Oleh:
IDRIS APANDI
Salah satu kebijakan dalam bidang pendidikan yang dibuat oleh Presiden Jokowi Widodo adalah penguatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Penguatan tersebut dalam bentuk penataan kurikulum SMK agar sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan tenaga kerja. Fokus utama SMK memang menyiapkan lulusan yang mampu bersaing di pasar dunia kerja. Era globalisasi dan pemberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) berdampak terhadap perlu ditingkatkannya daya saing bangsa agar tidak menjadi penonton di negeri sendiri dan dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
Penataan kurikulum SMK yang telah ditetapkan pada kurikulum 2013 tampaknya belum memuaskan presiden Joko Widodo. Oleh karena itu, Jokowi memerintahkan kepada Mendikbud yang baru, Muhadjir Effendi untuk melakukan penataan kurikulum SMK agar sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pasar kerja.
Penguatan SMK meliputi penambahan, penyelarasan, atau penyesuaian kompetensi keahlian, jenis dan jumlah mata pelajaran khususnya mata pelajaran produktif, peningkatan kompetensi guru, melengkapi sarana dan prasana, dan sebagainya. Bak jamur di musim hujan, beberapa tahun terakhir memang banyak sekali berdiri SMK baik status negeri maupun swasta. Kebijakan pemerintah saat itu memang memberikan peluang untuk mendirikan SMK lebih banyak dan membatasi pendirian SMA yang dinilai sudah terlalu banyak.
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 mencatat jumlah SMK di Indonesia tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 11.726 sekolah, tahun pelajaran 2012/2013 sebanyak 10.673 sekolah, dan tahun pelajaran 2011/2012 sebanyak 10.256. Data tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah SMK dalam tiga tahun terakhir.
Di tengah semangat pemerintah untuk memperkuat sektor maritim, pertanian, pariwisata, dan ekonomi kreatif, maka perlu didirikan SMK-SMK baru atau penambahan program kompetensi di SMK yang sudah ada sebelumya. Dan itu pun harus disesuaikan dengan karakterististik daerahnya. Misalnya, di daerah pesisir tentunya lebih relevan jika didirikan SMK maritim atau kelautan.
Menurut Saya, lulusan SMK bukan hanya dipersiapkan menjadi tenaga kerja siap pakai, tetapi juga bisa menjadi menghasilkan satu produk atau karya yang bernilai jual atau juga bisa dikembangkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, lulusan SMK perlu juga dibekali kemampuan berwirausaha atau menciptakan lapangan kerja mengingat terbatasnya lapangan kerja.
BPS tahun mencatat angka pengangguran tertinggi berasal dari lulusan SMK dengan 12,65 persen. Kemudian untuk pendidikan Sekolah Dasar (SD) tercatat sebesar 2,74%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 6,22%, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 10,32%. Menteri tenaga kerja Hanif Dakhiri menyataan bahwa banyaknya lulusan SMK yang menganggur disebabkan oleh dua hal. pertama ketersediaan lapangan kerja. Dan kedua, kompetensi kejuruan yang dimiliki lulusan SMK belum cocok dengan lapangan kerja yang tersedia. (detik.com, 06/11/2015).
Link and Match
Salah salah satu bentuk penguatan SMK adalah keterkaitan dengan kesepadanan (link and match).Konsep ini pertama kali diperkenalkan tahun 1990-an pada masa Mendikbud Wardiman Djojonegoro. Menurut Wardiman, setiap lulusan harus wawasan atau sikap kompetitif, seperti etika kerja (work ethic), motivasi mencapai (achievement motivation), penguasaan (mastery), sikap berkompetensi (competitiveness), arti uang (money beliefs), sikap menabung (attitudes to saving).