Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Catatan Buka Puasa dari Indramayu: Digoyang Pindang Gombyang

26 Juni 2016   09:48 Diperbarui: 26 Juni 2016   12:49 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pindang Gombyang. (Foto : Dok. Pribadi)

Sabtu sore, waktu menunjukkan pukul 17.15 kendaraan yang ditumpangi Saya dan beberapa orang teman memasuki lahan parkir sebuah rumah makan yang cukup terkenal di daerah Karangsong Indramayu. Hari itu, Saya dan beberapa orang lainnya memang berencana akan berbuka puasa bersama di rumah makan tersebut.

Tampak lahan parkir sudah penuh oleh kendaraan orang-orang yang akan berbuka puasa. Jika melihat plat nomornya, pengunjung yang datang bukan hanya berasal dari wilayah Indramayu, tetapi juga dari luar Indramayu. Mereka pun sudah menempati tempat yang sudah mereka pesan. Ada yang duduk di kursi makan, dan ada juga yang lesehan. Di hadapan mereka sudah tersaji makanan untuk berbuka puasa.

Rumah makan ini selalu dipadati pengunjung, baik pada bulan-bulan biasa, maupun pada bulan puasa. Oleh karena itu, jika ingin kebagian tempat, maka sejak beberapa jam sebelumnya harus memesan terlebih dulu, sehingga ketika datang bisa langsung menikmati makanan dan minuman yang dipesan.

Rumah makan ini memang cukup terkenal diantara para pencinta kuliner karena memiliki menu yang khas, itu pindang gombyang. Hal itulah yang menjadi latar belakang Saya ingin berbuka puasa di rumah makan tersebut, karena konon katanya berkunjung ke Indramayu kalau tidak mencicipi kuliner khas Indramayu tersebut, maka dianggap belum afdhal. Dan orang yang telah mencicipinya dijamin akan ketagihan, ingin lagi ke mencicipinya.

Dengan dipandu seorang teman, kami pun menuju ke meja yang telah dipesan sebelumnya. Tampak di atas meja makan sudah tersaji pindang gombyang dan beberapa menu lain. Ada ikan bakar kakap merah, udang bakar, sambel lalap, kerupuk, buah, dan minuman.

Pandangan mata Saya tertuju kepada pindang gombyang yang memang menjadi sumber kepenasaranan Saya. Pada mangkok berwarna hijau oval tampak potongan dengan kepala ikan yang sudah ada kuah dan dihiasi dengan cabe, bawang, dan tomat. Aroma khas tercium dari bumbunya membuat lidah ini tidak sabar untuk menikmatinya. Rasa lapar pun semakin terasa, dan suara adzan maghrib menjadi hal yang paling ditunggu.

Pindang gombyang adalah kuliner yang diolah dari Kepala ikan manyung. Dulu, sebelum ditemukan cara untuk mengolahnya, kepala ikan ini suka dibuang karena dianggap tidak laku dijual dan rasanya tidak enak. Kulitnya dijadikan sebagai kerupuk, dan dagingnya dijadikan asin. Tetapi, tetapi setelah kepalanya diolah menjadi pindang dengan cara yang tepat dan racikan bumbu yang pas, justru menu tersebut menjadi menu pavorit pengunjung yang datang ke rumah makan tersebut.

Gara-gara pindang gombyang, rumah makan tersebut menjadi makin terkenal, makin dibanjiri pengunjung, dan otomatis keuntungannya pun semakin meningkat. Rumah makan yang tadinya kecil, karena tidak lagi mampu menampung pengunjung, maka sang pemilik menambah gerai-gerai di lahan yang masih tersedia agar dapat menampung pengunjung ditambah fasilitas lain seperti toilet, mushola, dan tempat bermain anak. Tempat makan yang berada diatas kolam dan gemercik air menambah sensasi makan di rumah makan tersebut.

Sambil menikmati pindang gombyang, mata Saya memperhatikan lalu lalang pengunjung dan pelayan rumah makan yang begitu sigap melayani pelanggan. Mereka bolak-balik melayani pembeli. Tampak keringat mengucur dari kening mereka. Hal itu menunjukkan begitu keras pekerjaan mereka pada hari itu, melayani pembeli yang kadang tidak sabaran menunggu menu yang dipesannya.  Saya berpikir, ketika para pengunjug begitu lahapnya menikmati menu buka puasa, para pelayan rumah makan tersebut mungkin cukup ngabatalan dengan minum saja, dan lanjut melaksanakan tugasnya melayani pengunjung.

Maghrib itu kami makan dengan lahap. Pindang gombyang telah menggoyang lidah kami. Dagingnya terasa empuk dan enak, dan kuahnya mantap.  Kalau nafsu makan tidak dikendalikan, Saya mungkin bisa kekenyangan dan tidak dapat melaksanakan shalat taraweh, tapi alhamdulillah,Saya masih bisa mengendalikannya, sehingga bisa berhenti makan dan menutupnya dengan segelas jeruk panas sebagai penawar sekaligus cuci mulut.

Setelah makan selesai, kami pun bergegas pergi dari rumah makan sambil meninggalkan kesan yang mendalam terhadap pindang gombyang yang telah menggoyang lidah kami. Sambil pulang ke penginapan kami menyusuri daerah Karangsong yang dikenal dengan daerah nelayan dan tempat pembuatan kapal-kapal nelayan. Sekitar jam 19.00 kami pun sampai ke penginapan dengan bahagia karena rasa penasaran kami telah terbayar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun