Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Medsos, Lovers, dan Haters

2 Maret 2017   00:35 Diperbarui: 2 Maret 2017   10:00 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: bolywelch.com

Dunia teknologi, informasi, dan komunikasi kian semarak pasca Mark Zuckerberg tahun 2006 menciptakan Facebook (FB), sebuah situs media sosial (medsos) yang digunakan berkomunikasi, bersosialisasi, dan berinteraksi oleh milyaran manusia di dunia.

Indonesia termasuk salah satu negara dimana warganya pengguna FB terbesar di dunia. Country Director FB Indonesia, Sri Widowati mengatakan bahwa pada tahun 2016, jumlah pengguna aktif FB di Indonesia mencapai 88 juta orang. Mengalami peningkatan setelah tahun 2015 sebanyak 82 juta, dan 2014 sebanyak 77 juta orang. Rata-rata pengguna FB mengecek FB 80 kali salam satu hari. Di tingkat global, Facebook memiliki jumlah pengguna aktif bulanan sebanyak 1,7 miliar. (Kompas, 20/10/2016). Setelah FB booming, lalu muncul situs atau aplikasi yang lain, seperti twitter, path, WhatsApp (WA), dan instagram.

Jauh sebelum FB populer, telah muncul Friendster, MySpace, Multiply, Yuwie, yahoo messenger, dan lain-lain. Perlahan tapi pasti, situs-situs pertemanan tersebut hilang dari peredaran karena kalah bersaing. Kini, FB telah menjadi raksasa dalam situs pertemanan. Berkat FB, Marc Zuckerberg menjelma menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Walau demikian, Zuckerberg tetap hidup sederhana, bersahaja, dan sangat dermawan.

Keberadaan medsos tidak dipungkiri banyak memberikan manfaat. Orang yang sekian tahun tidak bertemu, melalui medsos bisa bertemu kembali, reuni di dunia maya (dumay). Medsos membuat komunikasi dan informasi lebih efektif dan efisien, dapat menyebar ke seluruh penjuru dunia dalam hitungan detik.

Dalam perkembangannya, tidak dapat dipungkri medsos telah membentuk dua kelompok manusia, yaitu kelompok pecinta (lovers) dan pembenci (haters). Dua kelompok ini kadang berbenturan secara keras, perang kata-kata, psy war, sehingga menimbulkan dampak yang tidak baik. Kelompok lovers akan mati-matian membela, sedangkan kelompok haters akan melakukan berbagai cara untuk menjatuhkan atau minimal membully pihak yang tidak disukainya.

Banyak kasus perang kata-kata di medsos berimbas kepada perang di dunia nyata. Akibatnya silaturahim banyak terputus, musuh bertambah, hidup merasa tidak aman, bahkan terjerat kasus hukum. Mengapa hal tersebut terjadi? Karena pengguna medsos banyak yang belum bijak dan dewasa, bermental “sumbu pendek”, ketika jari lebih cepat daripada akal sehat. Akibatnya, kata-kata yang ditulis menjadi tidak terkontrol, menjadi kasar, sarkastis, dan provokatif.

Medsos memang sarana yang bisa digunakan untuk berdiskusi, tetapi ada kalanya perdebatan pendapat yang tajam mengubah diskusi menjadi debat, tidak mau kalah. Harga diri merasa turun kalau menyetujui atau mengiyakan pendapat lawan debat. Debat di medsos sebenarnya kontraproduktif, karena disamping membuang waktu, buang tenaga, memancing emosi, dan sakit hati.

Kembali ke persoalan lovers dan haters, dua kutub itu tersebut ibarat minyak dan air yang sulit untuk disatukan. Ada urusan “emosi” dan fanatisme yang kuat. Para tokoh publik seperti artis dan politisi, bahkan seorang individu pun pasti memiliki lovers dan haters. Karakter keduanya akan teridentifikasi atau terlihat dari komentar-komentarnya.

Lovers akan memuji dan membela mati-matian sang teman atau tokoh pujaannya, sedangkan haters akan terus menyerang, mengkritik, nyinyir, berkata-kata pedas, melakukan kekerasan verbal kepada sosok yang tidak disukainya. Lovers akan mendukung, dan membela kekurangan sosok yang disukainya, serta membesarkan hati sosok yang disukainya ketika terkena musibah. Kalau pun memberikan kritik, disampaikan secara santun.

Sebaliknya, bagi haters, akan menjadikan kekurangan atau kesalahan sosok yang dibencinya sebagai senjata untuk menyerang. Bahkan ada kalanya, sang haters mencari-cari kekurangan lawannya dimasa lampau untuk di blow-up,diviralkan, digunakan untuk membunuh karakter sang musuh. Hal itu sudah banyak terjadi di media sosial. Banyak orang yang awalnya berkawan baik, ketika menjadi musuh, maka saling bongkar aib, kekurangan, dan kesalahan mantan temannya tersebut.

Lovers dan haters harus disikapi secara bijak dan dewasa. Jangan terlena oleh puja-puji para lovers, karena menyebabkan mabuk pujian, gila hormat, dan kurang menyadari kekurangan diri. Ibaratnya, karena sedang jatuh cinta, segala sesuatu terlihat indah. Dan jangan mudah terpancing emosi mana kala ada haters yang terus menyerang. Lebih baik abaikan, tidak terpancing emosi, atau balik menyerang agar masalah tidak berkepanjangan, tidak buang-buang tenaga dan pikiran.

Penulis, Ketua Komunitas Pegiat Literasi Jabar (KPLJ).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun