Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru dan Murid, Dua Insan Pembelajar

17 September 2016   00:22 Diperbarui: 17 September 2016   00:34 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru dan Murid Pembelajar. (Ilustrasi: ehowenespanol.com)

Pasca pelaksanaan Uji Kompetensi Guru (UKG), diluncurkan program Guru Pembelajar (GP). Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga terwujud sosok guru profesional. GP dilaksanakan dalam tiga model, yaitu, (1) model tatap muka, (2) model dalam jaringan dalam jaringan (daring/ online),dan (3) model kombinasi tatap muka dengan online. Model-model GP tersebut didasarkan atas perolehan “nilai Raport” UKG masing-masing guru.  Jika raport merahnya 3-5 ikut moda daring, 6-7 daring kombinasi dan jika 8-10 tatap muka.

Saat ini telah dikembangkan Guru Pembelajar Moda Daring. Moda ini terdiri dari 3 (tiga) model yaitu GP Moda Daring Penuh-Model 1, GP Moda Daring Penuh-Model 2, dan GP Moda Daring Kombinasi. GP Moda Daring Penuh-Model 1 hanya melibatkan pengampu dan guru sebagai peserta. Selama proses pembelajaran, peserta dibimbing dan difasilitasi secara daring oleh pengampu. GP Moda Daring Penuh-Model 2 melibatkan pengampu, mentor, dan peserta. 

GP moda daring model ini menggabungkan interaksi antara peserta dengan mentor dan atau pengampu, yang hanya dilakukan secara daring. Sedangkan pada moda kombinasi ini, peserta melakukan interaksi belajar secara daring dan tatap muka. Interaksi belajar secara daring dilakukan secara mandiri dengan memanfaatkan teknologi informasi dan pembelajaran yang telah disiapkan secara elektronik, dan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, sedangkan interaksi tatap muka dilaksanakan bersamaan dengan peserta GP lainnya di pusat belajar (PB) yang telah ditetapkan sesuai dengan SK Penetapan KKG dan difasilitasi oleh seorang mentor. (Kemdikbud, 2016:1).

Walau baru kali ini muncul istilah guru pembelajar, Saya yakin pada dasarnya sebagian guru ada yang sudah sadar terhadap pentingnya menjadi pembelajar, hanya memang tidak se-booming sekarang. Ajaran agama, khususnya Islam mengajarkan umatnya menjadi manusia pembelajar sepanjang hayat (life long learner).Rasulullah SAW bersabda “carilah ilmu sejak lahir hingga masuk ke liang lahat”. Hal ini menunjukkan bahwa setiap manusia, termasuk guru harus menjadi manusia pembelajar. Bukankah guru juga suka memotivasi murid-muridnya untuk menjadi manusia pembelajar?  inilah waktunya para guru memotivasi dirinya sendiri untuk menjadi pembelajar.

Guru dan murid adalah dua pihak yang tidak dapat dipisahkan dalam interaksi di pembelajaran. Salah satu tugas guru adalah mentransfer ilmu pengetahuan kepada murid, dan murid pun bertugas menyimak, memahami, dan menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Ilmu pengetahuan yang disampaikan guru kepada muridnya tentunya harus mengikuti perkembangan zaman dan tingkat kemampuan berpikir mereka. Oleh karena itu, guru harus terus belajar agar ilmu yang dimilikinya terus bertambah, di-update(kekinian) dan di-upgrade(ditingkatkan).

Menurut Saya, walau tidak ada program GP sekalipun, guru pada dasarnya memang perlu belajar dan terus belajar. Seorang guru pembelajar “haus” akan informasi dan ilmu pengetahuan terbaru, jangan sampai masuk kategori kudetalias kurang update. Guru merupakan salah satu sumber belajar, bahkan bisa dikatakan sebagai sumber belajar utama. Guru adalah tempat bertanya muridnya. Ketika muridnya menemukan kesulitan dalam belajar, mereka meminta tolong kepada guru.

Saat ini murid memiliki daya kritis dan rasa ingin tahu yang tinggi. Murid yang kritis biasanya “memberondong” gurunya dengan sejumlah pertanyaan. Dan seorang guru tentunya harus siap menjawab berbagai pertanyaan tersebut, jangan sampai kehabisan “amunisi.” Murid yang kritis pun menyampaikan beragam gagasan atau analisisnya tentang hal yang menjadi perhatiannya. Guru pun tentunya harus dapat menanggapi, mengoreksi, atau memberikan penguatan terhadap pendapat atau hasil analisis siswanya.

Guru dan murid sama-sama menjadi pembelajar. Dan sekolah menjadi tempat bertemu dan berinteraksi dua sosok pembelajar dengan dua tujuan yang serupa tapi tak sama. Maksudnya, guru belajar dalam rangka meningkatkan kompetensinya untuk kemudian diimplementasikan dalam pembelajaran, dan murid belajar dalam rangka menimba ilmu pengetahuan.

Menurut Saya, tidak salah jika guru dan murid “berlomba-lomba dalam kebaikan” yaitu sama-sama berupaya meningkatkan aktivitas belajarnya. Sebagai sesama “rekan belajar”, guru dan murid pun dapat berdiskusi dan saling berbagi informasi, karena pada dasarnya manusia dapat belajar kapanpun, dimanapun dan dari siapapun.

Penulis, Praktisi Pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun