Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Pesan Idul Fitri Ketua MUI

30 Juni 2017   13:59 Diperbarui: 30 Juni 2017   14:16 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada saat perayaan idul fitri, dalam sebuah iklan layanan masyarakat, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma'ruf Amin menyampaikan bahwa pelaksanaan ibadah puasa selama sebulan diharapkan berdampak terhadap peningkatan kualitas pribadi umat Islam, baik dalam hubungan dengan Allah (hablumminallaah) maupun hubungan dengan sesama manusia (hablumminannaas).

Dua dimensi hubungan tersebut di atas harus berjalan seiring sejalan. Peningkatan hubungan dengan Sang Khaliq dilakukan dengan semakin meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah ritual seperti salat baik salat wajib maupun salat sunnat, berdoa, berzikir, membaca al-quran, menimba ilmu di majelis taklim, dan sebagainya.

Peningkatan hubungan dengan sesama manusia dilakukan dengan semakin meningkatan kualitas akhlak, semakin meningkatkan silaturahmi dengan sesama, semakin peduli terhadap kaum yang susah, semakin rajin bersedekah, semakin rajin menyantuni anak yatim, menjaga sikap, perkataan, dan perbuatan agar tidak menyinggung perasaan orang lain, tidak suka menyebarkan informasi hoax, berita yang mengandung fitnah, SARA, dan sebagainya.

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, puasa diharapkan berdampak terhadap semakin meningkatnya semangat solidaritas, toleransi, saling menghormati, menjaga persatuan dan kesatuan untuk memperkokoh NKRI di tengah tantangan berbagai isu yang bertujuan untuk memecah belah bangsa.

Bulan Ramadan adalah bulan pendidikan pendidikan (tarbiyah) dan latihan (riyadhah).Selama sebulan penuh umat Islam digembleng bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan hawa nafsu, serta mampu mengendalikan emosi atau amarah. Tentunya semuanya berharap lulus dari proses pendidikan dan latihan tersebut, walau pada kenyataannya hanya hamba-Nya yang sungguh berpuasa dengan makna yang sebenar-benarnya yang akan lulus dalam padangan-Nya karena puasa adalah ibadah yang langsung dinilai olah Allah Swt.

Selama bulan Ramadan, hingar binger pelaksanaan ibadah ritual cukup meningkat. Masjid ramai oleh jamaah yang melaksanakan berbagai ibadah. Menjelang akhir Ramadan banyak jamaah yang beri'tikaf dan berburu lailatulkadar. Tadarus Alquran sampai berkali-kali. Itu hal yang sangat bagus dalam rangka menghidupkan syiar Islam dan sebagai ladang amal ibadah.

Semangat bersedekah pun relatif meningkat. Ada kelompok masyarakat atau yang melakukan acara buka bersama dengan anak yatim dan fakir miskin, ada yang memberikan takjil gratis, ada yang menyelenggarakan acara sahur on the road dengan memberikan makanan untuk sahur kepada para tukang becak dan yang menggelandang di jalanan, dan sebagainya.

Di akhir Ramadan, umat Islam yang berpuasa menyempurnakannya dengan mengaluarkan zakat fitrah. Hal tersebut disamping bertujuan untuk membersihkan diri, juga sebagai bentuk kepedulian sosial kepada orang lain yang bernasib kurang beruntung.

Berbagai aktivitas ibadah yang dilakukan selama bulan Ramadan tentunya diharapkan dilanjutkan pada sebelas bulan berikutnya, karena justru disitulah esensi keberhasilan puasa selama sebulan. Intinya adalah konsistensi atau istikamah. Walau demikian, hal tersebut bukan hal yang mudah. Tantangannya sangat luar biasa. Setan akan terus menggoda manusia untuk malas beribadah, malas berbuat baik pada orang lain, dan mendorong untuk menuruti hawa nafsunya.

Konsistensi seorang muslim dalam menjaga hubungannya baik yang bersifat vertikal kepada Allah dan bersifat horizontal kepada sesama manusia dan lingkungannya pasca bulan Ramadan dapat menjadi indikator puasa yang mabrur, puasa yang transformatif, dan puasa yang implementatif. Inilah sejatinya puasa yang tentunya diharapkan oleh semua orang yang berpuasa.

Hal yang menjadi tantangan dalam kehidupan saat ini adalah kadang tidak selarasnya antara kecerdasan ritual dan kecerdasan sosial. Rajin salat, rajin membaca dua kalimat syahadat, rajin berpuasa, tetapi belum bisa rajin sedekah dan zakat, kesetiakawanan sosial masih rendah, dan belum bisa menjaga akhlaknya. Oleh karena itu, mari kita berdoa kepada Allah agar mampu menyelaraskan antara urusan ritual dengan kehidupan sosial. Dan itu perlu dimulai dari diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun