah Peran Ikatan Alumni

12 Februari 2017   23:04 Diperbarui: 12 Februari 2017   23:13 1942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hampir setiap sekolah atau Perguruan Tinggi (PT) memiliki ikatan alumni dengan beragam namanya. Ada yang setelah dibentuk terus tenggelam, tidak terasa dan terlihat perannya, ada yang sewaktu-waktu mengadakan pertemuan atau reuni, dan ada yang sudah eksis bahkan perannya diperhitungkan.

Secara administratif, ikatan alumni dibentuk untuk mendata dan menghimpun data alumni. Secara sosiologis, ikatan alumni dibentuk sebagai silaturahim antaralumni dari berbagai angkatan. Dan dalam konteks akademik, sekolah atau PT menjadikan ikatan alumni sebagai mitra untuk bekerja sama dan saling menguntungkan. Biasanya dalam borang akreditasi ada klausul peran alumni terhadap kampusnya. Perwakilan alumni pun diundang pada saat akreditasi untuk presentasi atau uji petik sejauh mana peran dan kerjasamanya dengan pihak PT tempatnya kuliah.

Di awal Saya menyebutkan bahwa ada ikatan alumni yang dibentuk dan langsung tenggelam. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena pengurusnya sibuk oleh pekerjaannya masing-masing. Kedua, pengurusnya kurang memiliki tanggung jawab alias “tukcing" (dibentuk cicing/diam), dan ketiga pengurusnya memiliki semangat, tetapi para anggotanya kurang respon dengan berbagai alasan. Komunikasi dengan pihak kampus kurang terjalin dengan baik.

Ada ikatan alumni yang relatif cukup aktif. Misalnya dengan mengadakan pertemuan, dan kadang yang hadir pun tidak semuanya, hanya beberapa persen saja, yang secara emosional memiliki kedekatan dan memiliki “sesuatu yang bisa diperlihatkan” seperti kesuksesan di dunia kerjanya. Ada kalanya ada alumni yang enggan untuk menghadiri reuni karena minder, keder, malu karena belum memiliki pekerjaan, sudah memiliki pekerjaan tetapi belum sukses seperti yang lainnya, atau belum berkeluarga, karena malu kalau datang tanpa pasangan. Ada yang enggan datang karena takut ketemu mantan pacar ketika kuliah.

Ikatan alumni yang sudah mapan biasanya menyelenggarakan acara yang besar, toruing, atau melakukan bakti sosial. Para alumninya biasanya sudah menjadi pejabat pemerintah, tokoh politik, atau pengusaha, sehingga bisa memberikan kontribusi terhadap ikatan alumninya. Ikatan alumni yang telah mapan bahkan dapat mencalonkan, mempromosikan kader-kadernya untuk sebuah kontestasi politik.

Sekolah, PT, dan ikatan alumni menurut Saya pada dasarnya saling membutuhkan. Oleh karena itu, perlu bekerja sama secara menguntungkan atau istilahnya simbiosis mutualisme. Sekolah atau PT bisa meminta ikatan alumni untuk berpartisipasi membantu pengembangan kampus, baik dalam bentuk materi maupun pemikiran.

 Menurut Saya, pihak kampus tidak salah kalau meminta saran atau pendapat dari ikatan alumni tentang program apa saja yang harus dikembangkan atau apa saja kurikulum yang harus dibenahi dalam rangka meningkatkan layanan pendidikan dan dalam rangka melahirkan lulusan yang berkualitas dan kompetitif, karena siapa tahu, alumni yang telah menjadi pengusaha, membuka yayasan pendidikan akan menjadi pengguna lulusan dari kampusnya tersebut. Atau setidaknya merekomendasikan lulusan dari PT tempatnya kuliah tersebut sebagai lulusan yang berkualitas, kompeten, dan siap kerja.

Hal ini pun akan menjadi nilai tambah bagi kampus karena lulusannya cepat diserap dunia kerja. Bukan hanya melahirkan out out yang bagus, out come­-nya juga bagus. Masyarakat pun akan menilai bahwa jika kuliah di PT tersebut akan cepat bekerja. Oleh karena itu, tentunya minat masyarakat untuk menyekolahkan atau menguliahkan anaknya akan meningkat, dan otomatis PT pun akan kebanjiran mahasiswa. Posisi PTN mungkin relatif aman, tidak khawatir kekurangan mahasiswa, karena akan dituju oleh masyarakat, tetapi bagaimana dengan PTS? Di luar adanya PTS-PTS pavorit, ada PTS-PTS yang harus berjuang keras untuk mendapatkan mahasiswa. Dan lulusan yang berkualitas dan banyak diserap dunia kerja adalah salah nilai jual sebuah PTS.

Begitu pun pihak kampus bisa mengundang lulusan-lulusan yang relatif berprestasi atau sukses untuk menyampaikan semacam kelas inspirasi, berbagi kisah atau pengalaman suksesnya kepada adik-adik kelasnya, sehingga alumni pun memiliki kebanggaan, dan otomatis akan ikut mempromosikan atau ikut merekomendasikan PT tempat kuliahnya dulu kepada masyarakat. Sederhananya, beban promosi pihak kampus berkurang karena sudah dibantu oleh alumninya. Intinya, perlu ada komunikasi dan koordinasi antara pihak kampus dan ikatan alumni agar kampus maju dan ikatan alumni dapat berkontribusi.

Penulis, Alumni S-1 dan S-2 STKIP Pasundan Cimahi, Mahasiswa S-3 Prodi PKn UPI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun